Perspektif

Hanya Orang Islam Kolot yang Anggap Syiah itu Bahaya

4 Mins read

Diskursus tentang relasi Sunni-Syiah belakangan ini mulai muncul kembali. Banyak artikel yang menyudutkan Syiah sampai pada penolakan kegiatan yang dihadiri oleh tokoh Syiah, atau tokoh yang “diduga” Syiah.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang berkomitmen menjadi jembatan dialog antara Sunni-Syiah pun juga ikut diserang oleh masyarakat.  Artikel-artikel yang bermunculan mayoritas menjelaskan bahaya Syiah tanpa mendialogkan dan mengkonfirmasi langsung kepada  kelompok Syiah itu sendiri. 

Dengan banyaknya artikel yang menjelaskan bahayanya Syiah, maka tulisan ini berusaha meng-counter informasi tentang bahayanya Syiah. Namun, dalam tulisan ini penulis juga menjelaskan bahaya Syiah bagi dua kelompok. Yaitu kelompok yang tidak ingin Islam maju dan kelompok yang tidak ingin Islam bersatu. Dua kelompok tersebutlah yang merasa paling terancam jika Syiah berkontribusi terhadap kehidupan umat Islam.

Saya meyakini bahwa Syiah adalah saudara seiman, yaitu Islam. Saya menyandarkan diri kepada sikap-sikap organisasi Muhammadiyah tentang Syiah yang tidak pernah menganggap Syiah sesat dan keluar dari Islam, karena saya adalah anggota Muhammadiyah.

Artikel ini akan menjelaskan kontribusi-kontribusi Syiah terhadap peradaban Islam meskipun hanya beberapa contoh kecil saja. Sedangkan kontribusi kelompok Syiah kepada Indonesia akan dijelaskan pada tulisan selanjutnya. 

Kontribusi Syiah dalam Pendidikan

Bagi umat Islam, mayoritas pasti mengetahui tentang Universitas Al-Azhar Kairo. Al-Azhar Kairo di Mesir menjadi universitas keagamaan yang besar dan telah melahirkan banyak ulama. Para penuntut ilmu Islam dari belahan dunia manapun menjadikan Al-Azhar sebagai cita-cita tempat berkuliah. Termasuk para mahasiswa asal Indonesia.

Ada sekitar 11.000 mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di Al-Azhar. Namun kadang kita melupakan bagaimana Al-Azhar bisa berdiri dan siapakah yang mendirikan.

Menurut catatan sejarah, Al-Azhar didirikan saat Dinasti Fatimiyah (909-1171) berkuasa. Al-Azhar didirikan oleh Jauhar As Siqilli, Panglima Besar Dinasti Fatimiyah. Dinasti Fatimiyah sendiri adalah dinasti yang bermazhab Syiah.

Baca Juga  Muhammadiyah dan Indonesia Berkemajuan

Berawal dari masjid, tempat tersebut dinamai Al-Azhar untuk menghormati Fatimah Al-Zahra, putri Nabi Muhammad yang sangat dicintai oleh penganut mazhab Syiah. Dari sini bisa kita fahami begitu besarnya kontribusi Syiah terhadap peradaban Islam, khsusunya dalam dunia pendidikan.

Meskipun pasca Dinasti Fatimiyah runtuh, Al-Azhar ditutup selama satu abad oleh dinasti Ayyubiyah. Namun tetap kita tidak boleh melupakan peran Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab Syiah sebagai pendiri Al-Azhar. Dari Al-Azhar lahir para ulama–ulama kaliber yang menyebar ke seluruh belahan dunia menyampaikan risalah Islam ke hati umat manusia sampai saat ini.

Prof. Syafiq Mughni, Ketua PP Muhammadiyah berkata, “Ulama-ulama Syiah telah menyelamatkan tradisi falsafah dari kepunahan di abad-abad pertengahan. Kemenangan Revolusi Islam Iran tahun 1979 telah membangkitkan moral dan harga diri umat Islam di hadapan kecongkakan Barat.”

Dalam konteks penyelamatan tradisi falsafah di kalangan Islam, Ibnu Sina dan Al-Farabi adalah contoh. Mereka adalah tokoh Syiah yang mengembangkan tradisi falsafah Islam.

Hingga saat ini para ulama Syiah kontemporer meneruskan tradisi falsafah tersebut. Seperti Allamah M.H. Thabathaba’i, Murtadha Muthahari, Sayyed Hossein Nasr, dan lain-lain. Para pemikir Syiah tersebutlah yang berhasil menjadi tandingan pemikir pemikir Barat yang bercorak sekuler. 

Harga Diri Islam di Hadapan Barat

Sedangkan dalam konteks Revolusi Islam Iran, pada saat itu negara-negara di Timur Tengah yang mayoritas penduduknya beragama Islam sedang kacau balau diobok-obok Negara Barat. Dengan spirit teologi Syiah yang mereka anut, Iran mampu mengusir intervensi barat dari negaranya.

Sekali lagi di tangan kelompok Syiah peradaban Islam mempunyai harga diri di depan peradaban Barat. Pasca revolusi Iran seketika Imam Ayatullah Khomeini, Murtadha Muthahari, dan Ali Shariati namanya menggema di seluruh negara berpenduduk mayoritas muslim. Pemikiran mereka menjadi idola bagi aktivis muslim termasuk di Indonesia.

Baca Juga  Benarkah Penyandang Disabilitas itu Takdir Allah?

Tahun-tahun tersebut para aktivis muslim Indonesia termasuk yang bermadzhab Sunni di Indonesia banyak mengkaji pemikiran tokoh tersebut dan menjadikan pemikiran mereka sebagai spirit dalam membangun gerakan. Tak heran juga banyak bayi yang lahir pada tahun-tahun tersebut diberi nama oleh orang tuanya dengan nama tokoh-tokoh syiah atau berbahasa farsi, meskipun mereka Sunni.

Nama-nama seperti Reza, Rafsanjani, Khomeini, Muthahari, dan lain-lain adalah sebagai bukti. Tidak akan kita temukan nama-nama tersebut dalam Bahasa Arab, karena nama tersebut berasal dari Farsi. Pemikiran dan gerakan para tokoh Syiah tersebut sangat berpengaruh pada kemajuan peradaban Islam.

Hal tersebut hanyalah contoh kecil dari kontribusi Syiah terhadap kemajuan peradaban Islam. Hal-hal tersebutlah mungkin yang menjadikan Syiah dianggap berbahaya. Tentunya dalam hal ini berbahaya bagi kelompok-kelompok yang tidak ingin peradaban Islam maju. 

Bahaya Syiah bagi Kelompok yang Tidak Ingin Islam Bersatu

Selain kelompok yang tidak ingin peradaban Islam maju, kelompok yang tidak menginginkan Islam untuk bersatupun juga akan terancam dengan adanya kelompok Syiah. Spirit persatuan Islam di kalangan Syiah tergambar jelas. Salah satunya dalam hal mereka mengelola negara, yaitu Iran.

Iran sebagai negara yang mayoritas penduduknya bermadzah Syiah. Namun di sana madzhab lain di dalam Islam seperti Sunni, bahkan agama lain seperti Kristen, Yahudi, dan Majusi dilindungi. Undang-Undang Republik Islam Iran menjamin kebebasan beragama.

Dalam konteks kebijakan politik dalam negara, merekapun mempunyai perwakilan di parlemen untuk menyuarakan aspirasi dan suara mereka di pemerintahan. Kehidupan di sana damai, rukun berdampingan, dan tidak ada diksriminasi. Selain itu bagi kelompok Sunni, mereka difasilitasi lembaga pendidikan tinggi Islam gratis bermadzhab Sunni dari negara, yaitu di bawah Mustafa International University yang berada di daerah Gorgon.

Baca Juga  Menafsir Korelasi COVID-19 dan Dajjal

Kelompok Syiah juga menggelorakan persatuan umat Islam dengan berpartisipasi atau bahkan menyelenggarakan forum-forum persatuan umat Islam. Seperti acara yang baru-baru ini tersenggelara, yaitu Konferensi Internasional Persatuan Islam ke-36 yang diselenggarakan oleh World Forum for Proximity of Islamic Schools of Thought di Iran pada tanggal 8-13 Oktober 2022.

Iran sebagai tuan rumah acara tentu sedang tidak melakukan gimmick. Namun secara sadar menggelar kegiatan dengan landasan spirit persatuan Islam berdasarkan tauhid. 

Acara tahunan ini dihadiri langsung oleh 200 tokoh Islam lintas mazhab dari 60 negara berbeda. Acara tersebut dilaksanakan pada saat Pekan Persatuan Islam yang juga bertepatan dengan hari kelahiran Rasulullah Muhammad SAW yaitu tanggal 12 – 17 Rabiul Awal.

Tujuan diadakannya Konferensi ini adalah untuk menciptakan persatuan dan solidaritas umat Islam sekaligus konsensus para ulama dan akademisi Muslim lintas mazhab untuk mengkaji dan memberikan solusi praktis terkait persatuan Islam dan memecahkan berbagai permasalahan umat Islam.

Hal tersebut hanya sebagian contoh kecil peran Syiah dalam menjaga persatuan umat Islam. Sehingga wajar jika Syiah dianggap berbahaya oleh kelompok yang tidak menginginkan persatuan umat Islam.

Ekspresi kelompok yang menganggap bahaya kelompok Syiah bisa bermacam-macam. Mulai dari menganggap mereka sesat, sampai pada persekusi dan intimidasi secara fisik. Hal yang menarik adalah dalam kondisi dipersekusi dan dianggap sesat, kelompok Syiah mampu berkontribusi banyak dalam lini kehidupan umat Islam.

Mari coba kita bayangkan jika kelompok Syiah tidak dipersekusi dan tidak dianggap sesat, maka kontribusi mereka terhadap lini kehidupan terhadap umat Islam tentu akan semakin besar. Namun Karena ada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan peradaban Islam maju dan bersatu, maka fitnah dan adu domba akan tetap ada kepada Syiah dan kelompok Islam minoritas lainnya. 

Editor: Yusuf

Avatar
7 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds