Report

Haedar Nashir: Kebencian Merebak di Media Sosial tanpa Panduan Moral

2 Mins read

IBTimes.ID – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bahwa berbagai ujaran kebencian, caci maki, hasutan, merendahkan orang lain, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial tanpa kendali etika dan moralitas luhur.

Menurutnya, Indonesia memiliki wajah paradoks. Di satu sisi, gegap gempita menuju tahun politik menunjukkan gairah yang besar dari para elit. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia anjlok di peringkat 130 dari 199 negara sedunia, terbawah di ASEAN. Indonesia berada di peringkat 44 dari 63 negara dalam World Competitiveness Yearbook 2022 yang dirilis Institute for Management Development (IMD).

World Population Review 2022 menunjukkan data, sebagaimana ditulis Haedar di Koran Republika, nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia adalah 78,49. Menempatkan Indonesia pada posisi 130 dari total 199 negara, tidak jauh dari Timor Leste dan Papua Nugini.

“Jangan ditanya indeks korupsi, mantan terpidana korupsi bisa jadi pahlawan di negeri ini. Apalagi soal keadaban bermedsos, memprihatinkan. Microsoft tahun 2020 merilis orang Indonesia terendah digility atau kesopanannya di ASEAN. Padahal bangsa ini selalu mendengungkan keramahan berbudaya adiluhung,” tulisnya, (Republika, 29/4/2023).

Ia juga mengkritik buzzer yang semakin tampil ganas di media sosial. Ilmuwan, imbuhnya, tampil layak buzzer, bahkan ada yang mengancam bunuh banyak orang.

Menurutnya, penyebab berbagai persoalan bangsa ini adalah nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur yang telah luruh dan compang-camping.

“Agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa yang menjadi sumber nilai utama bangsa Indonesia masih belum mewujud secara masif dalam keselarasan dan konsistensi tindakan yang mencerdaskan, mencerahkan, dan memajukan keadaban hidup kolektif,” imbuh pria kelahiran Bandung, 25 Februari 1958 tersebut.

Baca Juga  Bahagia Itu Benar-benar Sederhana Loh!

Seolah-olah ketiga nilai mendasar itu memang hidup bersemarak, tapi kehilangan aktualisasinya yang kokoh di tubuh elit dan warga. Tidak mungkin korupsi, kekerasan, kerendahan etika, dan keliaran perilaku di ruang publik maupun media sosial jika nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa berfungsi dengan baik.

Berbagai ujaran kebencian, menghasut, merendahkan, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial. Untuk menghindar dari jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mereka, menurut Haedar, piawai memainkan kata dan cara meski isinya berisi ujaran-ujaran buruk.

“Makin canggih penguasaan teknologi informasi, kian cerdik manusia bersimulakra yang muaranya menebar onar, hasud, dengki, dan keliaran. Bila perlu usai itu minta maaf dengan ringan sambil mencari dalih pembenar,” tegasnya.

Haedar menyebut, sebagian masyarakat dan elit sering memainkan standar ganda. Para buzzer dan pembikin keonaran sering ditoleransi dan leluasa menyebarkan virus kepremanannya tanpa kontrol kuat dari publik dan tindakan cepat institusi otoritatif. Sementara, kalau pihak lain yang melakukan keonaran di ruang publik, dengan mudah dicap radikal dan dihujat untuk segera ditindak serta diproses hukum. Bila pelaku onar itu datang dari kalangan sendiri dengan ringan dimintakan maaf dan kasusnya ditutup buku.

Agama dan kehidupan beragama serta Pancasila dan kehidupan berpancasila maupun berkebudayaan luhur bangsa kehilangan orientasi dan fungsi nyata dalam mengarahkan perilaku manusia Indonesia. Nilai kemanusiaan dengan dasar Ketuhanan pun mulai mengalami peluruhan.

Haedar mengutip Sukidi Mulyadi, pemikir kebinekaan lulusan Harvard yang juga kader Muhammadiyah, menyebut bahwa mestinya nilai ketuhanan menjadi pondasi bernegara dan bermasyarakat. Namun, “Itu harus selalu diingatkan di tengah situasi krisis. Di mana nilai-nilai yang semestinya menjadi pegangan kita hidup berbangsa dan bernegara ini terkoyak,” ujarnya tegas (Kompas, 27/4/2023).

Baca Juga  Muhammad Iqbal (2) : Jalan Politik Kemerdekaan dan Nasionalisme

Keterkoyakan nilai itu tentu mempengaruhi perilaku berbangsa dan bernegara, yang berakar pada banyak sebab serta manifestasinya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1342 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…
Report

Hamim Ilyas: Islam Rahmatan Lil Alamin Tidak Sebatas Jargon

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, Islam Rahmatan Lil Alamin harusnya tidak sebatas jargon belaka,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *