Jurgen Habermas merupakan seorang sosiolog dan filsuf paling berpengaruh pada abad ke-20 dan ke-21. Ia dikenal sebagai anggota generasi kedua dari Mazhab Frankfurt. Habermas dikenal sebagai pencetus konsep ruang publik, tindakan komunikatif, dan etika diskursus sebagai landasan bagi banyak studi tentang komunikasi, politik, demokrasi, dan hukum.
Jurgen Habermas adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode hermeneutika kritis tentang masyarakat modern yang sebelumnya dikembangkan oleh generasi pertama Mazhab Frankfurt seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer dan Herbert Marcuse.
Jurgen Habermas mengemukakan hermeneutika kritisnya sebagai sebuah terobosan baru untuk menjembatani ketegangan antara obyektifitas dan subyektifitas, antara idealitas dan realitas, antara teoritis dengan yang praktis.
Biografi Jurgen Habermas
Jurgen Habermas lahir di kota Dusseldorf pada tahun 18 Juni 1929. Pada awal pendidikan tingginya ia tempuh di Universitas Gottingen dengan mengambil fokus studi sastra Jerman, namun ia juga belajar sejarah, filsafat, dan juga aktif pada perkuliahan psikologi dan ekonomi. Kemudian ia pindah ke kota Zurich dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Bonn dengan fokus studi filsafat, pada tahun 1954, ia berhasil meraih gelar doktor filsafat di usia 27 tahun dengan disertasi yang berjudul Das Absolute und dia Geshiclite (Yang Absolut dan Sejarah) yang membahas mengenai pemikiran Schelling.
Dua tahun setelah ia menerima gelar doktor tepatnya pada tahun 1956, ia berkenalan dengan para cendekiawan di Institut Penelitian Sosial Frankfurt dan menjadi asisten dari Theodor Adorno pendiri dari Institusi tersebut. pada tahun 1961, Jurgen Habermas mendapatkan gelar profesor filsafat dan sosiologi dari Universitas Heidelberg, ia menjadi direktur Institut Penelitian Sosial di Frankfurt pada tahun 1964, dan ia juga terlibat dalam proyek penelitian sikap politik mahasiswa. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul Student und Politik (Mahasiswa dan Politik) yang terbit pada tahun 1964.
Jurgen Habermas mengembangkan teori tentang komunikatif, yaitu proses interaksi antar individu yang berusaha mencari mufakat, kesepakatan antar individu atau mungkin kelompok. Pada tahun 1971, Jurgen Habermas pindah ke Universitas Starnberg, di sana ia mendirikan Institusi Riset Interdisipliner, dan di sana ia juga melanjutkan penelitian tentang teori sosial, politik, dan hukum. Pada tahun 1981, Jurgen Habermas kembali ke Universitas Frankfurt dan menyandang gelar profesor emeritus. Â
Hermeneutika Kritis dalam Penafsiran Al-Quran
Jurgen Habermas memilih hermeneutika kritis untuk mengungkap makna tersembunyi, motif, dan kepentingan yang ada di balik teks, termasuk teks Al-Quran. Habermas sendiri tidak secara langsung mengkritisi tafsir dengan metode keislaman. Habermas mengkritik hermeneutika tradisional yang hanya berfokus pada aspek bahasa dan konteks historis, tanpa mempertimbangkan aspek sosial-politik yang mempengaruhi penulis dan pembaca.
Hermeneutika Al-Quran bukan berarti mengkritisi tafsir keislaman/Al-Quran dari para ulama terdahulu, melainkan berusaha melakukan pembacaan atau penafsiran kembali terhadap teks agama yang dimungkinkan secara teologis.
Hermeneutika kritis Habermas mengajak kita untuk tidak hanya memahami teks, tetapi juga mengkritisi teks. Ia menguji validitas atau klaim yang terkandung di dalam teks, serta melihat relevansi dengan situasi yang dibutuhkan saat ini. Hermeneutika dapat memberikan kita hal-hal positif dalam metode penafsiran Al-Quran. Hermeneutika dapat membantu kita dalam memahami makna Al-Quran dengan lebih baik, tentunya sesuai dengan konteks zaman dan kebutuhan masyarakat.
Metode hermeneutika Al-Quran sama sekali tidak bermaksud mengubah pemaknaan dalam Al-Quran. Melainkan tetap berusaha menunjukkan bahwa Al-Quran itu selalu terbuka dalam meningkatkan pemahaman.
Hermeneutika adalah seni di dalam ilmu penafsiran, khususnya adalah teks-teks klasik atau agama. Habermas menawarkan konsep hermeneutika kritis yang berdasarkan pada tindakan komunikatif, yaitu proses interaksi antara individu yang berusaha mencapai kesepahaman. Dalam konteks Al-Quran, hermeneutika kritis dapat digunakan dalam penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, seperti keadilan, kemiskinan, hak asasi manusia, lingkungan, maupun lainnya.
Hermeneutika kritis Habermas dapat membantu kita mengkritisi pemahaman atau metodelogi tradisional yang mungkin sudah tidak sesuai zaman dan kebutuhan masyarakat. Hermeneutika kritis Habermas juga dapat membantu kita mengembangkan pemahaman-pemahaman baru yang lebih relevan, kritis, dan emansipatoris.
Editor: Ahmad