Tanya:
Dalam kitab Riyadhlus Shalihin disebutkan bahwa melukis itu berdosa. Melukis apa saja yang berdosa? Apakah melukis manusia, hewan atau seluruh lukisan? Apakah larangan itu untuk dijual atau untuk dipuja? (Penanya: Maslikh, Solokuro, Paciran Lamongan Jatim).
Jawab:
Baik melukis atau memasang lukisan itu tergantung dari motivasi melukis dan memasangnya. Termasuk juga jenis lukisan itu ditentukan hukumnya oleh motivasinya. Dalam hal ini berlakulah kaidah, al-hukmu yaduru ma’a ‘illatih, hukum itu berkaisar pada ‘illah atau sebabnya.
- Seorang pelukis dengan lukisannya dia akan mendapat penghasilan untuk keperluan hidupnya sehari-hari, tentu pelukis yang demikian tidak dilarang untuk melukis terus. Dengan menjaga diri agar tidak melukis sesuatu yang akan membawa hal yang negatif, seperti melukis wanita dengan pakaian yang merangsang, apalagi telanjang.
- Seorang pelukis dengan lukisannya dapat membantu terungkapnya kejahatan dan tertangkapnya penjahat, padahal satu-satunya yang mempunyai kemampuan melukis untuk mengidentifikasi penjahat dalam kejahatan itu adalah pelukis itu. Maka melukis seorang penjahat untuk dapat dikenal dan dibongkar kejahatannya menjadi kewajiban bagi pelukis tersebut.
- Seorang pelukis pemandangan alam, dengan lukisannya yang indah dan mempesona dan selanjutnya dapat menggugah rasa keyakinan akan kekuasaan Allah. Melukis yang demikian digolongkan ibadah ‘aamah.
- Sebaliknya kalau seorang pelukis, melukis gambar-gambar yang akan membawa dampak negatif, tentu yang demikian tidak mendapat rahmat sekalipun mungkin harga lukisan itu mendapat uang yang banyak.
Kesimpulannya, pelukis yang melukis untuk dipuja (disembah) pelukisnya berdosa, untuk melukisnya haram. Rumah yang dipajang lukisan yang disembah tidak mendapat rahmat Allah. Pelukis yang melukis lukisan yang bermanfaat, dapat juga menjual lukisannya, hasilnya tidak haram. Bahkan dengan niat juga dalam rangka untuk menggugah rasa keindahan ciptaan Allah akan mendapat rahmat.
Sumber: Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 1.
Editor: Arif