Oleh: Hendra Hari Wahyudi
Akhir-akhir ini beredar kabar pemerintah menghapus sejumlah pasal dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di dalam draft Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja. Konon kabarnya penghapusan itu terdapat dalam pasal 552 draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, bunyinya “Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” yang tertulis dalam pasal tersebut.
Namun, kabar draf RUU tersebut diklarifikasi oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pereknonomian. Menurutnya, RUU tersebut bisa dipastikan bukan draf resmi dari pemerintah, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal senada juga disampaikan oleh Kementerian Agama (Kemenag), Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki juga membantah jika tidak adanya niat pemerintah menghapuskan kewajiban sertifikasi halal sebagaimana yang dilansir oleh CNN Indonesia (21/1/2020).
Namun sebenarnya, tidak ada wacana penghapusan sertifikasi halal dalam RUU Omnibus Law tersebut. Sertifikasi halal justru akan dipermudah seperti yang disampaikan Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin yang dilansir liputan6.com (22/1/2020).
Halal adalah Kebutuhan
Apakah halal merupakan pilihan? Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman,
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui.” [al-Baqarah/2: 168-169]
Juga pada surat al-Baqarah ayat 172,
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allâh, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah.”
Halal adalah kebutuhan bagi orang yang beriman, Allah SWT memberikan segalanya bagi manusia. Namun, Allah SWT juga mewanti-wanti agar tetap menjaga diri bagi seorang mukmin. Karena dalam syariat agama Islam semua larangan pasti ada madharatnya bagi manusia itu sendiri. Sebagaimana kedua ayat dibawah ini,
“Dialah yang telah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk kamu…” [QS. al-Baqarah: 29].
“Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kamu kedalam kebinasaan.” [QS. al-Baqarah: 195].
Segudang Manfaat
Sejatinya, makanan halal adalah kebutuhan. Karena makanan atau minuman halal sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Makanan atau minuman halal yakni halal dari proses awal hingga dikonsumsi oleh manusia. Mulai dari minuman keras hingga darah, semua itu agar tubuh terbebas dari penyakit-penyakit yang dibawa oleh makanan atau minuman yang haram. Karena makanan yang diharamkan adalah makanan yang buruk.
Salah satunya larangan memakan darah, menurut penelitian modern, darah adalah sarang serta media yang baik bagi perkembangan bakteri. Darah juga tidak mengandung gizi sedikit pun, malah menyebabkan gangguan pencernaan. Sampai-sampai jika sebagian dari darah tersebut dimasukkan ke dalam perut (lambung) manusia, maka secara langsung lambung tidak akan menerimanya (muntah).
Dalam sebuah penelitian di Universitas Padjajaran menyimpulkan bahwa darah yang dikonsumsi manusia mampu menyebabkan timbulnya penyakit. Alasannnya adalah ternyata darah merupakan media yang subur bagi bakteri. Bahkan darah dapat menyebabkan keguguran bagi ibu hamil.
Dalam Alquran Surah Al-Baqarah [2] ayat 173, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Penghambat Doa
Demikian pula yang terdapat pada surat Al-Maidah ayat 3. Jadi, makanan dan minuman halal pada dasarnya merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Bagi seorang muslim, hewan yang halal akan menjadi haram apabila didapatkan dari cara yang tidak baik atau disembelih tanpa menyebut nama Allah SWT. Mengkonsumsi makanan serta minuman haram juga akan menjadi penghambat doa kita, dalam hadits dari Abu Hurairah RA, dia berkata, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang yang beriman sebagaimana Ia memerintahkan kepada para Rasul-Nya dengan firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian’. Kemudian beliau menyebutkan, ada seseorang yang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia mengangkatkan tangannya ke langit seraya berkata, ‘Wahai Rabbku’, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.” (HR Muslim).
Negara Jepang, Hongkong dan Taiwan saat ini tengah gencar menjual label halal demi mendatangkan wisatawan muslim, namun negeri yang dengan memiliki jumlah penduduk muslim terbesar didunia yakni Indonesia justru berhembus kabar penghapusan sertifikat halal, meski hal ini sudah dibantah.
***
Semoga Pemerintah tetap istiqamah dan merealisasikan sertifikasi produk halal. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto yang dilansir liputan6.com (9/1/2020) Pemerintah akan mendukung skema pembiayaan dan mensubsidi seluruh proses sertifikasi halal bagi para Usaha Mikro Kecil (UMK).
Upaya ini sejalan dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman memiliki sertifikat halal.
Editor: Nabhan