Perekonomian dunia tercekik oleh hadirnya organisme kecil, pandemi COVID-19, yang menjadi penyebab merosotnya pergerakan ekonomi. Pandemi COVID-19 muncul pertama kali di Wuhan, China, dengan data laporan oleh WHO pada tanggal 31 Desember 2019.
Pandemi COVID-19 menjadi pukulan mematikan (deadly punch) bagi berbagai sektor, salah satunya adalah ekonomi. Karena menjadikan sistematika tatanan dunia carut-marut. Indonesia merupakan salah satu negara terdampak, dan menuai berbagai pertanyaan besar bagi kita sebagai rakyat, atas kondisi perekonomian negara sekarang ini.
Sejak berlakunya kebijakan pemerintah berupa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merujuk pada UU 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Pemerintah juga merilis dua regulasi turunan, yaitu Peraturan Pemerintah tentang PSBB (PP nomor 21 tahun 2020) serta Keputusan Presiden tentang Kedaruratan Kesehatan.
Kebijakan tersebut, pengganti lockdown dengan tujuan meminimalisasi anjloknya ekonomi Indonesia, lantaran pemerintah menginstruksikan untuk tetap berkerja di rumah. Penulis pun memprediksi sebelum terbitnya tulisan ini, bahwa kebijakan PSBB 60% akan menuai kegagalan karena lambatnya penanganan pemerintah.
Pemerintah pusat dinilai ambigu dalam menerapkan peraturan karena saling bertabrakan disertai dengan begitu banyak pasal pengecualian, hal ini tentu salah satu penyebab PSBB tidak berhasil untuk menekan bertambahnya kasus jumlah COVID-19. Alhasil, Indonesia menjadi negara yang gagal menangani COVID-19.
Pro Kontra New Normal
New normal menurut Pemerintah Indonesia adalah tatanan baru untuk beradaptasi dengan COVID-19. Ketika itu, Achmad Yurianto selaku juru bicara penanganan COVID-19 menyampaikan dalam pers di kantor presiden pada bulan Mei 2020 lalu. Narasi yang dibangun yakni produktif di tengah pandemi COVID-19 dengan tatanan baru.
Pemerintah tidak seharusnya mencari jalan pintas untuk menerapkan new normal di tengah tingginya kasus wabah tersebut. Keputusan new normal dinilai kurang tepat, karena ibarat dua wajah, ada potensi untuk meningkatkan perekonomian, tapi ada risiko peningkatan kasus positif COVID-19.
Risiko terlalu besar, kalau harus berfokus terhadap dua peran tersebut, hal ini akan memicu ketidakstabilan yang berkepanjangan. New normal bisa diterapkan di wilayah yang sudah zona hijau, sehingga tidak menimbulkan gelombang kedua COVID-19.
Tanggal 22 Juli 2020, kasus positif COVID-19 bertambah menjadi 1.882. dengan penambahan tersebut, total positif COVID-19 menjadi 91.751. Itu artinya bukan sesuatu yang normal lagi, karena kasus Indonesia sudah melampaui kasus COVID-19 di China.
Bahkan, humor penceramah Ustaz Tengku Zulkarnain mengatakan bahwa, “Jika presiden Jokowi mencanangkan new normal saya mecanangkan new no-mall, belanja sama tetangga aja, kalau kita belanja sama tetangga, kalau kita mati, dia yang datang duluan, kalau saya langganan di mall, hutang aja nggak boleh, mati dia nggak datang.”
Hal tersebut menjadi sindiran terhadap kebijakan new normal yang lebih dulu membuka tempat perbelanjaan dibanding tempat ibadah yang masih belum mendapatkan izin buka waktu itu. Banyak kalangan masyarakat juga menilai pembukaan tempat seperti mall justru akan menambah penyebaran COVID-19 lebih parah lagi.
Memburuknya Ekonomi Indonesia
Pada masa pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut tersendat, lantaran mandeknya siklus normal turbin ekonomi. Turbin ekonomi bangsa ini terletak pada kelas menengah yang sangat penting untuk peluang potensi pembangunan, dan menyongsong ke posisi negara berpenghasilan tinggi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada level aman.
Akan tetapi, kelas atas dan bawah juga memiliki peranan dalam menjaga perkembangan ekonomi Indonesia. Kalau kita meninjau piramida kelas sosial menurut status ekonomi, maka ketiganya, dari kelas atas, menengah, dan bawah memiliki peranan masing-masing dalam perspektif ekonomi.
Ekonomi Indonesia menjadi perhatian yang sangat serius, mengingat COVID-19 sangat memupuskan harapan stabilnya perekonomian Indonesia. Usaha dalam negeri pun terganggu akibat supply bahan baku usaha, sehingga memengaruhi produksi, yang berimbas pada pendapatan.
Pada masa COVID-19 juga, banyak perusahaan di berbagai penjuru negeri ini terkena PHK lantaran perusahaan mengalami penurunan pendapatan, akibatnya tidak mampu membayar beban gaji karyawan.
Lemahnya ekonomi tersebut berimbas pada penerimaan pajak oleh pemerintah, terutama pada sektor perdagangan. Pajak sebagai budgeter, berfungsi sebagai salah satu supply dana dalam pembangunan, dalam pemerintahan pusat, maupun daerah.
Sektor perdagangan Indonesia harus menelan pil pahit bersama negara-negara ASEAN. Lantaran, negara tujuan ekspor pun sedang terbelenggu juga oleh pandemi COVID-19, yang berakibat menurunnya penawaran akan komoditi yang diekspor.
Indonesia dilanda pilu mengenai kasus COVID-19 yang kian hari meningkat, bahkan melampaui negara yang berjuluk tirai bambu, alias China. Menuai pro dan kontra, ketika COVID-19 meningkat, pemerintah menerapkan kebijakan new normal demi dan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari jurang resesi.
Fakta berdasarkan pernyataan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan tahun ini, ia mencatat bahwa pendapatan negara sebesar Rp. 811,2 triliun. Tumbuh negatif 9,8% dibandingkan periode tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp. 1.699,9 triliun. Hal itu dipengaruhi oleh faktor pendapatan pajak tahun ini yang turun drastis.
Dilansir dari detik.com pada tanggal 23 Juli 2020, bahwa negara Korea Selatan resmi resesi pada kuartal II tahun ini, karena ekonomi Korsel menyusut -3,3%. Hal itu disebabkan karena anjloknya ekspor akibat pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran COVID-19. Sedangkan, ekonomi Indonesia juga dihantui jurang resesi dengan pertumbuhan ekonomi saat ini dipastikan minus.
Kolaborasi Adalah Sumber Kekuatan untuk Memajukan Bangsa
Perekonomian Indonesia bisa hancur dan tumbuh tergantung dengan subjek pembangunan itu sendiri. Menjadi catatan dan pelajaran berharga, dari pandemi COVID-19 untuk peradaban manusia ke depannya, berkolaborasi adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kemajuan bangsa, sebagai refleksi bagi tatanan kehidupan umat manusia.
Ulurkan tangan, yakin kita bisa menghadapi ini semua, kita kuat karena kita saudara. Seyogyanya, kita sebagai umat manusia siap untuk menghadapi segala ujian, belajar dari sejarah, belajar dari pengalaman untuk kehidupan yang lebih baik.
Editor: Lely N