Festival HAM – Di tengah dunia sedang berharap-harap cemas akan kesepakatan para pemimpin di dunia untuk memastikan bumi lestari bagi masa umat manusia dan generasi berikutnya, bulan Nopember adalah saat yang tepat untuk membahas sampai dimana Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Meski Hari HAM jatuh pada bulan Desember, tetapi persiapan dan hal-hal penting akan berlangsung pada bulan Nopember.
Sejak 10 tahun terakhir, disamping Korea Selatan, hanya di Indonesa setiap tahun diselenggarakan acara Festival HAM yang bersifat nasional dan tahunan, dan hasil kolaborasi antara pemerintah, lembaga HAM dan organisasi masyarakat sipil. Tahun ini acara tersebut akan diadakan di Kota Semarang. Pada tanggal 16-19 Nopember 2021.
Acara ini bertema “Bergerak Bersama Memperkuat Kebhinekaan, Inklusi dan Resilensi”. Keberagaman adalah kekuatan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama. Inklusi untuk memastikan pembangunan Indonesia dengan mempertimbangkan kelompok rentan dan minoritas. Serta resiliensi sebagai harapan di tengah pandemi COVID-19.
Mengapa Kota Semarang? Sebuah Panel dari Komnas HAM, INFID dan Kantor Staf Presiden (KSP) memilih Kota Semarang. Pilihan itu atas tiga kriteria. (i) Kota Semarang telah memiliki catatan yang baik misalnya adanya Perda Disabilitas dan ijin bagi gereja yang selama 20 tahun tertunda berdiri.
(ii) Semarang menunjukkan semangat dan kemauan kerja nyata untuk terus meningkatkan kulitas layanan publiknya dan terpilih menjadi wakil Indonesa dalam Local Open Government, mewakili Indonesia bersama 4 kab kota lainnya. (iii) kesiapan teknis Semarang dalam mengadakan acara besar dengan Prokes yang baik.
Festival HAM
Festival HAM kali ini merupakan kegiatan ke-6 sejak dimulai tahun 2013-2014. Peserta akan terdiri dari dua pihak. Mereka yang sudah menjalankan Kabupaten-Kota HAM dan mereka yang tertarik dan hendak mengadopsinya.
Direncanakan Pemerintah Kota Semarang akan menyiapkan sedikitnya 1000 akomodasi bagi peserta. Mereka terdiri dari wakil kab dan kota se Indonesia, akademisi. NGO, lembaga-lembaga donor dan mitra kerja Komnas HAM dari Asia
Di samping wadah untuk showcase praktik-praktik baik sesuai HAM, festival juga menjadi wadah bagi pertukaran ide dan pengalaman dari berbagai kabupaten-kota di Indonesia. Tidak saja terbatas kepada kota-kab di Indonesa. Beberapa kota kota Internasional juga akan ambil bagian.
Ada 3 cara Festival HAM memperkuat capaian pemajuan HAM di Indonesia. Pertama, menampilkan kabupaten-kota yang menjadi pelopor atau champion dalam pemajuan HAM di level kabupaten-kota. Karena di Indonesia masih sangat sedikit wadah yang berupaya untuk mendorong dan menampilkan capaian-capaian itu.
Kedua, memperluas pendukung-stakeholder pemajuan HAM di Indonesia dari berbagai jurusan sesuai kemampuan semua pihak. Tugas Komnas HAM akan sangat terbantu jika lebih banyak pihak semakin menhormati HAM. Semakin sedikit pelanggaran. Kemajuan HAM hanya dapat diraih melalui reform from above (Komnas HAM) dilengkapi dengan dorongan dan praktik-praktik nyata dari bawah (reform from below)
Ketiga, mengakui dan memajukan pendekatan lintas bidang dan lintas tema dalam pemajuan HAM. Artinya, HAM bukan terbatas kepada peran pemerintah pusat, tetapi juga kepada peran Pemda. Kesetaraan dan perlindungan Hak Asasi Perempuan (HAP) penting. Demikian juga dengan Hak Disabilitas dan bagaimana setiap kota menjaga toleransi dan kebebasan beragama melawan paham-paham ektrems-kekerasan. Dengan singkat, Festival Ham merawat tiga hal penting bagi tamansari HAM: Narasi, Aktor dan Momentum.
Mengapa Hak Asasasi Manusia
Hak Asasi Manusia, sebagai kebijakan pemerintah dan sikap warga, akan terus relevan dan bahkan semakin relevan. Karena masih terdapat kelompok warga yang belum dilayani dan dilindungi dengan martabat dan kesetaraan, meski capaian pembangunan selama 10 tahun terakhir tidak diragukan.
Faktanya, dunia semakin kaya dan jumlah superkaya semakin meluas, kesepakatan pembangunan, SDG, yang disahkan PBB tahun 2015, menyatakan ukuran terpenting bagi pembangunan di semua negara hanya satu yaitu: tak seorang pun tertnggal. no one left behind.
Di AS, negara dan kelompok warga masih terus berikhtiar agar rasisme berhenti. Segala daya sudah dikerahkan melalui regulasi, beasiswa pendidikan dan kebijakan afirmasi dalam lapangan kerja dan lainnya. Namun, masalahnya bukan di regulasi tetapi pada sikap orang per orang. Di Eropa berbagai pemerintah dan kota kota masih berjuang agar hak asasi manusia dan kesetaraan layanan publik dapat dinikmati oleh kelompok imigran dan pengungsi.
Tidak terkecuali Indonesia. Bahkan, Indonesia punya alasan lebih kuat. Yang utama, adalah dari karakter Indonesia sendiri yang terdiri dari suku dan agama yang beragam. Nation building yang kuat mengharuskan Indonesia terus menerus merawat kebhinekaan itu. Benar bahwa Nation building memerlukan alat-alat sarana dan prasaranan yang memadai, yang menyambungkan pulau pulau besar dan pulau kecil.
Namun, Nation bulding juga memerlukan tindakan kolektif, kebijakan dan institusi, yang membuktikan bahwa semua orang dilindungi, semua orang dilayani, lepas dari suku dan agamanya. Sesuatu yang tidak nampak. Tetapi akan dirasakan sepanjang hayat oleh warga tersebut.
***
Redormasi tahun 1998 ternyata berdampak luas, yang terjadi ternyata bukan hanya perubahan rejim politik. Perubahan-perubahan kualitatif berskala luas- etis telah mengalir mewujudkan semangat dan jiwa UUD 45 dan Pancasila. Yang pertama layak dicatat adalah Kebijakan Presiden Gus Dur yang menghapus diskriminasi warga Tionghoa. Ini merupakan lompatan peradaban bagi Indonesia dan buah manis masa reformasi sekaligus bukti bahwa Indonesia bisa memajukan Hak asasi manusia.
Kedua, adalah lahirnya UU HAM tahun 1999 dan Pendirian Komnas HAM (1993). Meski merupakan konsesi dan kompromi politik, akan tetapi sejilid regulasi dan sebuah lembaga itu terbukti menjadi “macan sosial” yang berdampak luas ke tingkat warga dan seluruh NKRI. Sejak itu, setiap warga Indonesia bukan saja memiliki kata-kata tetapi juga lembaga yang siap membela dan melindungi warga yang terlanggar haknya.
Ketiga, adalah UU SJSN, tahun 2004, yang memberi tanda bahwa sejak masa itu, setiap jiwa di Indonesia, laki laki perempuan, tua muda, kaya-miskin, berhak memperoleh dan menikmati atas jaminan sosial dan kesejahteraan dalam bentuk Jaminan Kecelakaan kerja, Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua dan sebagainya, melalui penyelenggaraan jaminan sosial untuk semua warga, bukan hanya alat negara dan pekerja perusahaan. Meski harus menunggu hingga tahun 2011, akhirnya manfaat Jamsos Indonesia menjadi nyata dan dirasakan warga. Dengan semua kelebihan dan kekurangannya.
Ukuran Kemajuan
Seorang anak di Sulawesi yang diselamatkan oleh Polisi dan Dinas Sosial dari perlakuan kejam ayahnya bukan saja memulihkan kebebasan satu orang warga tetapi kebebasan seluruh generasi. Masa depannya dibebaskan dari belenggu tirani sehingga ia akan memiliki kesempatan untuk berkembang dan besar sesuai bakat bakatnya. Setidaknya segawai warga tanpa dendam dan tanpa luka batin.
Seorang Ibu pedagang di pasar di Medan yang dilindungi dari perlakukan semena-mena kelompok preman bukan saja tindakan penegakan hukum tetapi juga pemajuan HAM bagi kelompok lemah dan rentan. Dan seorang pegawai muda di sebuah lembaga negara di Jakarta yang akhirnya memperoleh keadilan dari pelecehan seksual akan membentuk penghargaan kepada peran negara dan kepercayaan kepada sesama.
Daftar ini tentu bisa ditambah: kasus-kasus perusahaan mempekerjakan pekerja pada jam kerja yang tidak manusiawi, perusahaan membuang limbah sehingga penduduk dan mata air tercemari. Oknum polisi dan satpol arogan masih banyak terjadi. Pada intinya, semakin modern masyarakat, kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi manusia akan terus terjadi. Baik oleh aparat negara, kelompok warga dan perusahaan.
***
Benar, Hak Asasi Manusia tidak bisa melindungi orang per orang dari mara bahaya dan pelanggaran HAM, karena kualitas pemerintah, kualitas penegak hukum dan sikap warga secara umum. Tetapi HAM akan manjamin hak haknya dipulihkan dan memungkinkan warga menyusun hidup kembali.
Demikianlah, sesuatu yang tidak nampak namun dirasakan akan membentuk pengalaman hidup orang per orang. Itu semua untuk memastikan agar masa depannya lebih baik dari masa lalu. Agar segala nasib setiap anak anak dan kaum muda Indonesia tidak semata mata diserahkan kepada resiko sosial dan keacakan hidup.
Sehingga tidak salah jika ukuran kemajuan bangsa adalah bukan saja seberapa tinggi angka ekspor-impor dan jumlah gedung, tapi juga seberapa tinggi derajat martabat manusia, dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga sudah dijamin.
Akhirnya, itulah mengapa pekerjaan memajukan dan membela Hak Asasi Manusia tidaklah hanya pekerjaan dan tugas Jakarta tetapi juga tugas Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo, Kota Bogor, Kabupaten Bjonegoro, Kabupaten Jember, Kabupaten Lampung Timur, Kota Palu dan seterusnya.
Editor: Yahya FR