Tarikh

Sejarah Nasyiatul Aisyiyah: Bermula dari Kegiatan Ekstrakurikuler

2 Mins read

Tanggal 16 Mei, 89 tahun silam, lewat keputusan Congres Muhammadiyah-Aisyiyah ke-20 tahun 1931, Nasyiatul Aisyiyah resmi menjadi salah satu departemen dalam organisasi Aisyiyah (disebut Bahagian Aisjijah Oeroesan Nasjiah). Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah ini semula berbentuk kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang sedang tumbuh pesat. Siapakah inisiator berdirinya perkumpulan ini? Bagaimana bentuk kegiatan ekstrakurikuler pada waktu itu?

Tim IBTimes.ID berusaha melacak dokumentasi terkait berdirinya perkumpulan ini dan tokoh inisiatornya.

Sang Inisiator

Kelahiran perkumpulan yang menjadi cikal bakal Nasyiatul Aisyiyah (NA) tidak bisa lepas dari dinamika organisasi Muhammadiyah, terutama bagian sekolahan (department van onderwijs). Seperti gerak sistemik dalam sebuah organisasi modern, pertumbuhan batang pohon diikuti dengan tumbuhnya cabang dan ranting. Kira-kira begitulah analoginya. Setelah terbentuk Hoofdbetuur (HB) Muhammadiyah Bahagian Sekolahan (17 Juli 1920), Haji Hisyam (ketua) dan Soesrosoegondo (sekretaris) banyak melakukan terobosan dalam pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah.

Dengan pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang diiringi peningkatan jumlah murid-murid, muncullah inisiatif untuk membentuk wadah kegiatan formal di lingkungan sekolah. Sang penggagas adalah Soemodirdjo (Pak Sumo), seorang mantri guru sekolah negeri di Ambarawa yang menyatakan pensiun dini untuk mengabdi di sekolah Muhammadiyah. Dia kemudian mendapat amanat menjadi kepala sekolah Standaard School Muhammadiyah Suronatan.

Soemodirdjo atau Pak Sumo, inisiator Siswa Praja (SP). Poto: IBTimes.ID

Pak Sumo nama kecilnya Nasirudin, lelaki kelahiran Probolonggo. Nasirudin berprofesi sebagai seorang guru yang mengajar berpindah-pindah tempat. Pada waktu itu, pamannya juga berprofesi sebagai guru, yang kebetulah sedang bertugas mengajar di salah satu sekolah di Yogyakarta. Ketika sedang bertugas di Bali, ia berkirim surat kepada sang paman, menanyakan bagaimana agar bisa masuk ke dalam organisasi Muhammadiyah?

Baca Juga  Syaikh Nawawi Al-Bantani: Nasionalisme di Tanah Rantau

Balasan surat dari sang paman cukup lama, karena Nasirudin telah berpindah tugas ke Ambarawa ketika menerima surat balasan tersebut. Pesan sang paman, dia harus datang ke Yogyakarta bertemu sang president HB Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Demikian sebagaimana dikisahkan dalam artikel, ”Perjoangan dan Pengorbanan Sebagai Warga Muhammadiyah” (Suara Muhammadiyah no. 1 Th ke-56/Januari 1978, hal. 24-25).   

Kegiatan Ekstrakurikuler

Setelah bergabung dengan Muhammadiyah, Pak Sumo kemudian mendapat amanat menjadi kepala sekolah Standaard School Muhammadiyah Suronatan. Ia memutuskan untuk berhenti sebagai guru negeri demi mengabdi di Muhammadiyah. Pada tahun 1919, Pak Sumo menginisiasi berdirinya Siswa Praja (SP), sebuah wadah organisasi bagi para siswa dan siswi di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang berfungsi untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan edukatif di luar jam sekolah (ekstra kurikuler).

Sumber-sumber yang dapat menjelaskan bagaimana kegiatan ekstrakurikuler tersebut memang hampir sulit ditemukan. Tetapi dengan membaca perkembangan perkumpulan ini, terutama setelah dipisah berdasarkan jenis kelamin keanggotaannya dapat diketahui bahwa kegiatan-kegiatan tersebut meliputi: cursus agama, berderma, latihan berkumpul (rapat), berpidato, menerbitkan majalah, dan lain-lain.

Salah satu kegiatan SP adalah menerbitkan majalah Swara Siswa Praja. Dok. IBTimes.ID

Sumber Bisjron Ahmadi AW (1952) memang menyebutkan bahwa perkumpulan yang didirikan oleh Pak Sumo adalah Siswa Praja (SP), dibentuk tidak atas dasar jenis kelamin dari para anggotanya (laki-laki dan perempuan masih digabung). Tidak lama setelah pembentukan SP, faktor jenis kelamin menjadi pertimbangan untuk memecah organisasi ini menjadi dua: Siswa Praja Prija (SPP) dan Siswa Praja Wanita (SPW) (lihat Tante We, “Riwajat N.A.” Taman Nasjiah, no. 3, Th. II, September 1940).

Siswa Praja Wanita (SPW) inilah yang dalam perkembangan berikutnya bertransformasi menjadi organisasi Nasyiatul Aisyiyah. SPW sebagai sub-struktur Madjelis Aisjijah berubah menjadi Nasjiatoel Aisjijah (Nasjiah) setelah perkembangan Aisyiyah begitu pesat ke luar pulau Jawa. Demikian seperti yang dikisahkan Siti Badilah Zuber dalam artikelnya, “Tarich Moehammadijah dan ‘Aisjijah” (Soeara Aisjijah, no. 9-10/October 1940, hal. 41).  

Baca Juga  Islam dan Sasak dalam Rentetan Tarikh

Penulis             : Mu’arif

Tim Riset        : IBTimes.ID

Editor              : Nabhan

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *