Hadis

H. A Juynboll: Pencetus Common Link dalam Melacak Hadis

4 Mins read

Hadis yang merupakan sumber kedua setelah Al-Qur`an pun tidak lepas dari serangan para orientalis. Hadis adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw baik berupa pembicaraan maupun perbuatan. Para orientalis meragukan keotentikan hadis berasal dari RasullulahSaw.

Di kalangan orientalis, telah mengakar suatu pendapat bahwa sebagian besar hadis merupakan hasil perkembangan Islam dalam bidang agama, politik, dan sosial dalam kurun waktu dua abad pertama dan kedua.

Dan Hadis itu bukanlah merupakan dokumen Islam pada masa-masa awal pertumbuhanya. Melainkan salah satu efek kekuasaan pada masa kejayaanya.

Teori-teori kritik hadis yang dikeluarkan oleh Ignaz Goldziher, Joseph Schacth, dan G.H.A Juynboll menpunyai suatu kesinambungan. Yang mana G.H.A Junyboll melakukan suatu pengembangan terhadap teori common link yang dikeluarkan oleh Joseph Schacth.

Melalui teori common link ini, Junyboll mencoba menawarkan gagasan baru tentang kreteria kesejarahan sebuah Hadis. Pada dasarnya, teori common link adalah sebuah teori yang dipersiapkan menyoroti otentisitas sumber hadis melalui prespektif sejarah.

Maka, tidak salah bila isnad yang menjadi sumber otentisitas dari Hadis menjadi pokok permasalahan dalam teori common link.

Dalam tulisan ini penulis ingin mengkaji isnad dalam pandangan G.H.A Junyboll melalui teori common linknya dan apakah secara ilmiah teori ini bisa diterima.

Biografi G.H.A Junyboll dan Karya-Karyanya

Gauiter H.A Juynboll yang lahir di Leiden, Belanda pada 1935. Ia adalah seorang pakar di bidang sejarah perkembangan awal hadis. Selama tiga puluh tahun lebih, ia secara serius mencurahkan perhatiannya untuk melakukan penelitian hadis dari persoalan klasik hingga kontemporer.

Menurut P.S. van Koningsveld, kepakaran Junyboll, yang merupkan murid dari J. Brugmen, dalam kajian sejarah awal hadis, telah memperoleh pengakuan internasional.

Baca Juga  Tiga Cara Mudah Mengetahui Status Hadits

Oleh karena itu, tidak berlebihan jika ketokohannya di bidang hadis dapat disejajarkan dengan nama-nama seperti Jemes Robson, Fazlur Rahman, M.M. Azami, dan Michael Cook.

Pendahuluan bukunya yang berjudul Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith, Junyboll mengklaim telah menjelaskan perkembangan penelitian atas literature hadis secara kronologis sejak akhir tahun 1960-an hingga tahun 1996.

Pada 1965 hingga 1966, dengan dana bantuan dari The Netherland Organization for the Advancement of Pure Research (ZWO), Juynboll tinggal di Mesir untuk melakukan penelitain disertasi mengenai pandangan para teolog mesir terhadap literatur hadis.

Setelah selesai melakukan penelitian disertasinya, Juynboll kemudian melakukan penelitian mengenai berbagai persoalan, baik yang klasik maupun kontemporer. Ia pernah menilis sebuah makalah yang bertitel: “On The Origins of Arabic Prose” dan dimuat dalam buku Studies on the Century of Islamic Society.

***

Selain meneliti, Juynboll juga mengajar di berbagai Universitas di Belanda. Akan tetapi, kegiatan mengajar dan membimbing mahasiswa yang sedang menulis tesis dan disertasi kurang begitu diminatinya.

Pada usia 69 tahun, Juynboll tinggal di Burggravenlaan, Leiden, Belanda. Dia meningggal pada tahun 2010 dalam usia 75 tahun.

Banyak sekali karya-karya yang ia hasilkan, terutama yang terkait dengan studi hadis dan teori common link, dielaborasi dalam tiga bukunya: the Aunthenticity of the Traditional Literature: Discussion in Modern Egypt, Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith dan studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith.

Juynboll juga memiliki sejumlah karya di bidang hadis dalam bentuk artikel, seperti: “The Date of the Great Fitna”, “On the Origins of Arabic Prose: Reflection on the Authenticity”, “Shu’bah al-Hajjaj and His Position Among the Traditionist of Basra”, and, “An Excursus on the Ahl as-Sunna in Connection with Van Ess”, Theologie Und Gesellchaft, vol. IV.

Sementra karya Juynboll dalam bidang lain, seperti studi Al-Qur`an, fikih, historiografi, di antranya adalah Review of Quranic studies: Sources and Metods of Scriptural Interpretation by John Wonsbough, Review of the Sectarian Milieu: Content and Composition of Islamic Salvation History, Some Trought on Early Muslim Historiography.

Pemikiran G.H.A Juynboll dalam Mengkaji Hadis

Hampir seluruh ahli hadis dan umat Islam mempercayai bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab kanonik (al-Kutub al-Sittah) adalah sahih.

Baca Juga  Sejak Kapan Hadis Nabi Dibukukan?

Pada abad 19 dan abad ke 20, para sarjana Barat, seperti Goldzihe, Schacht, dan Juynboll mulai meragukan validitas teori kritik hadis sekaligus mepertanyakan otensititas hadis nabi.

Mereka juga menganggap bahwa metode kritik hadis konvesional memiliki beberapa kelemahan, yaitu: pertama, metode kritik isnad baru berkembang pada priode relative sengat lambat.

Kedua, isnad hadis, sekalipun sahih, dapat dipalsukan secara keseluruhan dengan mudah.

Ketiga, tidak ada suatu kreteria yang tepat untuk memeriksa matan hadis.

Pandangan Juynboll terhadap hadis tidak terlepas kepada pemikiran pendahuluanya seperti: Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht. Yang mana mereka beranggapan bahwa hadis merupakan hasil perkembangan keagamaan, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama.

Isnad diklaim sebagai suatu rekayasa dari para ahli fikih klasik dan ahli hadis, untuk melegitimasi pendapatnya.

Maka, bisa dikatakan tidak ada satupun hadis, terlebih yang menyangkut persoalan hukum dapat dipertimbangkan sebagai hadis sahih. Kesimpulanya, sebuah hadis bukanlah berasal dari nabi, melainkan dari generasi tabiin.

Dalam hal ini, Juynboll mengajukan solusi dalam mengkaji hadis dengan menggunakan metode common link dan analisis isnadCommon link tidak hanya berimplikasi pada upaya merevisi metode kritik hadis konvensional, tetapi juga menolak seluruh asumsi dasar yang  menjadi pijakan metode itu.

Kritik Atas Teori Common Link

M. M Azami merupakan salah satu yang mengkritisi interpretasi tentang fenomena common link dan single strand. Beliau juga meragukan validitas teori tersebut. Azami cenderung menyatakan bahwa metode common link dan semua kesimpulan yang dicapai dengannya tidak relevan dan sama sekali tidak berdasar.

Musthafa Azami mencoba menelusuri dan membuktikan bahwa teori common link tidaklah ilmiah. Teori tersebut hanyalah sebuah sebuah imajinasi dari Josep Schacht yang kemudian di kembangkan oleh  G.H.A Juynboll. Dalam hal ini Juynboll mencoba menelusuri isnad dalam naskah Suhaili.

Baca Juga  Berbagai Pendekatan dalam Memahami Hadis (Bag 2)

Naskah Suhaili ini berisi 40 hadis. Sementara M. M Azami meneliti para perawi hadis-hadis itu sampai generasi Suhail. Dia membuktikan bahwa pada jenjang ketiga, jumlah rawi berkisar antara 20 sampai 30 orang. Sementara domisili mereka berpencar-pencar dan berjauhan, juga teks hadis yang mereka riwayatkan redaksinya sama.

Dengan demikian, M. M. Azami berkesimpulan sangat mustahil menurut situasi dan kondisi pada saat itu mereka pernah berkumpul untuk membuat hadis palsu sehingga redaksinya sama. Dan sangat mustahil pula bila mereka masing-masing membuat hadis.

Editor: Yahya FR

Fadilah Aqwam Mukafa
2 posts

About author
Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Jurusan Ilmu Hadis
Articles
Related posts
Hadis

Transmisi Hadits Era Tabi’in

4 Mins read
Pengetahuan tentang proses penyebaran hadits menjadi sangat penting, mengingat rentang waktu antara umat dengan Nabi-nya. Akan tetapi keterbatasan ruang dan waktu tersebut…
Hadis

Sunan Asy-Syafi'i, Kitab Hadis yang Ditulis Langsung oleh Imam Syafi'i

2 Mins read
Tentang Kitab Sunan Syafi’i Sesungguhnya kitab As-Sunan karya Imam Asy-Syafi’i ditulis langsung oleh beliau. Kitab Sunan ini merupakan kitab yang terbilang “…
Hadis

Hadis Daif: Haruskah Ditolak Mentah-mentah?

4 Mins read
Dalam diskursus kajian hadis, masalah autentisitas selalu jadi perhatian utama. Bagaimana tidak, dalam konstruksi hukum Islam sendiri menempatkan hadis pada posisi yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds