Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi umat Muslim yang mampu. Setiap tahunnya (kecuali Pandemi), jutaan umat Muslim dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, berkumpul di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah yang penuh makna ini.
Berdasarkan data dari SISKOHAT Kemenag RI, tercatat total kuota jamaah haji Indonesia tahun ini berjumlah 241.000 orang. Selain jumlah kuota yang besar, pada tahun 2024 ini jumlah jemaah dengan kategori lansia (umur 65 ke atas) sebanyak 44.795 jemaah, sehingga terdapat 18.5 % jemaah tahun ini merupakan jemaah dengan kategori lanjut usia.
Kebijakan Haji Ramah Lansia
Lansia, yang umumnya didefinisikan sebagai individu berusia 60 tahun ke atas, sering kali menghadapi berbagai tantangan fisik dan kesehatan yang kompleks. Statistik dari Kementerian Agama Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 18.5%% dari total jamaah haji Indonesia tahun 2024 adalah lansia.
Angka ini mencerminkan populasi yang signifikan dari jamaah haji yang potensial menghadapi masalah mobilitas, penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, serta kebutuhan kesehatan lainnya yang harus dikelola dengan hati-hati selama persiapan, perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji.
Tantangan-tantangan ini menjadi semakin penting ketika kita mempertimbangkan kondisi di lapangan. Kondisi yang terkait dengan usia dapat membuat perjalanan panjang dan berat menuju Tanah Suci menjadi lebih sulit. Faktor seperti panas yang luar biasa, kelelahan, dan tingkat kelembaban yang tinggi di daerah gurun Arab Saudi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius bagi jemaah.
Merespon kemungkinan-kemungkinan di atas, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) mengusung tagline Haji Ramah Lansia. Service Branding Haji Ramah Lansia ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI memiliki komitmen yang besar untuk memberikan pelayanan haji yang prima bagi seluruh jemaah terutama jemaah yang berusia lanjut.
***
Menurut penulis, terdapat beberapa kebijakan dan langkah konkret yang menunjukkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun ini menjadi lebih inklusif dan ramah bagi lansia.
Pertama, kebijakan screening test kesehatan sebagai syarat utama pelunasan. Langkah ini sangat tepat dalam rangka memitigasi klasifikasi tingkat risiko jemaah, sehingga Petugas Tim Medis baik yang di dalam Negeri maupun di Arab Saudi dapat mengambil tindakan tepat dan terukur kepada jemaah dengan risiko tinggi tersebut.
Di Provinsi Aceh misalnya, seluruh jemaah haji yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan pada Embarkasi Haji Aceh, akan dikeluarkan hasil tingkat risiko jamaah, jemaah yang memiliki usia tertua dan risiko kesehatan yang berat akan ditempatkan pada seat kelas bisnis ketika di pesawat. Sehingga jemaah prioritas tersebut dapat terlayani dengan baik.
Kedua, penyederhanaan proses-prosedur. Terdapat 60.21 % Jemaah Haji 2024 yang mendapatkan layanan fast track, inovasi ini tentunya sangat efektif dan efisien dalam pemeriksaan dokumen keimigrasian (visa dan paspor). Jika sebelumnya pemeriksaan dokumen keimigrasian memakan waktu 2-3 jam maka dengan adanya layanan fast track ini hanya memakan waktu 2 menit, sehingga jemaah memiliki banyak waktu untuk beristirahat dengan nyaman.
***
Ketiga, dedikasi petugas penyelenggara haji. Sejauh ini petugas penyelenggara ibadah haji baik yang di Indonesia maupun di Arab Saudi mendapatkan respon yang positif dalam melayani jemaah haji. Hal ini dikarenakan terdapat monitoring dan pengawasan yang intens agar petugas benar-benar dapat memberikan pelayanan haji yang ramah lansia. Bahkan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bertugas di Arab Saudi telah melewati serangkaian mekanisme seperti proses seleksi via CAT dan bimbingan teknis sehingga melalui mekanisme yang ketat ini diharapkan mereka dapat melayani jemaah secara prima dan profesional.
Keempat, tersedianya fasilitas dan layanan ramah lansia dan disabilitas pada seluruh Embarkasi Haji. Ketersediaan jalur prioritas, kursi roda, toilet prioritas (lansia/disabilitas) dan fasilitas lainnya merupakan standar yang telah dimiliki seluruh UPT Asrama Haji Embarkasi se Indonesia agar jemaah dapat menggunakannya secara nyaman.
Amirul Hajj dan Kesetaraan Gender
Selain kebijakan ramah lansia, terdapat values lainnya yang menurut penulis merupakan hal yang progresif dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Yaitu keterwakilan tokoh Perempuan dalam Tim Amirul Hajj Indonesia.
Amirul Hajj merupakan suatu gugus tugas yang dibentuk oleh Menteri Agama RI untuk memimpin misi haji Indonesia di Arab Saudi. Peran Amirul Hajj sangat penting dalam pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan haji Indonesia di Arab Saudi berjalan dengan lancar. Amirul Hajj juga memiliki tugas untuk memastikan bahwa jemaah haji Indonesia mendapatkan layanan dan fasilitas terbaik selama di Arab Saudi.
Sejak adanya kebijakan Haji Ramah Lansia (2023 dan 2024) Tim Amirul Hajj selalu terdapat keterwakilan Perempuan. Pada tahun 2024 ini terdapat 3 Tokoh Perempuan Nasional yang tidak diragukan lagi keberpihakannya pada aksesbilitas dan hak-hak Perempuan, mereka adalah Alissa Wahid, Ariati Dina Puspita dan Mariana Hasbie.
Keberadaan wakil Perempuan dalam Tim Amirul Hajj ini sangat penting, mengingat jemaah haji Indonesia didominasi oleh Perempuan. Sehingga dengan adanya keterwakilan Tokoh Perempuan Nasional dalam Tim Amirul Hajj kita harapkan dapat melakukan pengawasan serta menjamin kenyamanan dan hak-hak jemaah haji Perempuan di Indonesia. Dengan adanya kebijakan yang equal ini menunjukkan bahwa Kementerian Agama RI cukup keren dalam memahami tantangan yang dihadapi oleh jemaah wanita dan jemaah wanita yang berusia lanjut.
Masa Depan Pelayanan Haji Indonesia
Komitmen untuk terus meningkatkan pelayanan haji ramah lansia tidak hanya merupakan tugas negara semata, melainkan juga merupakan tugas kemanusiaan universal. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pelayanan haji di Indonesia adalah langkah yang luhur. Kementerian Agama RI telah membuat kemajuan yang signifikan dalam meningkatkan inklusivitas dan kenyamanan bagi seluruh jemaah.
Namun, penting untuk terus untuk memastikan bahwa kebijakan inklusivisme dalam penyelenggaraan haji ini diberlakukan secara berkelanjutan. Tidak hanya itu, pengawasan yang ketat juga sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi jemaah illegal (non visa haji) yang dapat merusak citra Indonesia dan merugikan jemaah resmi Indonesia ketika di Arab Saudi.
Standarisasi dan pengawasan KBIHU juga perlu diberlakukan secara intens. Serta penggunaan teknologi baru yang adaptif dapat menjadi kunci untuk meningkatkan pelayanan haji yang berkeadilan di masa depan. Tentunya yang paling penting layanan fast track ini dapat diberlakukan untuk seluruh jemaah haji tahun 2025 mendatang.
So, semoga best practice ini dapat berjalan dengan baik sampai dengan kepulangan jemaah di Tanah Air. Semoga!
Editor: Soleh