IBTimes.ID – Yayasan Sejiwa bersama Maarif Institute meluncurkan gerakan JAGOAN (Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak) di Ambon, Sabtu (9/10).
Gerakan JAGOAN ini didukung oleh Walikota Ambon Richard Louhenapessy, Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon Drs Jhon Sanders, M.Pd, Nico Tulalessy pendiri AUKC (Ambon Ukulele Kids Community), komunitas Lebebai, Komunitas Anak Cinta Laut (ACL), psikiater, ahli neursains, dan para mitra dari Mauku dan tentunya bersama NGO-NGO lain.
MAARIF Institute, sebagai salah satu lembaga yang ikut serta dalam kegiatan Gerakan JAGOAN ini juga sepakat dengan perlunya keterlibatan mitra-mitra dari berbagai wilayah di Indonesia. Agar berbagai potensi daerah yang merupakan ‘success stories’ dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
“Anak-anak adalah masa depan kita. Hitam putihnya bangsa ini akan tergantung pada anak-anak kita. Mencegah mereka dari adiksi gawai menjadi salah satu concern kita agar bangsa ini lebih baik di masa depan,” ujar Abd Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF Institute.
Diena, perwakilan dari Yayasan Sejiwa menyebut bahwa gerakan JAGOAN sudah banyak dilakukan oleh sekolah.
“Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak atau JAGOAN ternyata sudah banyak dilakukan, baik di sekolah-sekolah maupun oleh para penggiat anak serta anak-anak sendiri, di Maluku dan hasilnya sangat luar biasa,” ujarnya.
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy turut hadir dan meluncurkan gerakan ini, sekaligus memperkenalkan potensi Maluku yang kaya dengan kegiatan-kegiatan anak yang penuh komitmen, konsisten dan menginspirasi.
Ambon merupakan salah satu kota musik di dunia yang ditetapkan oleh UNESCO di 2019. Sejajar dengan kota musik lain seperti Sevilla (Spanyol), Hamamatsu (Jepang), Liverpool (Inggris), Idanha-a-Nova (Portugal) dan Auckland (Selandia Baru).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon, Drs Jhon Sanders, M.Pd menyampaikan agar musik dapat menjadi sarana pembentukan karakter generasi muda Ambon.
“Kami berkomitmen agar di sekolah anak-anak diperkenalkan musik sedini mungkin, dan kurikulum musik sudah masuk untuk tingkatan SD dan SMP. Anak-anak belajar alat-alat musik tradisional Maluku seperti ukulele, tifa, seruling bambu dan rebana,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini dari TK dan PAUD, sedang dikembangkan kurikulum musik. Dengan bermusik, anak-anak terpacu untuk ceria, kreatif, bahagia, bertanggung jawab, senang berkolaborasi dengan orang lain dan bersemangat. Musik akan bisa membangun karakter unggul anak-anak kita, juga ketrampilan hidup mereka.
Nico Tulalessy, pendiri AUKC (Ambon Ukulele Kids Community) mengatakan bahwa musik dapat menjauhkan anak-anak dari adiksi gawai.
“Ambon Ukulele Kids Community dibentuk dengan tujuan menyediakan kegiatan alternatif bagi anak-anak untuk mengisi waktu luang agar tidak melulu menghabiskan waktu dengan bermain gadget yang dapat menyebabkan kecanduan. Anak-anak ini senang bermusik karena di Maluku semua orang suka musik. Tapi mereka juga senang berkegiatan dengan teman-teman mereka, berlatih terus dengan konsisten. Musik membuat mereka berkembang, bergembira, dan tidak lekat dengan gawainya,” ujar Nico.
Kezia Tulalessy (16 tahun), pendiri komunitas Anak Pecinta Lingkungan Hidup di Maluku, Lebebae, menyatakan mencintai laut dan pantai lebih baik daripada lekat pada gawai.
“Kami berkegiatan banyak di akhir pekan, untuk mengangkat sampah di berbagai tempat, berinteraksi dengan alam, bermain permainan-permainan tradisional dan belajar lebih dalam tentang lingkungan hidup. Hal ini membuat kami semua tidak lekat dengan gawai. Adiksi gawai tidak terjadi. Kami sadar untuk melindungi diri dari adiksi gawai lewat kegiatan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat di Lebebae,” ujarnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh dr. Kristiana Siste, dr. Enjeline, dan tim Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM di 34 propinsi di Indonesia selama masa pandemi Covid-19 pada bulan Mei-Juli 2020, menunjukkan bahwa angka kecanduan internet adalah 19,3% pada remaja dan 14,4% pada dewasa muda.
Ada sejumlah 2.933 remaja mengalami peningkatan durasi online dari 7,27 jam menjadi 11,6 jam perhari, meningkat sekitar 59,7%. Sedangkan pada 4.734 dewasa muda mengalami peningkatan durasi online menjadi 10 jam/hari.
Hal ini harus diintervensi segera karena kecanduan internet menimbulkan dampak negatif bagi otak, fisik, kesehatan jiwa, dan sosial. Hal ini menyebabkan seseorang sulit membuat keputusan, sulit konsentrasi dan fokus, pengendalian diri buruk, prestasi menurun, penurunan kapasitas proses memori, serta kognisi sosial negatif. Adiksi gawai berdampak sangat buruk pada anak.
“1 dari 7 orang dewasa mengalami adiksi gawai, dan 1 dari 5 remaja mengalami adiksi gawai. Ini bisa merugikan potensi Indonesia dalam menghadapi masalah kehidupan yang membutuhkan ketangguhan, keunggulan dan kreatifitas. Dibutuhkan segala upaya untuk menumbuhkan potensi anak-anak kita. Apa yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan di Maluku, para penggiat anak serta anak-anak sendiri dalam membangkitkan potensi anak layak diapresiasi dan menjadi pembelajaran baik buat kita semua,” ujar Diena Haryana.
Ahli neurosains terapan, drg. Anne Gracia, menyampaikan bahwa adiksi gawai bukan kondisi spontan tapi bergulir bersama pembiaran dan pembiasaan, sejak awal kendali perlu ditegakkan.
Pemerhati Pendidikan dan pakar pendidikan karakter mengatakan bahwa musik dapat menghaluskan rasa dan menajamkan budi anak sehingga ia bertumbuh menjadi anak-anak yang baik.
“Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk anak menjadi pribadi yang cerdas, berbudi luhur, dan sehat. Musik merupakan sarana paling optimal untuk mencapai tiga hal ini,” ujar Doni.
“Cinta pada musik, disertai kepedulian pada alam, akan membentuk jiwa kepemimpinan anak-anak Maluku,” tegas Doni.
Editor: Yusuf