Perspektif

Kemerdekaan Indonesia dan Permasalahan Umat Islamnya

3 Mins read

Boleh dibilang hari kemerdekaan Indonesia adalah momentum hari rayanya seluruh umat beragama yang berada dalam satu lingkaran bangsa Indonesia. Tiga setengah abad lebih penjajahan cukup menunjukkan kebencian bangsa asing kepada Indonesia, dilandasi keinginannya untuk menguasai berbagai apa yang dimiliki bangsa kita. Penjajahan belum mau berhenti setelah dibacakannya teks proklamasi. Mereka hanya meletakkan senjata dan mengganti raut muka menjadi lebih humanis, lantas menyiapkan amunisi-amunisi baru untuk melakukan penjajahan dengan cara yang baru.

Sepak terjang para pahlawan dalam meraih hari kemerdekaan Indonesia setidaknya mampu menjadi bahan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang menimpa bangsa ini. Sebagai contoh seperti kisah Kyai Hasyim yang menghimpun kekuatan umat Islam. KH Hasyim menggerakkan para ulama untuk mengeluarkan fatwa melawan penjajahan Belanda yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Dan masih banyak kisah para pahlawan yang berhasil menggerakkan kekuatan umat untuk melawan segala bentuk ketidakadilan. Mungkin kita harus banyak meneladani, mentadaburi, dan mengamalkan ibrah mulia dari perjuangan mereka terlebih dalam kasus ngopeni masalah umat.

Restorasi Makna ‘Umat’

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Indonesia diramaikan dengan gerakan perkumpulan umat muslim di monumen nasional. Setelah gerakan-gerakan tersebut, pandangan masyarakat tertuju pada kekuatan umat yang terus-menerus digaungkan membentuk kekuatan baru dalam bingkai keagamaan. Umat sebenarnya memiliki arti sebuah ruang yang luas, dihuni oleh berbagai latar belakang golongan maupun pemikiran. Mereka bersatu karena kesamaan tauhid. Kesamaan itulah yang mendorong mereka untuk menciptakan kesatuan yang utuh.

Namun belakangan ini, suara dan kekuatan yang terkumpulkan harus terpinggirkan karena kehadiran para oknum yang membuat blok-blok baru dalam gerakan umat Islam. Mereka menciptakan definisi kebenaran menurut kelompoknya sendiri, sehingga merasa paling benar sendiri. Sementara di lain sisi gerakan keumatan yang menonjol justru parade unjuk kebenaran kelompoknya, keyakinannya, pemikirannya, dan lain-lain tanpa ada rasa mengalah sedikit pun. Realita ini pun seakan menjadi wahana pertempuran yang didominasi oleh kekuatan nafsu yang jauh dari nilai moral dan rasional.

Baca Juga  Kekerasan dan Stigma Siswa Disabilitas

Perintah wa la tafarraqu yang sudah dijelaskan secara gamblang di dalam kitab-Nya menunggu untuk terealisasikan. Tetapi, umat belum tentu siap untuk bersatu manakala masih awam dalam perbedaan. Padahal Islam sendiri tak pernah menganggap perbedaan pendapat merupakan suatu kesalahan. Adakalanya kita tetap berendah diri atas perbedaaan yang kita miliki. Bukankah Kanjeng Nabi sudah memberikan penjelasan bagaimana bersikap dalam menghadapi perbedaan? Tinggal kita pilih rumus mana yang menurut kita paling mudah.

Saya rasa pemahaman tentang pengertian terkait Islam, Iman, dan Ihsan sudah berkali-kali kita kaji. Jika salah satu tanda seorang mukmin itu saling menjaga dan mengasihi saudaranya, apakah pertanyaan tersebut sudah terjawab dengan bukti? Hampir semua nilai keagamaan tak bertujuan untuk menguatkan kaki personal, tetapi menyediakan basis untuk bersatunya kekuatan ukhuwah.

Umat dan Beragam PR-nya

Perjalanan umat Islam Indonesia tidak berhenti pada persengketaan kata ‘umat’ yang memiliki pemahaman yang kadangkala terdapat perbedaan. Akan tetapi umat harus menenangkan pikiran dan menyiapkan untuk menyelesaikan PR yang kian hari semakin menumpuk. Realitanya, pandangan kita terlalu fokus pada kata ‘persatuan’ di saat sikap egoisme belum mampu terkalahkan. Karenanya, kita lupa akan permasalahan yang berada pada akar rumput.

Dalam hal akidah misalnya, sudah berapa banyak umat Islam di pelosok yang berhasil dicuci otaknya oleh misi kristenisasi atau sejenisnya menjadi ragu akan kebenaran Islam? Atau dalam hal ekonomi, sudahkah kita membantu saudara-saudara kita yang karena himpitan ekonomi akidahnya digoyahkan? Sedangkan kita masih terlalu sibuk melayangkan boikot kepada produk-produk sehingga lupa dengan skala prioritas yang harus diutamakan. Dan masih banyak lagi permasalahan yang menjadi PR bagi umat Islam yang harus segera dirampungkan.

Baca Juga  Islamofobia: Apakah Islam Agama yang Harus Ditakuti?

Dalam penyelesaiannya, umat Islam harus mampu mengubur dalam-dalam sikap egoisme dan budaya saling tuding-menuding. Penyelesaiannya pun juga tak bisa hanya dilakukan dengan sekedar kumpul-kumpul menggelar aksi saja, akan tetapi harus disertai dengan peran yang nyata. Spirit keumatan yang dilandasi dengan pemikiran kreatif, inovatif, dan inspiratif harus segera dibangun. Sebagaimana Islam mengenal istilah ijtihad yaitu pembaharuan cara berpikir agar tatanan kehidupan berjalan dengan baik.

Muhasabah Akbar

Sekiranya dalam suasana hari kemerdekaan Indonesia ini, muhasabah perlu dilakukan segenap bangsa terutama umat Islam di Indonesia agar semakin dewasa dan bijaksana. Dinding pemisah antara umat Islam dan Pancasila yang kemarin sempat menghiasi musim politik harus segera dirobohkan. Entah hal tersebut merupakan isu belaka atau pun sebaliknya. Yang jelas, perobohan dinding pemisah setidaknya mampu merawat rasa persaudaraan di kalangan bangsa Indonesia yang sempat retak.

Rasa saling memiliki bangsa harus dibangun di atas tasammuh dengan merawat kejernihan nalar, disiplin logika, dan ketepatan dalam meletakkan pemetaan sosial dengan landasan ilmu yang sejujur-jujurnya dan setepat-tepatnya tanpa mengorupsi ayat lakum dinukum waliyadin. Kesiapan dalam mengawal Indonesia menuju baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur harus disertai sikap berbesar jiwa. Orientasi umat Islam Indonesia harus senantiasa mencari apa yang benar bukan siapa yang benar. Dengan begitu, sikap saling mengayomi dan menghormati antar sesama akan semakin mudah tercipta.

Editor: Shidqi Mukhtasor

Avatar
12 posts

About author
Alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta/Mahasiswa PAI UMY 2019.
Articles
Related posts
Perspektif

Refleksi Milad ke-112 Muhammadiyah: Sudahkah Dakwah Muhammadiyah Wujudkan Kemakmuran?

3 Mins read
Beberapa hari yang lalu, ketika ibadah Jumat, saya kembali menerima Buletin Jumat Kaffah. Hal ini membawa saya pada kenangan belasan tahun silam…
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds