Perspektif

Harta itu Kotoran Manusia

3 Mins read

Ketika membaca judul ini mungkin pembaca mengira, “Harta kok kotoran?” atau “Yang benar saja ini penulis, masak harta disamakan dengan kotoran manusia?”. Hehe sama halnya dengan kesan pertama saya membaca salah satu judul bab “Menghitung Berak dan Kencing” dalam buku “Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya” karya Rusdi Mathari. Terdengar aneh, untuk apa coba menghitung berak dan kencimg, kaya tidak ada pekerjaan lain saja, gumam saya.

Tak hanya itu, ada lagi judul bab setelahnya yang menurut saya unik dan membuat saya tertarik untuk membahasanya dalam tulisan pertama saya ini, yaitu “Zakat dan Sekantong Taek “. Hmmm… Apa saya bilang, aneh sekali bukan? Judulnya saja terdengar menjijikan jika dibayangkan secara nyata.

Dalam bahasa Jawa taek adalah kotoran manusia loh, kata itu juga biasanya digunakan oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk umpatan. Terdengar kasar sih, namun pasti ada sesuatu di balik pengambilan judul itu. Ternyata benar, setelah dibaca dengan seksama dua judul bab tadi, saya rasa pembahasannya saling berhubungan. Jika pembaca penasaran, mari simak artikel ini sampai selesai.

Pada judul bab “Menghitung Berak dan Kencing“, dengan kreatif sekali penulis menganalogikan konsep ikhlas ke dalam suatu cerita sederhana yang membahas tentang kejadian sehari-hari selama bulan Ramadhan di sebuah kampung. Konsep ikhlas tersebut dianalogikan dengan suatu kegiatan yang semua manusia tentu melakukannya setiap hari, yaitu berak dan kencing.

Beliau terinspirasi dari cerita yang disampaikan oleh Syekh Maulana Hizboel Wathany Ibrahim. Saya ringkas seperti ini, ketika timbul sebuah pertanyaan, “Apakah kita pernah menghitung berapa kali kita mengeluarkan berak dan kencing?” Mungkin sehari atau dua hari kita masih ingat, tapi jika ditanya, “Sudah berapa kali kita kencing dan berak sejak kita lahir?”. Saya jamin tidak akan ada yang ingat. Jangankan sejak lahir, dalam sebulan ini saja,  saya pikir banyak dari kita yang tidak memperhitungkannya. Itulah ikhlas, tanpa sadar kita ikhlas melakukan berak dan kencing selama kita hidup di dunia ini. Bukankah begitu?

Baca Juga  Melawan Objektivikasi Wanita: Harta, Tahta, Siapa?
***

Dalam Islam, ikhlas yaitu suatu amalan yang tidak kita perhitungkan sama sekali dan seperti tidak terjadi apa-apa setelah kita melakukannya. Sama halnya dengan berak dan kencing tadi, sebuah kegiatan alamiah yaitu mengeluarkan suatu kotoran dalam tubuh yang sifatnya perlu untuk dikeluarkan tanpa ada rasa menahan.

Setelah melakukan itu, kita melupakan baunya, bentuknya, tidak memperhitungkannya, bahkan menganggap kegiatan itu tidak penting untuk diingat-ingat. Tanpa kita sadari, kita mudah sekali ingat tentang kebaikan yang telah kita lakukan untuk orang lain. Memang, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, rasanya ikhlas itu gampang-gampang susah, wong tinggal melupakannya saja toh.

Tapi entah, manusia kebanyakan lupa akan hakikat ikhlas itu sendiri. Karena dalam dirinya,  sudah dikuasai hawa nafsu, seperti suka mengungkit-ungkit, meminta balasan yang setimpal, merasa dirinya paling baik, dan lain-lain. Namun jangan kawatir, ikhlas akan mudah dilaksanakan jika kita melakukan sesuatu berniatkan lillahita’ala.

Kemudian beralih ke judul bab selanjutnya, yang tidak jauh-jauh dari penganalogian di atas, yaitu “Zakat dan Sekantong Taek” judul ini membuat orang merasa ogah membayangkannya. Di sini penulis buku membahas tentang penganalogian harta dengan sekantong taek. Tapi dalam tulisan saya ini, akan menyebutnya dengan sebutan kotoran, agar terlihat lebih halus sedikit.

Pernah tidak kita menanyakan mengapa zakat diwajibkan bagi umat Islam? Jawaban umumnya pasti untuk menyucikan harta dan menyucikan hati atau ya memang sudah syariat agama Islam, kan syarat masuk Islam harus membayar zakat dahulu bukan?

Zakat adalah bagian dari harta, sama halnya dengan infak dan sedekah. Hanya saja Zakat hukumnya wajib dikeluarkan, sedangkan infak dan dedekah tidak wajib, untuk itu cara kita mmbersihkan harta yaitu dengan mengeluarkannya di jalan Allah. Salah satunya berbagi dengan orang lain tanpa rasa takut atau eman-eman, ibarat membuang kotoran dalam tubuh kita. Seperti itulah harusnya kita memperlakukan harta yang dititipkan oleh Allah kepada kita.

Baca Juga  Manusia Tak Sebatas “Hewan yang Berakal”
***

Akan tetapi, banyak dari manusia kikir yang merasa bahwa harta adalah segala-galanya, yang diagung-agungkannya hingga mereka enggan mengeluarkannya. Padahal tanpa sadar harta mereka adalah kotoran yang setiap hari bersarang dalam usus mereka, yang setiap hari dibawanya lalu dibuangnya dengan cuma-cuma.

Lalu untuk apa menyombongkan harta yang kita punya? Toh, harta sama halnya dengan kotoran, yaitu sumber penyakit. Hanya ada dua pilihan dalam memperlakuan harta, menimbunnya, atau membuangnnya? Jika kotoran dalam tubuh disimpan terus menerus maka tentu akan menimbulkan penyakit.

Sama halnya dengan apabila kita menimbun harta, maka akan pula mudah untuk menimbulkan penyakit hati, seperti kikir, sombong, pelit dan lain sebagainya. Naudzubillah, semoga kita bukan tergolong manusia yang memiliki sifat tersebut.

Sampai sini tentu ada kan pelajaran yang bisa kita ambil? Salah satunya yaitu jangan terkecoh untuk men-judge judul tulisan, yang sebenarnya banyak hikmah dibalik judul yang unik-unik itu. Hehehe. Selain itu masih ada beberapa hikmah lainnya yang harus kita renungi dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

***

Seperti dalam hal berbagi, menurut saya ini penting sekali, karena kita hidup dalam lingkungan bermasyarakat. Untuk itu Allah sangat menganjurkan umatnya untuk berbagi. Hingga Allah memberi iming-iming manusia, jika kita mengeluarkan harta untuk berzakat, berinfak, bersedekah maka Allah akan melipat gandakan harta kita.

Nah, setelah kita memahami akan konsep harta dan konsep ikhlas tadi, saya berharap setelahnya saya sendiri terutama dan pembaca lebih sadar terhadap diri yang mudah lalai ini untuk tidak merasa sombong, bangga dengan apa yang dimilikinya karena sesungguhnya semua ini adalah titipan dari Allah, sehingga jangan sampai kita tanpa sadar merendahkan orang lain.

Baca Juga  New Normal Pendidikan

Selain itu, semoga kita bisa menjaga baik-baik amanah dari Allah, seperti halnya menjaga kesucian harta yang dititipkan kepada kita di muka bumi ini. Kita harus senantiasa ingat bahwa masih banyak hak-hak disekitar kita yang harus dipenuhi. Kita tidak boleh kalah dengan ego kita yang hanya mementingkan keinginan-keinginan nafsu belaka yang tanpa ada batasnya.

Semoga bermanfaat.

Editor: Yahya FR
Avatar
14 posts

About author
Mahasiswi STIQSI (Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains al-Ishlah) Asal Tuban Bumi Wali
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds