Akidah

Syarat Bahagia di Akhirat adalah Baik di Dunia

3 Mins read

Dunia Sarana Berbuat Baik Untuk Akhirat

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu yaitu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qashash; 77)

Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. Kita hidup di dunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, di mana semua ini harus kita cari dan kita usahakan.

Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya,  janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah, sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.

Upaya Menggapai Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Ayat di atas dengan jelas mengajarkan bahwasannya Allah memerintahkan umat Islam untuk selalu berusaha menggapai kebahagiaan akhirat, tetapi jangan melupakan kehidupan di dunia ini.

Meskipun kebahagiaan dan kenikmatan dunia bersifat sementara, tetapi, tetaplah penting, sebab dunia adalah ladangnya akhirat. Ayat tersebut juga mengajarkan kepada umat Muslim agar berbuat baik kepada sesama manusia, termasuk mereka yang non-Muslim.

Tidak ada larangan bagi umat Muslim berbuat kebaikan kepada non-Muslim, bertetangga, bergaul, bahkan bersahabat selama mereka tidak mengajak kepada hal yang berbau maksiat atau melarang umat Muslim beribadah.

Allah berfirman, Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Al-Mumtahanah; 8).

Baca Juga  Takdir dan Nasib, Apakah Punya Kesamaan Makna?

Dalam tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah, mengatakan bahwa, “Allah tidak akan melarang untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi agama kalian dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman kalian. Kalian diperbolehkan bersilaturrahim dengan mereka atau saling mengasihi sesama tetangga. Allah juga tidak melarang kalian memperlakukan mereka dengan adil. Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil dan membersihkan jiwa mereka. Maksudnya adalah Allah tidak melarang untuk mencintai mereka dan memperlakukan mereka dengan adil.”

Namun, Allah melarang orang-orang beriman yang menjadikan mereka, orang-orang kafir yang tidak bersedia hidup berdampingan secara damai. Yakni mereka yang memerangi karena faktor agama, tidak ada kebebasan, penghormatan terhadap yang berbeda keyakinan dan toleransi beragama.

Barangsiapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, karena kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan, maka mereka itulah orang zalim terhadap perjuangan Islam dan umat Muslim.

Dunia dan Seisinya untuk Manusia

Allah telah menciptakan dunia dan seisinya adalah untuk manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah juga telah menjadikan dunia sebagai tempat ujian bagi manusia, untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya, siapa yang paling baik hati dan niatnya.

Allah juga mengingatkan perlunya manusia untuk mengelola dan menggarap dunia ini dengan sebaik-baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya. Pada saat yang sama, Allah juga menegaskan perlunya selalu berbuat baik kepada orang lain, dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi.

Sebagai sarana hidup, Allah SWT melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi. Mereka boleh mengelola alam, tetapi untuk melestarikan dan bukan merusaknya.

Dalam sebuah perjalanan, Rasulullah SAW melihat seorang sahabat sedang mempermainkan seekor anak burung. Beliau lantas berkata, “Siapa yang menyakiti burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikanlah anak burung ini kepada induknya!” Begitu pun ketika beliau melihat sarang semut yang telah dibakar oleh para sahabat beliau. Rasulullah pun bersabda, “Siapa yang membakar ini?” Para sahabat menjawab, “Kami.” Beliau bersabda lagi, “Tidak boleh menyiksa dengan api, kecuali Rab pemilik api.” (HR Ahmad).

Baca Juga  Terorisme dan Islamofobia: Distorsi Peradaban Barat

Nabi Muhammad SAW memang seorang penyayang binatang sekaligus pelestari lingkungan. Beliau sangat tegas dalam memberikan teguran dan larangan terhadap hal-hal yang terkait dengan perusakan alam. Beberapa prinsip pelestarian alam dan teladan pelaksanaannya juga telah beliau berikan kepada kaum Muslim.

Cara Menjalani Kehidupan dengan Baik

Rasulullah SAW telah memberi tuntunan cara menjalani kehidupan dunia dengan baik dan benar menuju kehidupan akhirat yang abadi. Di antara tuntunannya diceritakan oleh Abdullah bin Umar ra. bahwa suatu ketika Rasulullah SAW memegang pundaknya lalu memberikan dua pesan.

Dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah SAW pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara.

Hadis ini diriwayatkan dan dicatatkan oleh banyak perawi di antaranya Imam Bukhari, al-Tirmizi, Ibn Majah, Ahmad bin Hanbal, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan al-Tabrani. Semuanya meriwayatkan hadis ini dari jalur yang sama dari Mujahid dari Abdullah bin Umar dari Nabi SAW.

Rasulullah berpesan agar supaya menyikapi kehidupan dunia dengan menjadi laksana orang asing atau menjadi pengembara yang melintasi suatu tempat. Orang asing adalah seseorang yang tidak memiliki rumah sendiri, tidak punya tempat tinggal sendiri, tidak punya negeri yang didiami secara pribadi.

Fisiknya berada di negeri yang asing, tapi hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Keberadaannya yang sementara di negeri asing dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berbuat baik sebagai bekal menuju ke kehidupan selanjutnya.

Ibnu Rajab berkata, “Dunia bagi orang beriman bukanlah negeri untuk menetap, bukan pula sebagai tempat tinggal. Orang bertaqwa memposisikan diri sebagai seorang garib (orang asing) yang tinggal sementara di negeri asing, lalu semangat mempersiapkan bekal dan amal untuk kembali ke negeri tempat tinggal sebenarnya.”

Baca Juga  Sejarah Singkat Puasa Ramadhan dalam Islam

Bagi orang yang beriman kepada Allah, tiada waktu yang boleh terlewat sedikit pun di dunia ini kecuali harus bernilai ibadah, baik ibadah yang bernilai ritual-vertikal maupun sosial-horisontal di hadapan-Nya. Setiap kegiatan yang dijalani harus bernilai ibadah, sehingga menjadi pengundang datangnya pertolongan Allah selama hidup di dunia maupun nanti di akhirat.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Guru ngaji di Pondok Aren, Bintaro, Jakarta Selatan.
Articles
Related posts
Akidah

Ragam Makna Iman dan Tauhid, Mana yang Lebih Tepat?

3 Mins read
Tauhid merupakan prinsip dasar iman di dalam Islam yang membedakan dirinya dengan segenap agama lain. Bahwa Allah itu esa, tidak berbilang, tidak…
Akidah

Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

4 Mins read
Semua agama di dunia ini mempunyai hal-hal yang dianggap suci (the Sacred), misalnya, kitab suci, nabi, dan lain-lainnya. The Sacred menurut M. Amin Abdullah, dalam bukunya Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin, merupakan Nonfalsifiable Postulated Alternate Realitie. Pada artian lain, disebut dengan hal yang tidak bisa dipermasalahkan, difalsifikasi, dan diverifikasi oleh siapapun.
Akidah

Kesadaran Beriman Orang-Orang Modern

3 Mins read
Di era saat ini, teknologi mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Kemajuan teknologi merupakan bukti dari keberhasilan sains modern. Namun, dibalik kemajuan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *