Review

Menggapai Bahagia dengan Filosofi Teras

3 Mins read

Kehidupan sehari- hari yang penuh dinamika dan hal- hal yang tidak terduga secara instens memberikan stimulus pada kita untuk bersikap. Beruntungnya jika yang datang adalah hal- hal baik ataupun yang kita inginkan. Maka secara normatifnya kita akan bahagia atau nampak ada segurat senyum di wajah kita.

Namun, namanya juga hidup, kadang yang datang tak semua bisa seperti yang kita inginkan. Sudah menjadi keumuman pula jika harapan dan keinginan manusia adalah untuk hidup bahagia.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, agama yang sempurna, dan agama yang logis, memperlihatkan bagaimana fitrah manusia untuk selalu ingin hidup bahagia.

Imam Asy Syafi’i berkata pula, “Siapa yang ingin dunia, wajib baginya memiliki ilmu. Siapa yang ingin akhirat, wajib baginya pula memiliki ilmu.”

Maksudnya adalah ilmu sangat dibutuhkan untuk memperoleh dunia dan akhirat. Berdasarkan hadis di samping, artinya kita jika ingin memperoleh kebahagiaan atau sederhananya apapun yang kita inginkan, haruslah dengan ilmu atau pengetahuan.

Buku Filosofi Teras, Sebuah Filsafat Untuk Masa Kini

Salah satunya agar kita bisa menjalani hari dengan positive vibes atau energi positif, maka penulis pernah membaca sebuah buku yang berjudul, Filosofi Teras, Sebuah Filsafat Untuk Masa Kini karya Henry Manampiring.

Isinya kurang lebih membahas tentang bagaimana kita bisa mengolah diri untuk bersikap yang bijak agar kita terbebas dari kesengsaraan batin. Yang mana, bisa jadi adalah karena kekeliruan rasio atau nalar kita sendiri.

Kisah Zeno, Penemu Filosofi STOA

Sekitar 300 tahun sebelum masehi, Zeno (penemu filosofi STOA) sedang sedang menaiki kapal dan membawa barang dagangannya menuju Pheiraeus dari Phoenicia. Malangnya, kapalnya karam dan ia terdampar di Athena.

Baca Juga  George Orwell: Mengais Hikmah di Kehidupan Gelandangan

Di situ, ia mengunjungi toko buku, dan tertarik dengan buku-buku filsafat. Lantas, ia bertanya kepada penjual buku tersebut untuk dapat menemui para penulis nya.

Lalu, ditunjuklah Socrates yang “kebetulan” lewat lalu Zeno mengikutinya. Dan singkat cerita Zeno pun banyak belajar dari para filsuf yang berbeda.

Kemudian ia mengajar filosofinya sendiri di sebuah teras berpilar (STOA, dalam bahasa Yunani). Maka para pengikutnya disebut dengan kaum STOA. Filosofi ini dari Zeno kemudian diadopsi oleh beberapa filsuf lain sehingga menjadi lebih berkembang dan tersebar ke berbagai kalangan dan zaman.

Mengapa ajaran yang ada di dalamnya masih saja relevan dengan zaman sekarang? Karena esensinya tidak jauh dari perilaku manusia itu sendiri yang mana akan terus berulang sebagaimana sejarah.

Sehingga, apa yang terjadi dan pernah terjadi atau yang akan terjadi di masa yang akan datang, ialah proses pengulangan momen dari masa lampau. Di dalamnya terdapat beberapa prinsip di antaranya yaitu: dikotomi kendali, hidup selaras dengan alam, mengendalikan interpretasi dan persepsi.

Dikotomi Kendali

Dikotomi kendali artinya yaitu memisahkan menjadi dua terhadap kendali. Maksudnya ialah menurut stoisme, semua hal yang terjadi dalam hidup ini terbagi menjadi dua macam.

Yakni hal atau sesuatu yang berada di dalam kendali kita dan hal atau sesuatu yang berada di luar kendali kita. Di antaranya yang berada di dalam kendali kita adalah opini, keputusan, pikiran, perasaan, keinginan, dan sebagainya yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Adapun yang berada di luar kendali kita ialah segala sesuatu yang di luar pikiran dan tindakan kita.

Prinsip kedua adalah hidup selaras dengan alam. Bagaimana kita selalu sadar bahwa apa yang terjadi di dunia ini tidak dapat terjadi secara kebetulan. Bahkan peristiwa sepele kita menginjak tai ayam pun adalah suatu rentetan peristiwa yang panjang.

Baca Juga  Buku Membuat Orang Menjadi “Berbahaya”

Mulai dari yang mungkin saja pencernaan si ayam sedang tidak baik- baik saja karena makanan yang diberi majikannya hanya ala kadarnya, karena sang majikan sedang tidak punya uang untuk membeli pakan ayam tersebut misalnya.

Sehingga, filosofi ini mengajarkan kepada kita untuk paham akan istilah dan hakikat amorfati atau menintai nasib (apa yang terjadi) sekarang. Baik-buruknya peristiwa yang kita alami adalah pilihan dari kita untuk menilainya.karena sejatinya mereka semua (peristiwa- peristiwa) sifatnya adalah netral. Dari situ, kita juga belajar untuk mengendalikan interpretasi (penilaian) terhadap hal- hal yang sedang menimpa kita.

Filosofi Teras di Masa Pandemi

Apalagi di masa pandemi seperti ini, maka filosofi teras bisa kita terapkan dengan melihat fenomena Covid-19 sebagai sesuatu hal yang dapat dan tidak dapat kita kendalikan. Maksudnya yaitu, kita tahu bahwa Covid- 19 adalah bukan kuasa kita. Namun, kita bisa mencegah dan menghindari penularannya sampai kepada kita dan orang- orang yang tersayang.

Jika kita bisa memahami prinsip daripada STOA ini, pada kasusnya adalah keputusan mahasiswa aktivis dengan mahasiswa kupu- kupu (kuliah pulang, kuliah pulang) adalah bergantung interpretasi dan persepsi dari pribadi masing-masing mahasiswa tersebut terhadap apa yang ia dapatkan di perkuliahan.

Akankah menjadi baik atau buruk interpretasinya adalah kuasa kita, dan pandangan atau persepsi yang ingin dibangun hendaklah yang membawa pada spirit positif. Karena inti dari ajaran ini adalah untuk bagaimana kita bisa menjauhi atau mengubah emosi negatif menjadi energi positif.

Pun dalam Islam, Allah lebih menyukai hamba-Nya yang kuat daripada yang lemah. Dan Allah telah berfirman;

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. QS. An-Nisa’ Ayat 9).

Baca Juga  Lima Jalan Pencerahan Hidup Buya Syafii

Sehingga tidak ada alasan lagi untuk kita tak mau belajar menerapkan filosofi teras ini dalam kehidupan sehari-hari.

Editor: Rozy

Defi Maryastuti
1 posts

About author
Mahasiswi IAIN Surakarta
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *