Inspiring

Djalal Suyuthie, Tokoh Moderat, Pejuang Muhammadiyah Bengkulu

4 Mins read

Matanya sudah lamur, kakinya sudah tak mampu menapak, kulitnya telah kendur digerogoti oleh ganasnya waktu, namun walaupun demikian ingatannya masih kuat. Namanya Marjunis, seorang tokoh sepuh di Muhammadiyah Kepahiang, sebuah daerah sejuk lebih kurang 55 KM dari kota Bengkulu. Ia dengan semangat menceritakan bagaimana seorang Djalal Suyuthie berkeliling ke ranting–ranting Muhammadiyah hingga daerah Ulu Musi. Daerah ini adalah daerah “rawan” perampokan dan pembegalan.

Nun jauh di Selatan Bengkulu di dekat perbatasan Provinsi Bengkulu dan Lampung, kami juga menemukan jejak Haji Djalal terpatri dalam ingatan masyarakat Bintuhan. Seorang tokoh sepuh memberikan kesaksian bahwa Haji Djalal Suyuthie bersama beberapa orang rekannya, bersepeda dari kota Bengkulu ke Kaur dengan menempuh jalan yang sangat panjang lebih kurang 210 KM. Dapat ditafsirkan bahwa perjalanan ini adalah sebuah gerakan “Turba” ke ranting-ranting dengan menyusuri daerah seperti Seluma, Talo, Pino, Manna hingga Bintuhan.

Di Kertapati, sebuah desa terpencil di pedalaman Bengkulu Tengah, kami juga mendapatkan jejak dakwah Haji Djalal Suyuthie. Imam masjid Muhammadiyah setempat yang telah sepuh memberikan keterangan bahwa Pak Djalal Suyuthie berjalan kaki dari Kerkap hingga ke Kertapati melewati hutan, semak, dan perkebunan yang melingkupi desa tersebut. Sebuah perjalanan yang sangat sulit dimana akses jalan menuju desa masih sangat terbatas, listrik yang belum masuk hingga ancaman hewan buas seperti harimau yang mengintai.

Sekilas Kehidupan Pribadi Djalal Suyuthie

Djalal lahir pada 15 agustus 1921 di Prambanan dari keluarga yang kental akan kehidupan beragama. Ayahnya Muhammad Sholeh adalah seorang Haji yang pernah menuntut ilmu selama 3 tahun di Mekkah sehingga menjadi tokoh Islam yang disegani di wilayah Mangkunharjo. Ibunya adalah Salimah, seorang perempuan sederhana yang berasal dari dari Godean, Yogayakarta. Djalal adalah anak tertua dengan ketujuh orang adiknya yaitu Zamakhsari, Moh. Hajid, Buniyah, Jumanah, Moh. Danuri, Zumroda dan Jazari Saleh. Adiknya yang bungsu inilah yang menjadi salah satu sumber kesaksian sejarah diri Haji Djalal Suyuthi.

Baca Juga  Abid Jabiri: Klepon dan Kritik Nalar Islam (Arab)

Sebagai seorang anak yang lahir di daerah jantung daerah gerakan modernis Islam berasal, Djalal Suyuthie menikmati masa kecilnya dengan menuntut ilmu agama dengan ayahnya. Ayahnya adalah tokoh agama yang berpikiran maju sehingga Djalal pun dapat mengecap pendidikan di sekolah Belanda seperti di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Pendidikan agama dilanjutkannya ke Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta sambil belajar tafsir dan hadis pada K.H. Muhammad Amir ulama kharismatik dari Kotagede.

Sejak kecil telah tampak bakatnya menjadi pemimpin. Ia mampu beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang berbeda. Selain itu, sifatnya yang egaliter dan supel dalam bergaul menjadikan ia banyak disukai oleh teman–teman maupun guru-gurunya. Dengan latar pendidikannya yang mengecap pendidikan barat dan timur, maka haji Djalal mampu menguasai setidaknya tiga bahasa asing yaitu Belanda, Inggris dan Arab.

***

Hal ini dapat dilihat dari buku–buku peninggalannya yang disumbangkan keluarganya untuk perpustakaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Bengkulu. Selain kitab-kitab hadis seperti Shahih Bukhari, Jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasai, kitab tafsir seperti Tafsir Ibnu ‘Arabi, Tafsir Ibnu Katsir, Baidawi bahkan Tafsir Zamakhsari, serta kitab perbandingan agama yang ditulis oleh Rahmatullah Al-Hindi berjudul Izharul Haq (semuanya berbahasa arab), ditemukan pula buku tentang pedoman untuk gerakan kepanduan yang ditulis oleh Baden Powel dalam bahasa Belanda.

Djalal menikah dengan Putri Demang di Bintuhan bernama Afifah binti M. Amin. Awalnya cinta mereka tak direstui karena besarnya rasa tidak suka sang Demang dengan Muhammadiyah. Namun karena sikap Djalal yang baik serta mampu menunjukkan tanggung jawabnya sehingga akhirnya Demang Muhammad Amin merestuinya. Dari pernikahan tersebut, ia dianugerahi 7 orang putra serta 1 orang putri.

Beliau wafat saat menghadiri Muktamar Tarjih di Malang pada tahun 1989. Jenazahnya dimakamkan di Jakarta. Ia dikenang sebagai tokoh kharismatis dan ulama yang teguh pendirian namun disisi lain moderat dan toleran dalam kehidupan beragamanya.

Baca Juga  Jakob Oetama: “Kompas”-nya Koran Kompas

Mengapa Harus Bengkulu?

Seorang peneliti bernama Guillaume Frederic Pijper pernah diutus oleh Kantoor Voor indlandsche Zaken, kantor penasihat urusan pribumi untuk meneliti tentang pembaharuan keagamaan di Bengkulu. Dalam laporannya Pijper menuliskan bahwa sifat masyarakat Bengkulu yang jarang merantau membuat sebuah kesimpulan bahwa Muhammadiyah tidak dibawa oleh penduduk pribumi, namun oleh orang-orang Minangkabau. Para perantau Minangkabau mendirikan sebuah perkumpulan pengajian bernama Muhibul Ihsan yang kemudian bermetamorfosa menjadi Muhammadiyah pada tahun 1928.

Jika mendasarkan pada penelitian Ahmad Najib Burhani yang berjudul “Muhammadiyah Jawa” akan tampak perbedaan corak keagamaan dan sikap para dai Muhammadiyah yang berasal dari Sumatera Barat dan yang berasal dari Jawa. Dai dari Sumatera Barat lebih rigid dan “syariah minded” dalam berhadapan dengan masyarakat sedangkan dai dari Jawa cenderung lebih fleksibel dan menghormati budaya masyarakat setempat. Apalagi masyarakat Minangkabau memiliki latar belakang sejarah yang penuh dengan perlawanan, perdebatan yang hangat, benturan terhadap kekuasaan kolonial dan kekuasaan tradisional.

Untuk mengurangi pengaruh dai dari Sumatera Barat, maka salah satu rekomendasi yang perlu dilakukan adalah mengirimkan dai-dai dari Jawa yang dinilai lebih sesuai dengan asas kooperatif yang dianut oleh Hoofdbestuur Muhammadiyah. Maka sejak itu gelombang pengiriman dai dan daiyah dari Jawa pun makin digiatkan. Djalal dinilai mampu untuk menjawab tantangan dakwah tersebut, maka tahun 1938 mulailah ia bertugas di Bengkulu.

Kiprah Djalal Suyuthie di Bengkulu

Secara formal, penempatan awal Djalal muda adalah di daerah Curup, sebuah daerah pegunungan yang sejuk pada tahun 1938. Setibanya di sana ia segera menjadi anggota Muhammadiyah Cabang Curup dengan stb no 20645. Tak lama kemudian, ia ditugaskan ke daerah pelosok Selatan Bengkulu, Padang Guci. Hal pertama yang dilakukan Djalal Suyuthie sebagai Dai Muhammadiyah adalah tidak secara frontal mengkritik kebiasaan masyarakat setempat yang dianggap sebagai bid’ah. Pendekatan dakwahnya pun penuh dengan toleransi dan moderat terhadap hal-hal yang bersifat khilafiyah di masyarakat.

Baca Juga  Dasron Hamid, Rektor Inovatif, Angkat Lagi Citra UMY yang Sempat Terpuruk

Kiprahnya di Muhammadiyah antara lain: Sekretaris Konsul Muhammadiyah Keresidenan Bengkulu tahun 1945-1952. Ketua Majelis HW Muhammadiyah keresidenan Bengkulu tahun 1953-1956, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah selama dua periode yaitu periode 1967-1974 dan periode 1974-1977 serta menjadi ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Curup pada tahun 1984-1986. Beliau juga aktif dalam Majelis Tarjih sehingga setiap Muktamar Tarjih selalu ia ikuti. Selain berkiprah dalam Muhammadiyah, pemuda dari Prambanan ini juga sempat terjun dalam dunia politik dengan menjadi anggota BPKNIP Keresidenan Bengkulu, anggota DPRD Bengkulu selama dua periode di tahun 1970 an.

***

Pendidikan adalah bidang yang tak bisa dijauhkan dari diri Djalal. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala SD/Wustha Muhammadiyah Simpang Tiga, kepala SD Muhammadiyah dan guru Madrasah Muallimin Muhammadiyah tahun 1943-1945 sebelum akhirnya menjadi Direktur Muallimin Muhammadiyah Bengkulu tahun 1945-1965 dan menjadi dosen tetap di STKIP Muhammadiyah Bengkulu tahun 1970 hingga 1973. Di akhir hidupnya ia sempat menjadi kepala SMA Muhammadiyah Curup tahun 1983-1984 dan pembantu direktur IV STKIP Muhammadiyah Bengkulu tahun 1986.

Pasca pensiun dari politik, Djalal Suyuthie kembali ke dunia yang membesarkannya. Ia kembali ke Muhammadiyah dan melanjutkan kembali pengabdiannya pada umat di bidang dakwah dan pendidikan. Ia pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Bengkulu, Wakil Ketua Musyawarah Perguruan Swasta (MPS) Provinsi Bengkulu, dan sebagai penasihat Yayasan Semarak dimana Universitas Semarak Bengkulu (UNSEB) bernaung serta ikut andil merintis Fakultas Syariah Yayasan Taqwa (YASWA) Bengkulu yang kelak menjadi cikal bakal UIN Fatmawati Bengkulu.

Editor: Soleh

Avatar
8 posts

About author
Direktur Sekolah Langit Biru. Anggota Muhammadiyah Bengkulu.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds