Sebelum membahas mengenai keselamatan seorang muslim, perlu kita sepakati satu hal. Bahwa setiap manusia mempunyai sisi kebaikan dan keburukan dalam dirinya. Oleh karenanya orang memiliki kelebihan dan kekurangan, dan itu merupakan hal yang wajar. Tidak semua anak Adam selalu berdosa dan tanpa dosa, maka yang menjadi kunci atau titik berat keselamatan muslim terdapat setidaknya pada empat hal. Mulai dari hati, pikiran, ucapan, dan juga sikap atau perilaku.
Terkadang orang menyimpulkan kebaikan ataupun keburukan orang dari empat hal tersebut. Namun pastinya ada latar belakang atau faktor terjadinya suatu sikap dan ucap itu. Kadang juga orang menilainya pada satu titik saja, kemudian menganggap semua aspek sama dan itu hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Keselamatan dari Hati
Setiap manusia mempunya hati, dimana didalamnya bersemayam berbagai macam hal, termasuk keimanan. Sering kita dengar kalimat “tidak punya hati” ditujukan kepada orang yang berbuat kejahatan. Namun perbuatan terkadang tidak sesuai dengan keinginan hati, bisa jadi karena hal lain.
Dalam bahasa Arab, hati adalah qolbu. Dimana ini memiliki dua makna didalamnya. Yang pertama, inti dan kemuliaan sesuatu. Seorang manusia dikatakan memiliki qolbu karena di dalam dirinya terdapat sesuatu yang paling inti dan mulia. Lalu yang kedua, sesuatu yang bisa terbolak-balik dari satu arah ke arah yang lainnya, jadi tidak dinamakan qolbu kecuali karena ia sering bolak-balik (taqallub).
Dalam Al Quran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. al-Hajj [22]: 46).
Jadi hati adalah pusat dari segala reaksi, sehingga segala sesuatu yang diucapkan dan dilakukan berasal dari kata hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَلآ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلآ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sungguh di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah kalbu (jantung).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga jelas, apa yang ada di hati kita menjadi ‘penggerak’ mulut kita berucap, dan tubuh kita dalam bertindak. Maka untuk menjaga kesehatan hati agar terhindar dari sifat buruk adalah dengan selalu mengingat Allah dengan sabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.
Pikiran sebagai Filter
Selain hati, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan bekal kepada manusia berupa otak untuk berfikir. Kurang lebih ada 71 ayat yang ber-tag perintah untuk berfikir dalam Al Qur’an. Salah satunya pada Surah Al Baqarah ayat 219 yang berbunyi,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
Sehingga otak, akal, atau pikiran menjadi hal penting dalam memfilter sikap dan ucap manusia. Apalagi akhir-akhir ini sering sekali kita dengan ungkapan “akal sehat”, dimana akal sehat dapat menghasilkan pola pikir (mindset) yang rasional pula, termasuk dalam beragama. Beberapa waktu terakhir dikala pandemi COVID-19 merubah berbagai aspek, salah satunya dalam hal beribadah.
Dimana banyak fatwa ataupun surat edaran terkait tuntunan ibadah dimasa pandemi, dengan berbagai macam reaksi tentunya. Ada yang patuh, ada juga yang mengambil kesimpulan sendiri. Padahal, beribadah bukan hanya dengan mengikuti kata hati atau perasaannya sendiri, namun juga harusnya dengan berpikir logis dengan dasar ilmu. Sehingga keduanya berperan menjaga rasionalitas dan keimanan, karena akal dan hati adalah kunci dari setiap tindakan ataupun ucapan dari manusia.
Ucapan dan Sikap
Ketika hati dan pikiran sudah berpadu kemudian menghasilkan sebuah ucapan ataupun tindakan, maka manusia bisa dikatakan selaras. Tak jarang kita sering melihat dan mendengar seseorang berucap, namun kemudian berbeda dalam tindakannya. Maka, dalam agama Islam hal tersebut termasuk kedalam kategori munafik. Padahal segala bentuk perbuatan dan perkataan, tergantung dari niatnya, dan niat terletak dalam hati.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
Jadi, posisi hati menjadi yang mendasar dari setiap ucap dan laku, kemudian akal (pikiran) menjadi filter agar tindakan serta ucapan tetap rasional (masuk akal). Keempat hal inilah menjadi titik atau kunci dari setiap akhlak manusia. Sehingga keempatnya sangatlah penting dan harus selaras, seimbang, dan saling terkait. Hati yang menjadi letak keimanan dan niat dari setiap perbuatan dan perkataan, akan tetap berjalan dengan baik ketika ada pikiran yang sehat sebagai kontrol.
Keselamatan Seorang Muslim
Maka, manifestasi dari apa yang ada didalam hati dan pikiran, dapat kita lihat dari perkataan dan perbuatan seseorang. Sehingga kita ketika melihat atau menilai seseorang jangan hanya dari luarnya (ucapan atau tindakan) saja. Karena bisa jadi niat yang ada dalam hatinya berbeda. Atau bisa jadi perkataan dan kelakuan jauh dari apa yang sebenarnya ada di pikiran oleh orang tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah mengingatkan kita untuk berhati-hati, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi,
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا ۚ فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. Al Maidah [5] : 92)
Berhati-hati dalam artian tidak su’udzon (buruk sangka) terhadap orang lain, tetapi berhati-hati yang dimaksud adalah waspada. Dimana waspada merupakan sikap siaga akan kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita inginkan. Sedangkan buruk sangka atau su’udzon merupakan sikap yang selalu mencurigai orang lain tanpa dasar atau alasan yang masuk akal. Dalam Hadits dinyatakan,
احْتَرِسُوا مِنْ النَّاسِ بِسُوءِ الظَّنِّ . رواه الطبراني
“Jagalah diri kalian dari manusia dengan kewaspadaan”. (HR.Thabrani)
Oleh karena itu, keselamatan muslim dunia dan kelak di akhirat ada pada empat hal tadi, yakni hati, pikiran, perkataan dan perbuatan. Maka, dengan hati yang selalu ingat dan beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian pikiran yang jernih dari akal yang sehat, lalu diwujudkan dengan perkataan yang baik dan tidak menyakiti hati orang lain.
Melakukan perbuatan (amalan) yang bermanfaat bagi dirinya dan juga sesamanya, akan mengantarkan pada keselamatan muslim dalam kehidupan di dunia yang penuh dengan fitnah ini. Selain itu juga akan menjadi salah satu keselamatan kita kelak di akhirat. Aamiin.
Editor: Sri/Nabhan