Siang itu, di salah satu kelas SMA Negeri di Jember, kabupaten di ujung timur Pulau Jawa. Ibu guru tengah mengajar mata pelajaran biologi. Menjelaskan berbagai hal seputar teori Darwin. Teori Darwin tentang evolusi itu memang seksi.
Rupanya, di kelas itu ada salah satu siswa yang cukup cerdas. Ia telah melahap berbagai buku yang bagi anak-anak seusianya, menyentuh sampulnya saja enggan. Ia lahap berbagai buku Sir Muhammad Iqbal, Sayyid Quthb, hingga Ali Syariati. Buku-buku yang banyak diperbincangkan di kampus, bukan di sekolah menengah.
Berbekal pengetahuan yang luas, ditambah darah muda yang panas, ia mempertanyakan keabsahan teori-teori Darwin. Ia mendebat gurunya. Ia menyangsikan apa yang dititahkan oleh ibu guru. Apakah benar teori Darwin itu? Tanyanya.
Dasar anak muda. Mereka selalu suka sesuatu yang menantang. Memegang teguh kebenaran menjadi hal yang jauh lebih penting dari apapun. Anak itu adalah aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jember.
Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung. Di Kota Kembang itu, ia melanjutkan karir di Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Barat. Tak hanya itu, ia juga menginisiasi pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di ITB.
Berkat pengetahuan agama yang luas, bacaan yang beragam, aktivisme di Muhammadiyah yang banyak, serta latar belakang ilmu fisika teori yang ia dapatkan di kampus, kini kita mengenal karyanya berupa SMA Trensains Muhammadiyah Sragen dan SMA Trensains Tebuireng Jombang. Anak kecil yang dulu beberapa kali mendebat guru itu kini telah mendapatkan gelar guru besar di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Ia adalah Prof. Dr. Agus Purwanto, M.Si, M.Sc, D.Sc.
Agus Purwanto adalah seorang pendidik sejati. Ia memiliki visi yang begitu jauh ke depan. Sebagaimana kita tahu, orang besar adalah orang yang memiliki visi jauh ke depan. Orang besar adalah orang yang pikirannya melintasi berbagai ruang dan waktu. Dan Gus Pur memiliki itu.
Trensains, sebuah brand unik, kepanjangan dari Pesantren Sains, yang ia dirikan dalam waktu singkat telah terbukti menorehkan berbagai prestasi yang membanggakan.
Menariknya, sebagai seorang kader Muhammadiyah, Gus Pur tidak hanya mendirikan trensains di lingkungan Muhammadiyah, melainkan juga di lingkungan Nahdlatul Ulama. Dengan hal itu, ia berharap warga NU dan Muhammadiyah tidak saling tertutup, melainkan saling membangun kerja sama yang harmonis.
Di tahun 2011, Gus Pur diundang untuk menghadiri sebuah kegiatan di Universitas Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang. Pada saat yang sama ia ada kegiatan di Muhammadiyah. Namun ia tetap memilih datang ke Tebuireng.
Di sana ia bertemu dengan Gus Solah, pemimpin pesantren Tebuireng. Sebagai bentuk ta’dzim, Gus Pur memberi Gus Solah oleh-oleh buku Ayat-Ayat Semesta. Konon, buku tersebut baru dibaca oleh Gus Solah satu tahun kemudian.
Setelah membaca buku Ayat-Ayat Semesta, Gus Solah menemui Gus Pur di Surabaya. Singkat cerita, Gus Solah meminta Gus Pur untuk membuat pesantren yang “tidak biasa-biasa saja.” Pesantren yang kurikulumnya berbasis pada buku Ayat-Ayat Semesta. Tak lama kemudian, pada tahun 2013, Trensains telah diresmikan di Pesantren Tebuireng.
Di tahun yang sama, Trensains Muhammadiyah Sragen juga berdiri di Sambungmacan, kecamatan yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur. Gus Pur tidak ingin mendirikan sekolah yang biasa-biasa saja. Ia ingin punya sekolah yang mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu. Kejayaan Islam yang melahirkan tokoh-tokoh sekaliber Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina.
Menurutnya, pendidikan di Indonesia sulit untuk mencetak ulama cum ilmuwan sekaliber dua tokoh di atas. Selama ini, mahasiswa di jurusan saintek hanya belajar ilmu sesuai jurusannya saja. Mahasiswa kedokteran hanya belajar kedokteran.
Mahasiswa biologi hanya belajar biologi. Di sisi lain, mahasiswa studi Islam hanya belajar tentang Islam. Mahasiswa tafsir Alquran hanya belajar tentang tafsir Alquran.
Untuk bisa mencetak ulama-ilmuwan yang besar, kedua hal di atas harus dipadukan. Untuk itulah ia membuat sebuah kurikulum yang mencetak ulama cum ilmuwan atau ilmuwan cum ulama di Trensains.
Gus Pur berharap Trensains melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang memiliki basis Alquran yang kokoh. Di Trensains, Alquran menjadi bahan-bahan observasi dan riset. Gagasan Trensains merupakan pemikiran baru dan perkembangan islamisasi ilmu pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
Jika gagasan Sayyed Hossein Nasr, Naquib Al-Attas, Ismail Raji Al-Faruqi, dan Ziauddin Sardar lebih cenderung pada islamisasi sains dan sainstifikasi Islam, maka Trensains hadir mengusung konsep sains Islam yang menekankan pada pemahaman Alquran, sains, dan pola interaksinya. Sehingga dapat menganalisis ayat-ayat kauniyah yang merupakan kunci untuk mengungkap rahasia alam semesta.
Dengan penerapan gagasan tersebut, diharapkan kedepan dapat mendorong lahirnya pada doktor, teknolog, dokter, dan para ahli di bidang-bidang sains lainnya yang memiliki basis Alquran dan keilmuan yang kokoh, serta mendorong munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim di bidang sains kealaman. Seperti halnya yang terjadi pada abad pertengahan, di mana ilmuwan mampu berkontribusi dalam membangun peradaban dunia di masa yang akan datang.
Editor: Saleh
*) Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru tanggal 25 November bertema “Berinovasi Mendidik Generasi” oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.