Perspektif

Islam Bukan Agama yang Sepenuhnya Mistis Maupun Logis: Apakah Islam Agama yang Bukan-Bukan?

3 Mins read

Islam Logis | Dalam sejarah, perubahan berpikir yang dialami oleh manusia mencapai masa kegemilangannya di saat bangsa Yunani memperkenalkan cara berpikir yang baru. Cara berpikir berdasarkan pengalaman dan bersifat sempit dirubah menjadi model berpikir yang punya nilai universal dan radikal.

Kepercayaan akan dewa-dewa adalah keyakinan manusia pada saat itu. Namun beberapa orang di antara kebanyakan orang berusaha memperkenalkan sebuah epistemologi yang merombak model berpikir mistis ini, atau yang dikenal dengan cara berpikir logis (filsafat).

Mereka mulai mencari esensi dari dunia ini, melakukan analisa-analisa empiric, dan berpikir secara radikal dengan menanggalkan kepercayaan mitologi. Dalam sejarah, arus pemikiran filsafat juga mengalami masa surut. Hingga muncullah ajaran-ajaran baru yang menawarkan konsep bertuhan yang berbeda dari sebelumnya, salah satunya agama Islam.

Apakah agama Islam mengembalikan cara berpikir mistis layaknya mitologi Yunani? Jika berbeda dengan mitologi Yunani, sejauh apa perbedaannya?

Mitologi Yunani dan Agama Islam

Mitologi Yunani merupakan keyakinan-keyakinan yang berasal dari dongeng-dongeng dan konstruksi sosial masyarakat. Karena itu, ajaran mitologi Yunani adalah muntaj at-tsaqafi atau produk kebudayaan.

Sedangkan agama Islam memiliki kondisi sosial masyarakat yang berbeda dari kepercayaan Yunani saat itu. Alih-alih dikonstruksi oleh masyarakat, justru diawal kemunculannya agama ini mendapat kecaman dan penolakan oleh masyarakat sekitar. Legitimasi masyarakat adalah perbedaan yang mendasar dari awal kemunculan agama Islam dengan ajaran mitologi Yunani.

Dalam kepercayaan agama Islam, agama dibawa oleh utusan Tuhan atau nabi-nabi yang akan menuntun kehidupan manusia di bumi ini. Utusan ini merupakan utusan yang berwujud manusia suci dan hidup bersama masyarakat serta menyerukan ajaran-ajaran dari Tuhan.

Tak ayal agama Islam di awal penyebarannya mengalami penolakan. Seperti kisah Nabi Muhammad yang mengalami penolakan di Mekkah. Sehingga dia harus berhijrah ke Madinah.

Baca Juga  Moderasi Beragama: Solusi Menangkal Rezimentasi Agama

Sedangkan mitologi Yunani adalah kepercayaan yang diyakini secara bersama-sama oleh kelompok masyarakat. Maka dalam sejarahnya, mitologi Yunani tidak memiliki banyak penolakan seperti agama Islam.

***

Agama Islam juga memiliki kompleksitas dalam keyakinannya. Hampir setiap pertanyaan-pertanyaan filosofis manusia telah dijelaskan di sini. Seperti asal mula kehidupan, ke mana manusia setelah mati, dari mana asal usul bumi, moral, serta hal-hal lain.

Berbeda dengan mitologi yang belum bisa menjawab segala hal yang terjadi di muka bumi ini secara kompleks dan masuk akal. Seperti kejadian gerhana matahari yang dianggap sebagai simbol kemarahan dewa-dewi terhadap raja yang saat itu berkuasa, akhirnya diambillah tahanan penjara untuk disamarkan menjadi raja sebagai tumbal kepada dewa-dewi, lalu raja yang disamarkan itu akan mati dipenggal.

Mitologi Yunani masih menganggap bahwa fenomena yang ada di alam memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia kepada zat supranatural yang mereka sebut dewa. Sederhananya, mereka masih menganggap fenomena alam sebagai sebuah amarah dari dewa mereka.

Berbeda dengan itu, Islam justru membedakan antara fenomena alam dengan fenomena yang terjadi dengan manusia. Contoh kisah kematian putra Nabi Muhammad yaitu Ibrahim.

Nabi Muhammad mendengar dari kalangan sahabat yang mengira bahwa gerhana matahari pada hari itu dikarenakan wafatnya Ibrahim. Nabi Muhammad membantah hal tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada kaitannya gerhana dengan kematian seseorang. Hal tersebut menjelaskan perbedaan yang mendasar antara keyakinan mitologi Yunani dan agama Islam.

Benarkah Islam Bercorak Logis?

Perbedaan mitologi Yunani dan agama Islam tidak berarti agama Islam selalu berbasis pada logos. Saya ingin menunjukan satu alasan untuk menyatakan bahwa agama Islam juga bisa disebut mitos. Alasan itu adalah adanya kesamaan di antara mitologi dan agama Islam terkait kitab suci yang menjadi sumber pengetahuan manusia.

Baca Juga  Kajian Keislaman di Kampus, Harus Ada Manfaatnya untuk Bangsa

Itu terlihat dari kecenderungan orang yang mempercayai mitologi Yunani dan agama Islam yang selalu menyelesaikan sebuah fenomena kepada wahyu yang telah ditulis dalam ajaran mereka. Bukan dengan pendekatan yang lebih masuk akal dan bersifat empirik-analisis. Mereka langsung merujuk pada apa yang telah tertulis dalam kitab suci.

Contohnya hubungan antar manusia berbasis gender. Orang beragama akan merujuk pada wahyu di kitab suci dan menyatakan bahwa ini adalah sebuah kebenaran dari Tuhan yang harus diikuti. Meskipun hal itu sudah tidak sesuai dan relevan lagi dalam perjalanan kehidupan manusia.

Misal penempatan perempuan dalam kehidupan, yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Orang beragama akan lantang menyatakan bahwa memang kodrat perempuan itu tidak menjadi pemimpin, seperti yang tertulis di hadis “Suatu kaum tidak akan bahagia apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita” (HR Bukhari no 4425).

Meskipun sudah ada contoh figur pemimpin perempuan di zaman sekarang yang berhasil memimpin negaranya dengan baik, mereka akan tutup mata dan lebih yakin bahwa perempuan tidak akan mampu untuk memimpin.

Sulit rasanya untuk menentukan posisi agama Islam secara tegas jika ada dalam dua pilihan, mistis atau logis. Jika kita sebut agama Islam adalah logis, ternyata masih ada pemuka agama yang mengaitkan bencana banjir di Jakarta dengan maksiat yang dilakukan manusia. Dan jika dikatakan mitos, banyak juga ayat al-Quran yang membicarakan gejala alam semesta dengan pendekatan ilmiah, seperti proses terjadinya hujan.

Atau sebenarnya agama Islam adalah agama yang bukan-bukan? Entahlah!

Editor: Yahya FR

Muhammad Yusmi Ridho
13 posts

About author
Mahasiswa di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *