Pada hari Kamis, 10 September 2020, Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) menggelar webinar via aplikasi Zoom yang juga disiarkan di kanal Youtube JIB. “Mengenang Prof Abdul Malik Fadjar” adalah tema yang dibahas kali ini menyusul wafatnya tokoh yang dibahas tepat 3 hari sebelum webinar ini digelar.
Terdapat empat narasumber yang mengisi webinar kali ini, mereka ialah; Romo Mudji Sutrisno (Budayawan), Azyumardi Azra, CBE (Cendekiawan Muslim), Umar Hadi (Dubes RI di Korea Selatan), dan Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia). David Krisna Alka selaku salah satu penggagas JIB, menjadi host sekaligus pemantik diskusi tersebut yang selanjutnya akan dimoderatori oleh Tsani (IMM-JIB).
Saat Umar Hadi, selaku Dubes RI di Korea Selatan, mendapatkan sesi bicara, ia mengaku mendapat “berkah” karena sempat mendengar Pak Malik (panggilan akrab Abdul Malik Fadjar) saat sidang kabinet. Kala itu, Malik Fadjar menjadi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) acting Menko Kesra. Yakni antara rentang waktu Agustus 2001 hingga Oktober 2004.
“Saya dulu jadi tukang angkat-angkat tas menteri. Saya suka nongkrong di ruang audio. Karena saya pingin dengar orang pinter bicara (salah satunya Pak Malik). Saya itu fans boy-nya Pak Malik!” begitulah ujar Umar.
“Saya fans beliau (Pak Malik) karena kala itu beliau tokoh nasional yang bisa dibilang “WOKE” (bahasa gaul zaman sekarang yang sama maknanya dengan “sadar, simpatik, atau pengertian”,-pen)” imbuh Umar.
Menurut Umar, pandangan Malik Fadjar kala itu tentang multikulturlisme sudah sangat luar biasa. Selain itu, bagi Umar, pandangan Malik Fadjar tentang issu gender mainstreaming juga sudah begitu canggih.
“Pendapat beliau tentang pemimpin perempuan luar biasa. Bicara tentang climate change juga fasih. Padahal kala itu baru tahun 2002. Beliau juga suka cerita tentang kampanye sampah plastik. Padahal zaman dulu, belum ada yang kepikiran tentang itu” kata Umar.
Ketika Pak Malik Menggelisahkan Keadaan Muhammadiyah
Umar juga memberikan kesaksiannya tentang Malik Fadjar yang menggelisahkan keadaan Muhammadiyah kala itu.
Umar mengutip perkataan Malik Fadjar yang sampai saat ini masih ia ingat, “Beliau bilang ‘Muhammadiyah itu organisasi besar, tapi data dan digitalisasi belum menjadi pokok, bukan masuk menjadi pokok pembahasan’”.
Kata-kata itu, berdasarkan ingatan Umar, diucapakan oleh Malik Fadjar saat rapat di Menteng. Saat itu, kata Umar, Malik Fadjar banyak berbicara tentang digitalisasai Muhammadiyah, terutama untuk sektor Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
“Beliau punya kesadaran baru (WOKE), tak sekadar pemikiran maju tentang persyarikatan dan bangsa, tapi kemajuan tentang umat manusia. Kalau saja semakin banyak pejabat publik yang punya visi dan pemikiran yang sama dengan Pak Malik, maka Indonesia sangat cepat mendapat kemajuan” tutup Umar.