Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah menceritakan bahwa ada dua foto lama yang viral di media sosial. Di foto pertama, ada lelaki tua yang duduk di tengah-tengah antrean, sambil tangannya bertopang ke tongkat yang ia bawa. Foto kedua, ada lelaki yang tengah duduk di stasiun. Di sampingnya ada tas bersama dengan kardus yang ia bawa.
Kedua foto itu adalah Buya Syafii Maarif dan Prof. Haedar Nashir. Menurut Ganjar, dua foto tersebut jauh lebih membekas daripada berjam-jam pelajaran akhlak di kelas. Laku kedua tokoh tersebut menjadi jalan setapak yang membawa orang ke mata air. Hal ini ia sampaikan dalam sambutan Resepsi Milad 108 Muhammadiyah.
“Sejak pertama didirikan oleh Kiai Dahlan, Muhammadiyah tidak pernah memilih untuk menjadi jauh atau berbeda dengan masyarakat. Ahmad Dahlan menjadi beringin yang tegak di puncak bukit dalam keilmuan. Menjadi belukar dalam pergaulan. Menjadi rumput penguat dalam tatanan kehidupan. Beliau melahirkan bukan hanya jalan raya, tapi juga jalan setapak yang mengantar kita pada air,” ujarnya sambil membaca puisi.
Menurut Ganjar Pranowo, gerakan keagamaan ini bisa teguh karena seluruh elemen di Muhammadiyah menempatkan diri dalam satu bejana bernama kebangsaan dan kamanusiaan. Panti asuhan, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, ruang ibadah dan pengajian disodorkan oleh Muhammadiyah demi umat yang berkemajuan.
Ia menyebut bahwa kemajuan juga tidak hanya menjadi slogan, namun menjadi gerakan nyata. Maka, ketika pandemi datang, Muhammadiyah tinggal memencet tombol untuk langsung mengoptimalkan seluruh lembaga kesehatan yang dimiliki. Ibarat perang, Muhammadiyah tidak khawatir dengan senjata apa musuh dilawan. Karena segala lini telah diperkuat jauh-jauh hari.
“Muhammadiyah akan selalu ada, dan selalu dibutuhkan di negeri ini. Jangan tinggalkan umat, jangan tinggalkan masyarakat, selamat milad ke seratus delapan,” imbuhnya penuh syair.
Reporter: Yusuf