Perspektif

Gus Yaqut Menghapus Air Mata NU

3 Mins read

Siapa yang tidak terbelalak saat Menteri Agama yang ditunjuk oleh Jokowi bukan berasal dari NU. Penunjukan Jendral (Purn) Fachrul Razi (FR) yang tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kokoh dan memadai menuai kebisingan publik. Penunjukkan FR oleh Jokowi dengan alasan semata-mata untuk membendung gerakan radikalisme-ekstremisme dan intoleransi yang sedang tumbuh subur, justru yang terjadi sebaliknya.

Mengenang Kinerja Fachrul Razi sebagai Menteri Agama

Penunjukan FR sebagai Menteri Agama membuat NU meradang, Menteri Agama yang dinilai jatah NU harus diisi oleh orang yang bukan dari NU. Bahkan, dari seorang Jendral (Purn) yang dinilai minim pengetahuan agama, publik kaget apalagi NU.

Tidak bisa dielakkan, bagaimana PBNU yang dinahkodai oleh KH. Prof Said Aqil Siradj secara gamblang dan terang-terangan saat Pilpres memerintahkan agar warga NU untuk mendukung dan memilih pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Maklum saat itu Ma’ruf Amin sebagai Rais Aam PBNU, maka menunjuk FR sebagai Menteri Agama dianggap Jokowi tidak tahu berterima kasih kepada NU yang telah babak belur ikut memenangkan dalam kontestasi Pilpres sebagaimana dilansir oleh media online.

Satu tahun lebih FR menjadi Menteri Agama, pendulum gerakan keagamaan semakin bergerak ke kanan dan semakin masif, hal ini terbukti merebaknya ragam kasus dengan sentimen yang dipicu oleh paham keagamaan. Fakta ini dianggap akan merobek gerakan moderasi Islam di Indonesia yang mulai terkikis.

FR tidak berdaya dan tak sanggup menampilkan harmonisasi dari ragam gerakan keagamaan itu. Pernyataannya sering kali muncul dan banyak menuai protes oleh masyarakat, seperti cadar hingga celana cingkrang. Pernyataan kontroversial itu semakin meneguhkan dan mengentalkan gerakan revivalisme Islam itu. Dan pada gilirannya, ia harus lengser dan menyerahkan nahkoda Kementerian Agama kepada Yaqut Chalil Qoumas (23/12/20).

Baca Juga  Gelar Seminar Internasional, INFID Hasilkan Tujuh Poin Rekomendasi

Gus Yaqut, Nahkoda Baru Kementerian Agama

Penunjukan Gus Yaqut menjadi Menteri Agama tentu sedikit mengobati luka dan menghapus air mata warga NU. Ketua Umum GP Ansor ini bukan hanya melulu bergerak dan berkiprah di Ormas Kepemudaan seperti Gerakan Pemuda Ansor yang telah membawa namanya melejit melambung tinggi.

Ia merupakan putra kiai tersohor KH. Kholil Bisri, ulama kenamaan asal Rembang yang juga ikut terlibat dalam membidani kelahiran PKB waktu itu. Siapa yang tidak kenal KH. Kholil Bisri, mantan Wakil Ketua MPR Periode 2002-2004. Begitu juga dengan Yaqut Chalil Qoumas, atau Gus Yaqut, adik kandung KH. Yahya Cholil Staquf, tokoh Nasional yang menjabat sebagai Katib Aam Syuriah PBNU.

Gerakan politik praktis sudah lama digeluti oleh Gus Yaqut. Ia pernah menjadi Anggota DPRD Kabupaten Rembang tahun 2004-2005, Wakil Bupati Rembang 2005-2010. Di pentas politik nasional, ia menjadi anggota DPR RI menggantikan Hanif Dhakiri 2014-2019 sebagai Pergantian Antar Waktu (PAW), kemudian terpilih lagi menjadi anggota DPR RI 2019-2024. Banyak kalangan mengenal Gus Yaqut sekadar menjadi Ketua Umum GP Ansor, padahal ia telah lama melalang buana dalam hiruk pikuk dunia politik di Indonesia.

Posisinya sebagai Menteri Agama kali ini tentu memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk menampilkan wajah keagamaan yang toleran dan harmonis. Sebagaimana dalam sambutan pembukaan saat ditunjuk menjadi Menteri Agama, ia menegaskan bahwa agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Hal ini berkelindan dengan kiprahnya selama di GP Ansor. Gus Yaqut dikenal pasang badan terhadap gerakan keagamaan yang cenderung garang, keras, dan intoleran.

Menjadi Menteri Agama Pengayom Semua Agama

Sebagai politisi yang sudah malang melintang, dan berlatarbelakang keilmuan Sosiologi UI meskipun tidak selesai, tentu kebijakannya tidak parsial. Pendekatan dialog terhadap aneka ragam paham keagamaan yang kerap mewarnai jagat Indonesia menjadi pilihannya.

Baca Juga  Kemal Ataturk Tak Sebanding dengan Bung Karno

Bukan kebijakan sentralistik, bahkan militeristik, yang diambil untuk meredam gerakan keagamaan yang dinilai ekstrem dan intoleran. Pemahaman yang berbeda terhadap corak keberagamaan, bahkan bersebarangan dengan kebijakan negara, tidak bisa dihadapi dengan cara-cara kekuasaan yang cenderung eksklusif. Ruang dialog dan menjalin silaturahmi terhadap berbagai ormas keagamaan harus ditempuh.

Membela yang lemah dan kaum minoritas bukan berarti sewenang-wenang terhadap yang mayoritas. Menghadirkan agama sebagai inspirasi dan merajut tali perdamaian akan menjadi mitos dan halusinasi, jika perlakuan tidak adil itu menimpa terhadap kelompok atau organisasi keagamaan tertentu.

Tentu yang masih hangat dan segar dalam memori publik adalah ditangkapnya imam besar Pimpinan FPI, Habib Rizieq Shihab, yang banyak menuai kontroversi. Suka tidak suka, mau tidak mau, Gus Yaqut harus menampilkan dirinya sebagai Menteri Agama yang mengayomi semua agama.

Tidak bisa dipungkiri, rekam jejak digitalnya Gus Yaqut sering berhadapan dengan FPI, utamanya Banser. maka tidak heran jika netizen bertanya-tanya bagaimana nasib FPI ke depan. Apakah tetap diayomi atau justru dibubarkan, atau tetap dibiarkan tetapi ruang geraknya dibatasi? Faktanya, FPI resmi dibubarkan oleh pemerintah, sebagaimana yang disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD dilansir oleh media pers.

Menantikan Kebijakan Gus Yaqut

Sejatinya, Gus Yaqut tidak perlu diajari bagaimana memperlakukan ormas keagamaan yang ada di Indonesia, dari gerakan ekstrem kanan maupun kiri. Sebagai seorang santri dan putra ulama kenamaan, tentu Gus Yaqut sangat mengerti dan memahami kaidah at-thariqah ahammu mina-l-maddah (metode itu lebih penting ketimbang substansi).

Tetapi sebagai sebuah harapan warga Indonesia, dan Jokowi menunjuknya untuk menjadi nahkoda Kementerian Agama, kebijakannya ditunggu masyarakat Indonesia. Kebijakan yang mampu memberi perubahan dan kedamaian bagi semua pemeluk agama di Indonesia. Semoga. []

Baca Juga  Santri sebagai Agen Perubahan

Editor: Zahra

Avatar
5 posts

About author
Koordinator Kota (Koorkot) Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kota Surabaya.Wakil Direktur Kedai Jambu Institute Jombang dan Wakil Ketua Hukum dan Ham PWPM Jawa Timur
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds