Inspiring

Haul 15 Cak Nur: Renaisan Islam Indonesia

3 Mins read

Tepat 29 Agustus 2020 nanti, akan diperingati haul Prof. Drs. Nurcholish Madjid, M.A, Ph.D yang ke-15. Telah kita ketahui bersama bahwa Cak Nur (sapaan akrab Nurcholish Madjid) merupakan salah satu cendekiawan muslim dan tokoh pembaru Islam di Indonesia. Dalam gagasannya, beliau seringkali memadukan dua golongan besar dalam Islam, maka dari itu pemikiran beliau dikenal dengan istilah Islamic Renaissance.

Cak Nur

Pria berkacamata ini lahir di Jombang pada 17 Maret 1939 dari pasangan Bapak Haji Abdul Madjid dan Ibu Fathonah. Ayahnya adalah pendiri sekaligus guru di Madrasah al-Wathaniyah, Mojoanyar, Jombang. Budaya belajar dan membaca yang dimilikinya diturunkan dari sang ayah. Pada Ayah yang dicintainya, beliau seringkali bertukar surat dengan bahasa Arab.

Lulus dari pendidikan pesantren di Jombang dan Ponorogo, Nurcholish Madjid menyelesaikan kuliah di Institut Agama Islam Negeri Jakarta pada tahun 1968. Beliau juga sempat menjadi ketua umum PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) selama dua periode sampai tahun 1971.

Penulis sendiri lebih mengenal beliau sebagai tokoh penting dalam perjalanan sejarah Indonesia modern. Sepanjang hidupnya, beliau bergelut di bidang pemikiran dan pembaruan sosial serta keagamaan. Beliau meyakini bahwa pendidikan adalah solusi dari tantangan masyarakat modern Indonesia.

Ketekunan beliau berlanjut dengan berbagai kegiatan kajian agama yang dirintis dengan teman seangkatannya. Hingga akhirnya, beliau menyelesaikan gelar doktornya di University of Chicago pada tahun 1978 di bawah bimbingan pemikir besar Islam, Fazlur Rahman.

Islamic Renaissance ala Cak Nur

Selepas dari Chicago, Cak Nur semakin meyakini akan pentingnya gagasan bernegara bagi bangsa Indonesia yang sangat plural. Beliau merupakan seorang pemikir Islam yang unik, karena bisa melakukan kombinasi dua ide besar yang disebut dengan tradisional Islam dan modernisme Islam.

Baca Juga  Dasron Hamid, Rektor Inovatif, Angkat Lagi Citra UMY yang Sempat Terpuruk

Dengan adanya kombinasi terhadap dua hal tersebut merupakan suatu yang baru sebab belum dimiliki oleh pemikir Islam Indonesia sebelumnya. Sehingga menurut Budhy Munawar Rachman disebut dengan “Renaissance Islam”.

Gagasan Cak Nur sudah dirangkum semua dalam 4 volume ensiklopedia yang telah diterbitkan. Ensiklopedia tersebut ditulis oleh Budhy Munawar Rachman yang selalu mendampingi beliau dalam menjalankan program kajian agama bulanan untuk kalangan urban menengah di Jakarta selama kurang lebih 10 tahun.

Dari sekian banyak isu yang ditulis oleh Cak Nur, secara sederhana kita bisa ringkaskan menjadi enam pokok pikiran, yaitu:

  1. Senantiasa mencoba untuk melawan gagasan teokrasi atau ide-ide tentang negara Islam;
  2. Mencoba untuk mempromosikan demokrasi;
  3. Kesetaraan gender;
  4. Pluralisme;
  5. Kebebasan berskspresi; dan
  6. Istiqomah mendukung gagasan tentang kemajuan.

Pembaruan yang dibawa seseorang tidak selamanya akan diterima baik oleh masyarakat. Begitupun yang dialami oleh Cak Nur, ada dua pidato penting beliau yang mengundang perdebatan tentang posisi agama dalam bernegara.

Kedua pidato beliau dibacakan oleh dirinya di Taman Islami Marzuki pada tahun 1972 dan 1992. Dalam pidatonya, beliau memberi penekanan pada kehidupan beragama di masa depan yang berorientasi pada keislaman plural.

Konsentrasi Cak Nur adalah mengkritisi kecenderungan organisasi keagamaan yang membuat agama yang sebenarnya kehilangan daya responnya. Agama yang semestinya memberi solusi atas kejenuhan masyarakat, justru menjadi problem itu sendiri.

Sejak tahun 70-an, Cak Nur sudah melakukan suatu hentakan yang luar biasa. Khususnya kepada umat Islam Indonesia yang seringkali melihat masalah pada aspek persatuan dan ukhuwah belaka. Menurutnya, permasalahan utama justru terletak pada kejumudan berpikir umat manusia.

Peran dalam Orde Baru

Ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997-1998, Cak Nur sempat menolak tawaran untuk duduk di Komite Reformasi yang akan dibentuk Presiden Soeharto untuk menghadapi tuntutan reformasi. Penolakan yang dilakukannya meruntuhkan rencana Soeharto untuk mempertahankan posisinya sebagai presiden.

Baca Juga  Sukidi: Pertapaan Intelektual dan Cerita-Cerita Uniknya

Pada Mei 1998, Cak Nur dan sejumlah tokoh diundang ke Istana Negara untuk dimintai nasihat oleh Presiden Soeharto terkait gejolak politik pasca kerusuhan pada Meri 1998 di Jakarta.

Kepada Soeharto, Cak Nur menyarankan agar pemimpin orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun itu mengundurkan diri jabatannya untuk menghindari gejolak politik yang berkepanjangan. Hingga akhirnya, Pak Harto mundur dari jabatan presidennya.

Hampir Masuk Politik Praktis

Sebagai cendekiawan yang lebih banyak bergelut dengan pemikiran, Cak Nur nyaris tidak berurusan dengan praktik politik praktis. Meski demikian, menjelang pemilu tahun 2004, Nurcholis Madjd sempat untuk mengikuti pencalonan presiden dengan alasan gundah terhadap kondisi politik kala itu.

Namun, tidak lama setelah pernyataan kesiapan dirinya sebagai calon presiden pada pemilihan 2004. Cak Nur menarik kembali ketersediannya, karena menilai sistem politik yang ada belum bebas dari praktik politik uang.

Banyak yang menyayangkan akan keputusan Cak Nur, sebab menurut pubik tokoh yang bersih sangat penting untuk menjadi pemimpin negara agar mereka tidak hanya berada di menara gading yang mengajarkan teori-teori belaka.

Bagi orang-orang yang merasa tercerahkan dengan pemikirannya, maka tak kurang bahwa Cak Nur adalah seorang ikon dan simbol pembaruan pemikiran Islam Indonesia yang tiang-tiang utamanya adalah keterbukaan. Dengan keterbukaan, umat Islam tidak hanya dituntut untuk mengorek kekurangan dirinya sendiri, namun juga dapat belajar dari pihak manapun untuk terus memperbaiki diri sendiri.

Karena pemikirannya dinilai berkontribusi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jenazah Nurcholis Madjid dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 29 Agustus 2005. Akhirnya, selamat haul ke-15 Cak Nur, semoga tenang di sisiNya, Aamiin.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Baca Juga  Nurcholish Madjid: Sekularisasi dan Sekularisme itu Berbeda!
Avatar
4 posts

About author
Filsuf Jalanan | Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *