Perspektif

Hukum Memakai Cadar Menurut Empat Mazhab

3 Mins read

Sekilas tentang Cadar

Hukum Cadar – Apa sih cadar itu? Cadar adalah penutup kepala atau wajah berupa kain yang bertali untuk mempermudah pemakaiannya. Cadar juga biasa dikenal dengan niqob sebagai istilah syarinya. Gambarannya mungkin terdengar seperti masker namun keduanya memiliki model yang berbeda. Ukuran cadar lebih panjang dan identik digunakan oleh wanita muslimah.

Mungkin beberapa kalangan sudah tak asing lagi dengan yang namanya cadar. Sebagian muslimah Indonesia pun sudah banyak yang menggunakan cadar. Namun, tak sedikit juga yang mengklaim buruk orang yang bercadar. Dan adanya cadar ini menimbulkan problematika di kalangan masyarakat bahkan di kalangan ulama’.

Berbagai argumen masyarakat mengenai cadar, mulai dari cadar identik dengan aliran keras, teroris, dan radikalisme, sampai cadar merupakan budaya Arab. Sehingga, kurang tepat jika diterapkan di Indonesia. Hingga kurangnya interaksi para pemakai cadar dengan masyarakat serta lingkungan sekitarnya.

Dalam hukum pemakaian cadar, terdapat silang pendapat di antara para ulama juga para pakar hukum Islam. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya dalil yang menjelaskan tentang cadar secara jelas. Perbedaan pendapat ini menghasilkan beberapa hukum juga, ada yang menghukumi boleh (mubah), sunah, dan bahkan mewajibkan untuk bercadar.

Hukum Memakai Cadar Menurut Empat Mazhab

Berikut sekelumit gagasan para imam dari 4 mazhab. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah. Menurut mazhab Hanafi, di zaman sekarang, perempuan yang masih muda tidak diperbolehkan membuka wajahnya di antara laki-laki.

Bukan karena wajah itu termasuk aurat, tetapi cenderung untuk menghindari fitnah.

  فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ فَلاَ تَنْتَقِبَ.قَال الْحَنَفِيَّةُ: تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا، لاَ لِأَنَّهُ .عَوْرَةٌ، بَل لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ

Artinya: “Mayoritas fuqoha’ (Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukanlah termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya dan membukanya dengan cadar. Menurut mazhab Hanafi, di zaman sekarang wanita muda dilarang menampakkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu aurat, tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah.” (Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, hlm 134).

Baca Juga  Tren Hijrah, Jihad, dan Khilafah

Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:

وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها، وقدميها في رواية، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة

“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu keterangan, juga telapak tangan luar. begitu pula suaranya. Namun bukan aurat jika dengan sesama wanita. Apabila cenderung menimbulkan fitnah, menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki tidak diperbolehkan” (Ad-Durr Al-Muntaqa, 81).

Mazhab Maliki

Makruh hukumnya wanita menutupi wajah baik ketika dalam shalat maupun di luar shalat karena termasuk perbuatan ghuluw. Namun, mereka juga berpendapat bahwa menutupi dua telapak tangan dan wajah bagi wanita, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Ketika ia adalah wanita yang cantik atau dalam situasi banyak munculnya kerusakan moral.

وَقَال الْمَالِكِيَّةُ : يُكْرَهُ انْتِقَابُ الْمَرْأَةِ – أَيْ : تَغْطِيَةُ وَجْهِهَا ،وَهُوَ مَا يَصِل لِلْعُيُونِ – سَوَاءٌ كَانَتْ فِي صَلاَةٍ أَوْ فِي غَيْرِهَا، كَانَ الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّوَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ .وَقَالُوا: يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ

Artinya: “Mazhab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita bercadar, menutupi wajahnya sampai mata, baik dalam shalat maupun di luar shalat atau karena melakukan shalat atau tidak karena hal itu termasuk berlebihan. Cadar lebih utama dimakruhkan bagi laki-laki kecuali ketika hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka tidak dimakruhkan ketika di luar shalat.”

“Adapun dalam shalat maka dimakruhkan. Dinyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, apabila ia adalah wanita yang cantik, atau maraknya kebejatan moral,” ( Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, juz, XLI, hlm 134).

Baca Juga  Muhammadiyah Mengharamkan Politik Kekuasaan: Analisa Dokumen PB Muhammadiyah 1937

Al Qurthubi berkata:

قال ابن جُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها

“Ibnu Juwaiz Mandad adalah ulama besar Maliki. Beliau berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya memperlihatkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229).

Mazhab Syafi’i

Dalam mazhab Syafi’i sendiri, terjadi kontroversi pendapat. Pendapat pertama, mengemukakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah wajib. Pendapat kedua adalah sunah, sedang pendapat ketiga adalah khilaful awla, menyalahi, atau menyimpang dari yang utama karena utamanya tidak bercadar.

 وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى

Artinya: “Mazhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib. Pendapat lain menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla” (Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, hlm 134).

Dalam mazhab Syafi’i sendiri yang dianut mayoritas orang NU terjadi perbedaan dalam menyikapinya. Meskipun harus diakui bahwa pendapat yang mu’tamad dalam mazhab Syafi’i adalah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain adalah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah.

Asy Syarwani berkata:

 أَنَّ لَهَا ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ :عَوْرَةٌ فِي الصَّلَاِة وَهُوَ مَا تَقَدَّمَ. أى كل بدنها ما سوى الوجه والكفين. وَعَوْرَةٌ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْاَجَانِبِ إِلَيْهَا : جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل >> اهـ ـ أى ما بين السرة والركبة

Baca Juga  107 Tahun Muhammadiyah: Mendesak Hadirnya Kesadaran Ekologis dan Ontologis

“Wanita memiliki tiga jenis aurat. Pertama, aurat dalam shalat – sebagaimana telah dijelaskan – yaitu seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Kedua, aurat terhadap pandangan lelaki (ajnabi), yaitu seluruh tubuhnya termasuk wajah dan kedua telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad. Ketiga, Aurat ketika bersama yang mahram, sama seperti laki-laki yaitu antara pusar dan paha.” (Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)”

Mazhab Hanbali

Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Zaadul Masiir, 6/31).

Saya pernah membaca pendapat mengenai cadar dari salah satu syarifah, Fathimah az zahra binti Habib Mundzir al-Musawa, “Siapapun bebas mau percaya atau mengikuti pendapat yang mana. Jika percaya cadar itu wajib, maka siapa yang mewajibkan? Allah yang mewajibkan. Apakah kita pantas menganggap remeh perintah Allah? Tentu saja tidak.

Kalaupun percaya bahwa cadar itu sunnah, sunnah siapakah? Sunnah Rasulullah. Apakah kita berhak merendahkan sunah Rasul SAW? Tidak bukan? Wajib ataupun sunah keduanya harus dimuliakan dan ditempatkan di atas kepala kita.” Begitu ungkapnya.

Ada argumen mengenai gagasan bahwa muslimah Indonesia harus bercadar akan menghadapi banyak kendala. Dikarenakan masalah cadar menjadi bahan kontroversi di kalangan para ulama’ fuqoha. Disisi lain NU sendiri tidak hanya mengakui mazhab Syafi’i, tetapi juga tiga Mazhab Fiqh lainnya, yaitu Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

Melihat cadar dari perspektif yang berbeda-beda membutuhkan kebijaksanaan. Bisa dikatakan bahwa cadar merupakan permasalahan khilafiyah di kalangan para ulama. Sikap yang paling bijak dalam menanggapi permasalahan ini adalah saling menghargai berbagai macam pendapat yang ada.

Salwa Maziyyatun Najah
1 posts

About author
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds