Tuduhan-tuduhan Kepada IBTimes.ID
Tanggal 10 April ini IBTimes.ID genap berusia setahun. Pada 10 April tahun lalu, beberapa penulis muda Muhammadiyah tergerak untuk mewarnai dinamika dan arus informasi di jagad maya.
Maklum! Muhammadiyah memang kalah start untuk yang satu ini. Ibarat orang hendak pepergian jauh, orang lain sudah naik kereta, eh malah orang Muhammadiyah baru bangun tidur. Tentu belum ada persiapan, belum menuju ke stasiun, malah mungkin belum beli tiketnya juga. Walhasil, orang Muhammadiyah memang ketinggalan jauh soal mewarnai hingar-bingar media online dan media sosial.
Nah, selama setahun IBTimes.ID, rupanya penerimaan netizen cukup bervariasi. Pepak tenan komentar-komentarnya. Mulai dari yang gembira menyambut media baru, tetapi justru tidak sedikit mereka yang nyinyir. Menuduh IBTimes.ID sebagai media penebar virus liberal, provokator, pemecah-belah seperti gaya PKI, dituduh Syi’ah, dan lain-lain tuduhan yang bikin ngenes. Untung saja tidak sampai ambyar.
Kami merekam jejak-jejak digital hasil komen-komen di media sosial, khususnya grup facebook. Untuk penerimaan netizen yang kurang positif, berikut adalah rekaman selengkapnya:
1. Media Muhammadiyah Kok Nyerang Muhammadiyah?
Ketika IBTimes mengangkat isu-isu sensitif seperti poligami, salafi, fatwa haram rokok, dan sejenisnya, respon netizen terbelah menjadi tiga. Pertama, ada sebagian netizen yang komen mendukung gagasan IBTimes dengan apresiasi positif.
Kedua, ada pula yang tidak komen, tapi memberi like tanda afirmatif.
Nah, yang ketiga, ini yang paling beringas. Netizen merespon keras sampai-sampai keluar komen-komen sarkas. Di antara komen-komen sarkas ada yang menulis, “ini media Muhammadiyah kok nyerang Muhammadiyah?”
Nah, milad 1 tahun ini momentum yang tepat untuk meluruskan. IBTimes sejak pertama kali digagas bukan milik Muhammadiyah, hanya berafiliasi ke Muhammadiyah. Para founder IBTimes memang kader-kader tulen Muhammadiyah, nggak percaya?
Media yang mengusung spirit “Islam Berkemajuan”, tapi bukan milik resmi Muhammadiyah. Jadi, IBTimes itu bukan Amal Usaha, juga bukan Ortom, hehe.
2. Pengelolanya Bukan Kader Muhammadiyah!
IBTimes memang kerap menyajikan konten-konten kritis dan progresif. Saking kritisnya, sampai-sampai Muhammadiyah pun tidak luput dari objek kritiknya. Seperti kritik terhadap fatwa-fatwa Majelis Tarjih, ulasan historis tentang fragmen-fragmen sejarah Muhammadiyah yang kontroversial, dan isu-isu sejenisnya. Sampai muncul anggapan kontra dari kalangan netizen bahwa pengelola IBTimes bukan kader Muhammadiyah.
Kepada para netizen yang “maha benar dengan segala komen-komennya,” perlu kita pertegas di sini bahwa sejak awal berdiri, IBTimes diinisiasi olah kader-kader tulen Muhammadiyah. Dari jajaran manajemen redaksi, seluruhnya adalah kader-kader Muhammadiyah. Ingat ada kata tulennya lho. Sampai laptop masing-masing pun ada logo Muhammadiyahnya. Kalau masih sangsi, kalian aja yang kebangetan…hehe.
Tapi perlu dingat bahwa wacana yang diusung oleh IBTimes adalah moderasi Islam, jadi bukan hanya wacana tentang Muhammadiyah, tapi Islam secara universal. Sampai di sini semoga paham ya!
3. IBTimes Mengejar Klik untuk Uang?
IBTimes publis tulisan kontroversial dan kadang bombastis hanya untuk mengejar klik! Kurang lebih begitu komen salah seorang netizen yang panas dengan konten-konten IBTimes. Dianggap IBTimes sedang mencari recehan dengan cara mempublis isu-isu kontroversial, kadangan dengan cara yang bombastis.
Kalau tuduhan semacam ini jelas kita jawab secara tegas: tidak ada motif bisnis. Sebab, mengejar klik berarti punya motif bisnis. Sama sekali tidak! Buktinya, IBTimes tidak pasang iklan, juga tidak ada google adsense. Sebab itu memang mengganggu pembaca setia IBTimes ketika menikmati menu-menu bergizi, eh tiba-tiba malah diganggu dengan kemunculan iklan-iklan yang aneh-aneh.
4. Obsesi Viral
Obsesi viral pernah dituduhkan kepada IBTimes ketika mempublis hasil backlink salah satu konten tentang paham keagamaan dalam Majelis Tarjih. Hanya demi mengejar viral (biar kesohor meski dengan cara yang kurang baik), IBTimes dianggap lebih mengutamakan popularitas sekalipun mengorbankan nama baik Muhammadiyah.
Sekali lagi, bukan karena viral atau klikbait, IBTimes mempublis konten-konten yang sensitif dan kontroversial, tetapi untuk memantik kembali “api pembaruan” yang hampir padam (wuih, hehe).
5. Kaidah Jurnalistik Awut-awutan
Ketika IBTimes mempublis satu konten dengan trik mengutip pernyataan narasumber yang dinilai sangat kontroversial, oleh beberapa pembaca dianggap kaidah jurnalistik media ini masih awut-awutan. Ada yang komen, “judul tidak sesuai dengan isinya.” Ada juga yang merespon, “kena pace IBTimes.” Dan masih banyak komen netizen yang mempermasalahkan gaya jurnalistik IBTimes yang nyleneh.
Untuk yang satu ini, jajaran IBTimes, terutama dari redaktur dan editor online, memang masih dalam tahap eksperimen untuk menemukan model atau gaya jurnalistik yang sesuai dengan karakteristik generasi milenial.
Sebab, kaidah-kaidah jurnalistik konvensional saat ini sudah terasa tumpul ketika berhadapan dengan selera milenial. Bisa bertaruh, sebuah berita yang bagus yang ditulis dengan kaidah jurnalistik konvensional ketika dipublis di media online dipastikan tidak akan diklik, apalagi dibaca oleh netizen.
6.Dianggap Mendukung Syi’ah
Ada lagi tuduhan kepada IBTimes yang nyaris sulit dicerna nalar. Gara-gara mempublis sejarah dan kebangkitan budaya politik Iran, IBTimes dituduh pendukung Syi’ah. Kami kira tuduhan semacam ini datang dari mereka yang oleh Buya Syafii sebut sebagai kelompok “sumbu pendek.” Saking pendeknya sumbu pikiran mereka sampai tidak menyentuh pesan pokok dalam konten yang dipublis IBTimes.
Untuk tuduhan semacam ini, redaksi IBTimes memilih mending tidak menanggapinya. Hanya buang-buang waktu dan energi untuk meyakinkan mereka yang memang sumbu nalarnya tidak sampai (Jawa: ora nyandak). Kenal dengan orang syiah saja engga, kok dibilang antek.
7. Gaya PKI Memecah-Belah
Lagi-lagi gaya netizen dari kelompok “sumbu pendek” yang menuduh IBTimes sebagai pemecah-belah seperti gaya PKI. Ketika IBTimes mempublis isu tentang salafi dan turunannya, banyak kelompok yang kebakaran jenggot. Lalu menuduh media IBTimes adalah pemecah belah Muhammadiyah. Mengikuti gaya PKI memusuhi umat Islam dari dalam.
Walaupun terkesan garang, tetapi tuduhan semacam ini sudah kami prediksikan dari awal. Kelompok netizen ini, entah warga Muhammadiyah aseli ataupun sekedar ngaku-ngaku Muhammadiyah, mereka adalah kelompok yang telah terpapar paham salafi-radikal. Muhammadiyah kok dinisbatkan dengan paham Wahabi! Nggak nyambung lah.
8. Kekiri-kirian
Memang IBTimes beberapa kali mempublis konten-konten yang berkaitan dengan pemikiran dan tokoh-tokoh revolusioner. Tetapi pikiran-pikiran revolusioner itu memang dibutuhkan untuk mengimbangi pikiran-pikiran mapan.
Sebab, pemikiran revolusioner yang sering dianggap “kiri” dibutuhkan dalam rangka memecah kejumudan pemikiran. Sebagai gerakan tajdid (pembaruan), orang Muhammadiyah mestinya tidak boleh kagetan dengan pemikiran-pemikiran revolusioner.
Kiri itu memihak kepada orang tertindas (mustadh’afin), sebagaimana semangat teologi Al-Maun.
9. Pembawa Virus Liberal di Muhammadiyah
Masih dengan isu sensitif tentang poligami, salafi, dan fatwa haram rokok, IBTimes kembali dituduh sebagai penyebar Virus Corona, eh maaf salah, Virus Liberal di Muhammadiyah. Ditambah lagi dengan publikasi konten pemikiran Prof Dr M Amin Abdullah, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan, SU, dan beberapa pentolan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), IBTimes dianggap sebagai pembawa virus liberal di persyarikatan. Hadeh..
Kepada netizen yang terhormat, IBTimes punya visi memantik kembali “api pembaruan” di kalangan umat Islam, bukan hanya Muhammadiyah lho, sehingga pikiran-pikiran progresif perlu dihidupkan kembali.
Dengan bahasa yang lebih keren, IBTimes bermaksud mengukuhkan kembali ‘literasi pembaruan’ yang nyaris menguap dari nalar komunal umat Islam. Agar umat kembali menemukan makna dan relevansi ajaran Islam yang selaras dengan perkembangan zaman (berpegang pada diktum: Islam shalih li kulli zaman wal makan).
10. Merusak Agama?
Pernah tuduhan yang sempat membuat panas di kuping redaksi IBTimes ketika salah satu konten dianggap merusak agama Islam. Tuduhan semacam ini memang serius. Tetapi redaktur IBTimes punya pertimbangan matang yang membedakan mana wilayah agama (normatif) dan mana wilayah (ekspresi) keagamaan (historis).
Seandainya penuduh bersedia duduk bersama dalam satu forum mengkaji tuduhan ini, redaksi IBTimes tentu akan punya kesempatan cukup untuk menjelaskan panjang lebar tentang mana yang tabu untuk dikritik dan mana yang sudah seharusnya mendapat kritik.
Tetapi sayang, dunia medsos memang begitu keras. Dan para netizen selalu merasa di atas prinsip, “maha benar netizen dengan segala komennya.”
11. Provokator
Redaksi IBTimes merekam jejak digital komen-komen netizen yang menuduh media ini sebagai provokator ketika publikasi konten kronik muktamar. Terutama ketika ulasan sejarah adanya aktivis komunis dalam kepanitiaan kongres Muhammadiyah 1924. Padahal, itu fakta historis dengan merujuk pada sumber-sumber primer berupa notulensi kongres.
Untuk tuduhan ini, redaksi IBTimes hanya menyampaikan bahwa segala peristiwa tentang Muhammadiyah di masa lalu, entah baik maupun buruk, tidak perlu ditutup-tutupi. Fakta historis perlu disampaikan secara objektif.
12. Muak dengan IBTimes
Agak geli baca komen salah seorang netizen perempuan yang katanya muak dengan IBTimes. Jangankan baca isinya, mau klik aja malas, katanya. Setelah kami telusuri komen-komen sebelumnya, ternyata perempuan ini terpengaruh oleh komen-komen sebelumnya yang menganggap IBTimes sebagai penyusup, pembawa virus liberal, pemecah belah umat. Hmm..
13. Tidak Paham Sejarah Muhammadiyah
Lagi-lagi ulasan historis IBTimes dengan topik-topik yang memang sangat sensitif mengundang komen-komen garang. Paling tidak ada dua isu yang mendapat respon, pertama tentang tokoh-tokoh Muhammadiyah periode awal yang terlibat dalam gerakan kiri dan kedua tentang kolom Pak AR yang ternyata mempraktikkan Yasinan.
Tentu saja mereka para netizen yang dangkal literasi sejarahnya, entah dari kalangan warga Muhammadiyah atau hanya ngaku-ngaku Muhammadiyah, mereka langsung kebakaran jenggot. Menuduh redakturnya bukan orang Muhammadiyah, tidak paham sejarah Muhammadiyah. “Belajar lagi sono…”
Soal paham dan tidaknya redaktur IBTimes dengan sejarah Muhammadiyah kami kira itu relatif lah ya. Lha wong sekarang siapa saja bisa mendadak jadi “sejarawan” hanya bermodalkan “temuan” dokumen jadul, entah poto atau surat-surat lawas yang kebetulan berkaitan dengan Muhammadiyah. Betul ngga?
14. Selalu Bernada Sumbang Terhadap Muhammadiyah
IBTimes juga pernah dituduh selalu bernada sumbang ketika mempublis tulisan tentang Muhammadiyah. Entah yang dimaksud “nada sumbang” seperti apa, yang jelas kalau tulisan kritis memang jadi ciri khas IBTimes. Malah kepada para penulis atau kontributor, redaktur IBTimes sering nitip pesan, “kalau kritik jangan tanggung-tanggung.”
Kritik adalah bagian dari mekanisme kerja ilmu pengetahuan agar gagasan atau teori-teori senantiasa relevan untuk menjawab tantangan zaman. Begitu pula prinsip redaksi IBTimes, kritik bukan untuk menjatuhkan, tetapi sebagai wujud “tanda cinta” kepada yang dikritik (ea ea, hehe).
15. Dianggap Pendukung Rezim
Tuduhan ini sebenarnya sudah cukup lama, kira-kira pasca Pemilu dan Pilpres. Konten-konten IBTimes dianggap condong ke kelompok pemenang Pilpres. Tahu sendiri kan, kelompok mana yang dimaksud?
Tapi sudahlah, tuduhan semacam ini memang wajar melihat situasi dan kondisi pada waktu itu. Media IBTimes yang sebenarnya netral, gara-gara mempublis konten yang dianggap berseberangan dengan orang-orang yang belum move on pasca Pilpres jadi masalah berlarut-larut. (Pemred)