Dalam Dinasti Ottoman, Sultan Osman I dikenal sebagai pemimpin pertamanya. Sultan Osman I memimpin berbagai peperangan awal pada awal masa kekuasaan Dinasti Ottoman. Walaupun demikian, sumber sejarah untuk mengulik lebih dalam asal usul Sultan Osman I menjadi tantangan bagi para sejarawan.
Asal Usul Bangsa Turki
Turkistan adalah sebuah wilayah yang terentang dari dataran tinggi Mongolia dan Cina Utara hingga Laut Qazwin di sebelah Barat, dan dari lembah Siberia di sebelah Utara hingga anak benua India dan Persia di sebelah Selatan. Di sana berdiamlah sebuah suku bernama al-Ghizzl dan kabilah-kabilahnya yang besar. Mereka dikenal dengan sebutan Turk.
Pada abad keenam masehi, mereka bermigrasi ke Asia Tengah. Alasan migrasi mereka adalah karena faktor ekonomi, kemarau panjang dan banyaknya keturunan mereka. Terlebih lagi, terdapat tekanan dari bangsa Mongol. Kabilah migran ini menetap sementara di pinggiran sungai Jaihun, kemudian untuk beberapa lama tinggal di Thibristan dan Jurjan. Hingga demikian mereke berinteraksi dengan wilayah kekuasaan Islam yang sebelumnya ditaklukkan umat Islam. Tepatnya adalah setelah peperangan Nahawand dan setelah jatuhnya pemerintahan Sasanid di Persia pada tahun 27H – 1647M (Shalabi: 14).
Mengenal Sultan Osman I, Ghazi (1280-1324 M)
Osman Ghazi / Osman Bey / Osman I, awalnya adalah seorang adipati (bey) Kesultanan Seljuk, jabatan yang ia warisi dari ayahnya, Ertugrul. Saat Seljuk berada dalam krisis, Osman menjadi seorang adipati merdeka hingga pada wafatnya 1323/1324. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan negaranya (‘Utsmani’ atau ‘Utsmaniyah’-bahasa Arab dan Indonesia dan ‘Ottoman’ -ejaan barat). Karenanya, kita mengenal masa kekuasaannya dengan istilah Dinasti Ottoman.
Tahun kelahirannya bersamaan dengan serbuan pasukan Mongolia di bawah pimpinan Hulaku yang menyerbu ibu kota khilafah Abbasiyah (Shalabi: 43). Ayah Sultan Osman adalah Ertugrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Ibunya adalah Halime Hatun, putri dari Mes’ud II, Sultan Romawi (Rum) Seljuk yang berkuasa pada tahun 1284-1296 dan 1303-1307.
Otentitas Sumber Sejarah Dinasti Ottoman
Hampir tidak ada yang diketahui secara pasti tentang Sultan Osman I, pendiri Wangsa Utsmani, sekaligus Sultan Pertama Utsmani. ‘Muncullah Osman Bey’, begitu kata sejarawan singkat pada setiap catatan mereka. Tidak ada yang tahu kapan atau di mana dia dilahirkan. Dan untuk waktu yang lama, tidak ada satu pun artefak yang bisa dengan pasti bertanggal di zamannya. Mencari sumber sejarah menjadi permasalahan dalam mengulik Sultan Osman lebih detil.
Tapi belakangan ini setidaknya dua sumber sejarah telah terungkap. Sumber sejarah yang pertama terdapat di koleksi pribadi di London dan yang lainnya di Museum Arkeologi Istanbul, tertulis Osman ibn Ertugrul. Bahkan nama ‘Osman’ pun masih dalam perdebatan. Sejarawan Yunani Pachymeres, ketika menyebutkan nama Osman I, sama sekali tidak memanggilnya ‘Osman’, melainkan Ataman (Howard, 2017: 32).
Ataman adalah nama ejaan Turki atau mungkin Mongol. Sementara Osman I adalah muslim saleh, bentuk Turki dari ‘Utsman Arab–contohnya sahabat Nabi Muhammad, Khalifah Islam ketiga. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa Osman ini, atau Ataman, sang Ottoman, mungkin terlahir bukan sebagai seorang muslim, dan mengambil nama barunya Osman ketika dia menjadi seorang muslim.
Tetapi jika Sultan Osman I memang seorang mualaf yang mengubah namanya, mengapa putra-putranya mempertahankan nama asli Turki mereka, yang adalah muslim tanpa keraguan? Dari apa yang ditulis Pachymeres, Ataman adalah adalah seorang pejuang. Dengan serbuan Sungai Sangarius (Sakarya) dan kemenangan di Bapheus, para pejuang Turki datang dari jauh untuk bergabung dengannya.
Tanggal kematian Sultan Osman I juga tidak pasti. Dia mungkin meninggal pada 1324, sebagaimana disahkan oleh putranya, Orhan. Ibnu Battutah, yang mengunjungi daerah itu pada 1331-32, menulis bahwa Sultan Osman I dimakamkan di masjid Bursa, mungkin bekas Gereja dari Saint Elias. Gereja yang menjadi sumber sejarah ini tidak lagi berdiri, karena gempa bumi dua ratus tahun yang lalu. Jenazah Osman I sekarang terletak di sebelah Orhan, ayah dan anak ini berada di makam kembar yang cocok didirikan pada tahun 1863 (Howard, 2017: 33).
Awal Mula Kekaisaran Dinasti Ottoman (1300 M)
Pendapat lain mengatakan, bahwa Ertugrul dianggap sebagai pendiri Dinasti Ottoman di Anatolia. Menurut legenda, Sultan Seljuk memberikan tanah kepada Ertugrul di Anatolia barat, dua distrik kecil, Sogiit dan Domaniq, di Phrygia utara di perbatasan provinsi Bithynia Byzantium. Ketika Ertugrul meninggal (sekitar 1280), kekuasaan dan kepemimpinannya atas bagiannya dari suku Kayi diteruskan kepada putranya Osman I (Shaw, 1976: 13).
Ketika Sultan Osman I pertama kali berkuasa pada 1299, ia dan kelompoknya segera menghadapi sejumlah musuh yang kuat. Umat Islam bersaing memperebutkan kendali atas Konya dan tanah di sebelah timur Sungai Eufrat. Bizantium masih memegang bagian barat laut Asia Kecil, seperti yang terjadi sejak 1204. Di Balkan, Serbia muncul sebagai negara Kristen Ortodoks terkemuka. Venesia dan Genoa, pusat utama perbankan dan perdagangan internasional, mengancam kekuatan angkatan laut Ottoman di Laut Tengah bagian timur dan Laut Hitam (Harl, 2017: 26-27). Â
Sultan Osman I adalah adipati sultan-sultan Seljuk Konya sampai 1299, ketika ia menegaskan kemerdekaannya dan mulai menyerang wilayah Bizantium. Pasukannya juga berisi para prajurit Turkmen yang tertekan ke Anatolia oleh bangsa Mongol. Selain Turkmen, pasukan Osman I juga sejumlah mantan tentara Bizantium yang akrab dengan taktik, teknik, dan logistik Bizantium.
***
Dalam tradisi Ottoman, dinasti dimulai dengan pernikahan penguasa pertama, Sultan Osman I (w. 1324), dengan Malhun, putri seorang darwis bernama Edebali, dan ibu dari penguasa kedua, Orhan (1324-62). Kisah ini jelas legendaris, tetapi nama Malhun mungkin merupakan versi terpotong dari ‘Malhatun Putri Omer Beg’ yang muncul dalam rekaman kesaksian putra Osman, Orhan I (Imber, 2002: 88).
Pada awal abad ke-14, Sultan Osman I mengepung Nicea, bekas ibukota Bizantium. Tindakan berani ini memicu serangan balik Bizantium, yang memuncak dalam Pertempuran Bapheus pada tahun 1302. Tentara Bizantium dimusnahkan. Kaisar Bizantium, Andronikos II, menolak untuk menerima kehilangan wilayahnya oleh Dinasti Ottoman. Dia menggadaikan harta kekaisaran untuk menyewa kekuatan pasukan Catalan yang dipimpin oleh Roger de Flor (Roger Blum), mantan Knight Templar.
Pada musim gugur 1303, Roger de Flor dengan 8.000 tentara bayaran veteran berkumpul di Konstantinopel untuk mempelopori serangan Bizantium melawan Utsmani. Sultan Osman I menarik pasukannya, menghindari kontak dengan infanteri dan kavaleri Catalan yang terkenal tangguh dan berlapis baja. Karena tidak sabar, orang-orang Catalan mulai merampok desa-desa Yunani dan memperlakukan penduduk Orthodox seolah-olah mereka adalah orang-orang yang ditaklukkan.
Pada tahun 1304, konflik dengan Andronikos II tentang hutang kaisar yang belum dibayar menyebabkan Catalan memberontak terhadap majikan mereka. Mereka merebut Dardanella, menyeberangi selat, dan membentengi Gallipoli. Roger de Flor meninggal dalam keadaan misterius, kemungkin dibunuh oleh kaisar. Catalan kemudian mengepung Konstantinopel, menghancurkan provinsi-provinsi Eropa kekaisaran, dan mengambil alih Athena pada tahun 1311.
Pergantian peristiwa ini menyebabkan perebutan wilayah Bizantium. Para Ksatria Santo Yohanes merebut Rhodes, orang-orang Serbia membuat langkah besar di Balkan, dan Ottoman kembali. Pasukan Osman memblokade kota-kota Bizantium dan menghancurkan pedesaan sampai kota-kota itu dipaksa menyerah. Kota strategis terakhir yang menyerah kepada Osman adalah Bursa, yang sebelumnya dikenal sebagai Prusa. Sebelum dia meninggal, Osman menyatakan Bursa ibukotanya (Harl, 2017: 26-27).
Kekaisaran Ottoman dengan demikian menjadi ‘Kekaisaran Perbatasan’ sejati, sebuah negara kosmopolitan, memperlakukan semua kepercayaan dan ras sebagai satu, yang menyatukan Balkan Kristen Ortodoks dan Anatolia Muslim dalam satu negara (Inalcik, 1973: 21).
Editor: Shidqi Mukhtasor