Seorang sahabat pernah berkelakar, “Menulis adalah kenikmatan tersendiri.” Bahkan seorang prolifik seperti Ahmad Fatoni (sekarang menjadi dosen UMM) mengungkapkan, “Tiada hari tanpa menulis.” Sementara itu, seorang peneliti brilian (duduk di LIPI), Wahyudi Akmalia, mengungkapkan kegilaannya, “One week, one article.” Intinya, menulis itu sungguh memuaskan batin.
Tetapi, izinkan saya kali ini membahas aktivitas menulis yang lebih serius. Maksudnya bukan sekedar membuat artikel pendek untuk koran. Ini konteksnya memproduksi karya ilmiah seperti tesis atau disertasi dan jurnal akademik.
Alasannya adalah, menulis artikel pendek (opini atau feature) jauh lebih mudah. Tidak perlu mempertahankan argumentasi dan menemukan bukti-bukti ilmiah yang kredibel. Sementara produksi karya ilmiah memiliki prosedur yang berbeda, jauh lebih pelik, menekankan ketelitian, refleksi dan yang paling utama adalah berpikir kritis.
Sarjana garda depan tanah air, Ahmad Najib Burhani, berkisah bahwa, ia menghabiskan waktunya dari pagi hingga pagi lagi, hanya untuk mengedit naskah jurnal yang akan diterbitkannya. Sementara itu Bayu Dardias, seorang kawan yang sedang berjuang mengubah struktur naskah disertasi doktoralnya, karena dipaksa pembimbingnya (Marcus Mietzner) agar tahan banting saat ujian, dengan semangat bercerita bahwa, ia tak melakukan apapun selama berbulan-bulan kecuali duduk di depan laptop yang terus menyala.
Saya sendiri saat duduk di Chiefly Library, The Australian National University, bisa menghabiskan waktu 12-16 jam per harinya dan berlangsung selama berminggu-minggu, hanya untuk mempersiapkan makalah tugas kuliah. Sedangkan senior saya, Pradana Boy ZTF, ketika mengerjakan disertasi di National University of Singapore (NUS), menceritakan bahwa, ia harus menyepi berhari-hari dan menjauh dari kehidupan normal seorang akademisi, demi membuat persiapan terbaik sebelum ujian (defense).
Keharaman untuk Penulis
Dari semua cara kerja keras para penulis ini, sebenarnya ada hal-hal yang diharamkan:
Pertama, terlalu banyak “bekerja” (membaca, menulis dan berpikir), terutama yang dilakukan hanya dengan duduk, berjam-jam lamanya, hal ini beresiko mengidap penyakit ambeien.
Kedua, aktivitas yang mengasikkan sebagai penulis, kerap membuat lupa waktu. Jadi, sebagian waktu yang seharusnya dipakai untuk istirahat, terabaikan. Penyakit yang seringkali diidap adalah sudah tidur alias insomnia.
Ketiga, jika waktu untuk istirahat saja terabaikan, maka tentu waktu untuk olahraga juga agaknya mustahil tersentuh. Tanpa olahraga, tubuh tentu kurang sehat. Akibatnya, rentan terserang penyakit. Jadi, pola kerja yang mengasikkan bagi para penulis ini sebenarnya menjadikan mereka mudah sakit.
Keempat, karena terlalu khusyuk menulis, apalagi ditemani oleh musik yang easy listening, maka biasanya para penulis lupa makan. Jika ini terjadi, hal-hal yang dialami kemudian adalah masuk angin, sakit maag, lalu tukak lambung dan bahkan akan mengidap penyakit kronis lainnya yang lebih berat dan berbahaya.
Kelima, untuk menjaga stamina menulis, para penulis biasanya gemar dengan doping. Di antara doping yang ada, yang paling digemari adalah kopi, rokok, energy drink dan camilan. Camilan yang berlebihan, mengakibatkan penumpukan lemak (bahkan obesitas). Minuman berenergi adalah pemicu utama sakit gula (diabetes) dan gagal ginjal. Sementara itu kopi dan rokok, memacu kerja jantung yang berlebihan. Tentu menyebabkan serangan jantung.
Jadi inilah hal-hal penting yang diharamkan bagi para penulis: terlalu lama duduk, kurang tidur, abai istirahat, tidak berolahraga, makan tidak teratur dan konsumsi yang tidak sehat.
Hal-hal Wajib untuk Penulis
Lalu apa yang wajib dilakukan oleh para maniak menulis ini?
Yang paling penting adalah merubah mindset tentang kerja keras. Kerja keras memerlukan pola hidup sehat.
Para penulis harus memiliki waktu yang diatur secara lebih sempurna. Istirahat harus cukup minimal 7-8 jam sehari. Makan makanan yang bergizi secara teratur. Menghindari doping dan memperbanyak minum air putih. Di samping itu, perlu selingan gerakan-gerakan tertentu agar tidak terus-menerus duduk. Para penulis juga harus berolahraga secara rutin setiap minggunya.
Memang inspirasi menulis, menurut kepercayaan sebagian penulis, bisa datang dari cara menulis yang tidak sehat. Tetapi bukan berarti, menulis secara sehat lantas membuat kita kehilangan inspirasi. Masalah inspirasi adalah masalah kesenyapan batin. Jadi, kita hanya perlu olah batin yang baik, agar tulisan kita menjadi lebih sempurna.
Demikianlah, mari para penulis, berpola-hidup sehat dan memperpanjang usia kita. Semoga karya-karya yang kita produksi, semakin banyak, berkualitas dan bermanfaat.