Perspektif

Fenomena Garam Ruqyah: Hati-hati dengan Penjual Agama di Media Sosial

3 Mins read

Media sosial saat ini khususnya di TikTok sedang ramai mengenai persoalan garam ruqyah, garam yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan manusia menjadi trending di jagad maya. Bagaimana tidak, garam ini sedang diperjual belikan di TikTok dengan capaian pembeli sekitar 10rb pembeli dengan harga 72.000.

Bukan hanya di TikTok shop saja, tetapi di olshop lain juga memiliki harga yang tinggi salah satunya di Shopee dengan harga 55.000 dan sudah terjual lebih dari 10rb juga. Belum di platform olshop lainnya yang mungkin nilainya lebih tinggi juga.

Fenomena garam ruqyah ini bagi sebagian orang dianggap sebagai permasalahan, mengapa? Dikarenakan janji-janji atau iming-iming yang diberikan cukup tidak masuk akal. Bagaimana bisa ketika ada seseorang terlilit hutang lalu mandi dengan garam ruqyah seketika hutangnya lunas. Ketika ada pasangan kasar, jika mandi dengan garam ruqyah maka akan menjadi harmonis.

Penyelesaian permasalahan yang tidak masuk akal ini dengan menggunakan garam, perlu dibahas dan dikaji secara khusus agar umat Islam tidak terhasut atau terbawa arus dengan adanya hal semacam ini. Jangan sampai makin banyak pembeli, tetapi banyak juga yang rugi, dan yang untuk hanya penjualnya saja.

Takhayul Masih Melekat di Masyarakat

Sudah menjadi hal yang umum, jika masyarakat Indonesia masih percaya akan yang namnanya takhayul. Hal ini masih dianggap relevan, mengingat hampir sebagian masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa mempunyai cerita-cerita mistis mengenai benda-benda atau bangunan-bangunan yang dianggap mempunyai kekuatan tertentu, seperti keris, jimat, dll.

Fakta bahwa hal tersebut tidak bisa dibantah dikarenakan masyarakat Indonesia masih mempertahankan cerita itu dan diceritakan ke anak dan cucunya. Penulis teringat apa yang ditulis oleh Mochtar Lubis (1977) dalam bukunya Manusia Indonesia, “Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua”.

Baca Juga  Covid-19 : Peta Sejarah Pandemi Mematikan Menyerang Indonesia

Adanya kisah-kisah takhayul tersebut tidak bisa terlepas dari kepercayaan masyarakat tempo dulu, masyarakat yang memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme menyebabkan hal-hal yang bersifat takhayul masih melekat sampai saat ini. Terlepas dari penyebab yang ada, beberapa faktor seperti pendidikan dan peran ulama dalam memberikan rasionalitas terhadap masyarakat masih sangat minim.

Pendidikan di Indonesia yang cenderung dogmatis menjadi salah satu penyebab mengapa masyarakat kita masih terkukung dalam takhayul. Begitu juga dengan realitas masyrakat, mistifikasi yang terjadi pada masyarakat kebanyakan terjadi akibat peran ulama yang tidak tuntas. Padahal Islam sendiri merupakan agama rasionalitas, sehingga dalam setiap prakteknya selalu ada rasionalitas di dalamnya.

Dengan adanya hal tersebut, gerakan demistifikasi perlu digaungkan, menurut Kuntiowijoyo (2006) demistifikasi adalah sebuah gerakan inteletual yang berorientasi untuk menghubugkan teks ke konteks. Pola pikir yang terjadi khusunya masyarakat agraris, menyebabkan hal-hal yang bersifat mistik masih merajalela salah satunya mistik penalaran.

Selaras dengan Tan Malaka, pola pikir tersebut dinamai dengan sebutan logika mistika. Yaitu ketika manusia cenderung berpikir dengan menganggap segala sesuatu disebabkan oleh pengaruh roh atau hal-hal gaib. Dengan pola pikir seperti itu menyebabkan masyarakat kita sulit untuk menerima hal-hal yang bersifat rasional, justru lebih cenderung hal yang bersifat mistis lebih diterima.

Kecenderungan berpikir secara irasional pada akhirnya menjadikan kemunduruan bagi masyarakat tersebut. Apalagi fenomena garam ruqyah, banyaknya masyarakat yang mempercayai dan membeli adalah tanda bahwa berpikir secara irasional masih diterapkan dilingkungan kita.

Jualan Agama Lebih Menguntungkan

Apa yang membedakan garam biasa dan garam ruqyah? Jikalau garam biasa seharga 10 rb, sedangkan garam ruqyah seharga 55 rb. Lantas apa kelebihan dari garam ruqyah ini? Menurut penelusuran yang penulis dapatkan, bahwa garam ruqyah ini mampu menghilangkan aura negatif serta mengusir jin di tempat-tempat angker.

Baca Juga  Menag Yaqut: Hukum Penista Agama Apapun di Indonesia!

Bahkan di media sosial tertulis bahwa garam ruqyah dapat melunaskan hutan dan bisa menjadikan hubungan rumah tangga lebih harmonis. Dampak yang sangat diinginkan banyak orang pastinya, mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang terlilit hutang dan banyaknya angka perceraian saat ini.

Jika permasalahan tersebut dapat diatasi dengan garam ruqyah, mungkin bisa diterapkan pada skala pemerintah Indonesia. Dengan rasio hutang negara yang cukup besar, seluruh kabinet pemerintah saat ini perlu mandi ruqyah, agar hutang negara dapat dilunasi. Bukti bahwa masyarakat kita masih sangat mudah dibohongi adalah dengan adanya tulisan arab atau sebutan arab dalam setiap produk.

Penulis mengutip apa yang dicantumkanpada situs NU Online dengan judul “Air Bercampur Garam Ruqyah, Apakah Bisa Dipakai Bersuci?”. Dalam tulisan itu dijelaskan bahwa garam ruqyah adalah garam dapur yang dibacakan ayat-ayat Qur’an dan doa-doa tertentu sebagai saranan pengobatan.

Tertulis dengan jelas bahwa garam ruqyah merupakan garam yang dibacakan ayat-ayat Quran sebagai sarana pengobatan. Bukan malah kita membeli garam yang disebut garam ruqyah tetapi tidak jelas asal usul yang mendoakan siapa. Praktek jual beli agama ini menandakan bahwa masyarakat kita masih memiliki mental yang inferior.

Perlu diketahui bahwa mental inferior adalah ketika seseorang merasa dirinya rendah diri dan menganggap orang lain mempunyai nilai yang lebih tinggi. Apakah masyarakat Indonesia kebanyakan seperti itu? Jawabannya adalah iya. Dengan masyarakat membutuhkan garam ruqyah saja dan dalam kemasan tersebut tertera bahasa arab serta tokoh dari Arab, langsung menganggap bahwa garam itu adalah suci.

Renungan Bersama

Terkukungnya masyarakat dari belenggu kebodohan sudah harus dihilangkan, mau sampai kapan kita dibodohi dengan simbol yang berbau agama. Gerakan yang bersifat rasionalitas harus mampu menjadi pelopor demistifikasi, walaupun menurut penulis proses tersebut akan memakan waktu yang cukup lama, tetapi hal tersebut harus dimulai oleh golongan pemuda.

Baca Juga  Pendekatan Filosofis dalam Kajian Agama

Mental Inferior yang melekat pada masyarakat Indonesia sejatinya merupakan dampak dari adanya penjajahan di zaman dulu. Sehingga hal tersebut masih dipraktikan sampai saat ini, jika hal tersebut masih dipertahankan, maka ketika ketemu bule kita akan selalu minder dan selalu membanggakan mereka. Padahal, Indonesia mempunyai ciri khas dan nilainya tersendiri.

Editor: Soleh

Avatar
5 posts

About author
Mahasiswa Prodi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Paradoks: Salah Kaprah Memaknai Glorifikasi dan Kesederhanaan

4 Mins read
“Tempat paling berbahaya adalah tempat yang paling aman.” Kalimat di atas merupakan contoh sederhana untuk mengerti bagaimana atau apa itu paradoks. Secara…
Perspektif

Teknologi dan Inovasi Digitalisasi Pendidikan

4 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi pendidikan di Indonesia telah mengalami lompatan besar, terutama berkat berbagai inovasi yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,…
Perspektif

Pendidikan Muhammadiyah untuk Semua

4 Mins read
Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam perjuangan dakwahnya. Salah satu momen penting dalam sejarah perjalanan ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds