Saya ikut sangat senang dan kagum. Hampir setiap minggu guru-guru besar dikukuhkan. Ada teman-teman seangkatan, adik kelas, selain kakak-kakak angkatan, atau lebih senior. Ada cukup banyak teman dan saya kenal juga yang sedang menunggu keputusan. Umumnya laki-laki, tapi juga perempuan. Dulu waktu kami masih kuliah, citra guru besar itu tua-tua dan berkaca mata tebal, dan sudah beruban. Gak terbayang waktu itu, usia-usia 40-an tengah atau lebih muda, makin banyak yang menjadi guru besar.
Sekitar tahun-tahun lalu, menjadi guru besar juga jadi momok, ditakuti atau dikritik karena birokrasi yang hampir mustahil. Ada aturan-aturan yang sangat menyulitkan. Tapi dalam beberapa kasus yang terakhir, tampaknya tidak semustahil yang dibayangkan sebelumnya, angka kredit bisa dihitung sesuai dengan tridarma perguruan tinggi, riset publikasi, pengajaran dan pengabdian masyarakat, meskipun tentu saja tetap ada kendala-kendala birokratis yang dihadapi.
****
Guru-guru besar berusia muda ini akan terus bertambah di perguruan tinggi Indonesia, baik bidang keagamaan maupun umum, meskipun semuanya mengikuti aturan direktorat pendidikan tinggi kemendikbud. Konsorsium ilmu pengetahuan digantikan dalam bentuk para reviewer dalam bidang-bidang terkait. Tampaknya kebijakan negara dalam produksi guru besar ini masih akan berlangsung. Berbeda dengan di Amerika atau negara-negara lain yang independen dari kementerian negara.
Terlepas dari kebijakan dan proses yang agak berbeda, guru besar di Indonesia, baik yang tua apalagi yang muda-muda, memiliki banyak waktu dan energi untuk makin menyumbangkan ilmu pengetahuan mereka di bidang mereka dan masyarakat yang lebih luas.
Di sisi lain adalah ada fenomena yang menggembirakan, yaitu mobilitas kaum santri dari pesantren dan madrasah ke elit dunia pendidikan tinggi dan sebagiannya menjadi guru besar yang berkiprah di kampus maupun di lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Dari kampung-kampung, berjuang dan kini menjadi bagian dari kelas menengah baru, dan umumnya berkiprah di kota-kota.
Untuk menjadi guru besar, tidak perlu dari keluarga mampu atau orang tua berpendidikan formal. Semangat dan kerja keras menjadi faktor paling menentukan. Jumlah guru besar masih sangat sedikit, belum mencapai 6000 orang yang aktif, di sekitar 4500 perguruan tinggi di Indonesia. Dan belum merata.
****
Salah satu tantangan bagi para guru besar yang baru ini adalah menjaga stamina riset dan publikasi yang mereka telah capai. Semoga tidak menurun, apalagi berhenti. Guru besar memang tingkat puncak karir akademik (meskipun masih ada lagi distinguished professor di banyak negara), tapi itu bukanlah tingkat akhir belajar dan meneliti dan berkiprah sesuai dengan keilmuan dan keterampilan mereka.
Bagi guru besar pada umumnya, semoga diberi kesempatan mengajar mahasiswa-mahasiswa baru S-1 selain pascasarjana, karena mahasiswa-mahasiswa baru membutuhkan sosok guru besar di bidang mereka dimana mereka bisa langsung belajar.
Sekali lagi, selamat kepada semua, dan semoga guru-guru besar baru terus bertambah jumlah dan tentu saja kualitas keilmuan dan pengabdiannya!
Editor: Yusuf