Ibnu Miskawaih adalah seorang filsuf muslim yang memusatkan perhatiannya pada pembahasan etika Islam. Sebenarnya, beliau juga merupakan seorang sejarawan, tabib, ilmuwan, dan sastrawan. Ibnu Miskawaih pernah pula membahas mengenai persoalan keuangan, terkhusus syarat-syaratnya. Lalu, apakah pembahasannya relevan dengan masalah penggunaan e-money di masa new normal saat ini?
New Normal dan Keadaan Ekonomi
Peningkatan jumlah angka positif COVID-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Tak ayal, itu yang membuat kegundahan dalam diri setiap invidu dan keluarga. Lonjakan ini semakin memuncak ketika pemerintah mengubah kebijakan himbauan untuk beraktivitas dan bekerja dari rumah dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) menjadi new normal.
Kebijakan transisi new normal ini dirasa belum waktunya untuk diterapkan pada beberapa wilayah yang masih berada dalam zona merah. Walaupun begitu, faktanya ada juga dampak positif dari adanya kebijakan new normal ini, yaitu kegiatan perekonomian yang mulai kembali menggeliat.
Ketika keadaan ekonomi sudah membaik, pertukaran barang dan jasa serta peranan uang akan menggeliat kembali. Pertukaran barang dan jasa serta peranan uang sangatlah penting bagi segala aspek kehidupan, terutama dalam perekonomian.
Uang merupakan alat tukar dalam perekonomian yang dapat diterima oleh masyarakat umum. Sedangkan pertukaran barang dan jasa merupakan kegiatan perekonomian yang harus terus berjalan. Sehingga tidak dapat dipungkiri, adanya pandemi COVID-19 ini sangatlah berpengaruh dan berdampak besar bagi negara kita, Indonesia.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada bulan Maret 2020 hingga saat ini masih berada di angka 0,4%-1%. Ditambah lagi, PHK dan perumahan karyawan secara besar-besaran pun turut memperburuk keadaan.
Tapi di sisi lain, ada sektor yang justru mengalami peningkatan pada masa pandemi COVID-19 ini. Sektor tersebut yaitu bisnis e-commerce yang meningkat sekitar 250%. Kegiatan pertukaran barang dan jasa masih banyak dilakukan dalam sektor ini.
Ibnu Miskawaih dan Peranan Uang
Nama lengkap dari Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad Muhammad bin Ya’kub bin Miskawaih, dikenal juga sebagai Abu Ali al-Khazim. Lahir di Teheran, Iran pada tahun 330 H/941 M dan meninggal di Ishfahan pada tahun 421 H atau 1032 M.
Diceritakan bahwa sebelum Ibnu Miskawaih menganut Islam, Ibnu Miskawaih menganut agama Majusi. Dan setelah menjadi orang Islam, ia merupakan sarjana yang taat dan mendalam pengetahuan keislamannya.
Ibnu Miskawaih dalam bukunya Tahdib al-Akhlak banyak berpendapat dalam tataran filosofis etis dalam upaya mensintesiskan pandangan-pandangan Aristoteles tentang etika dengan ajaran Islam. Salah satunya, ia membahas salah satunya mengenai peranan uang.
Menurut Ibnu Miskawaih, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Dengan begitu, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan media uang sebagai alat pembayaran.
Manusia berperan sebagai alat dan penyeimbang dalam pertukaran sehingga menciptakan keadilan. Ia juga banyak membahas kelebihan uang emas (dinar) yang dapat diterima secara luas dan menjadi subtitusi bagi semua jenis barang dan jasa. Hal ini dikarenakan emas merupakan logam yang sifatnya tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah ditiru, dikehendaki, dan digemari banyak orang.
Kesesuaian emas dan perak yang dipraktikan sebagai uang juga telah ditekankan oleh para ulama. Bagi Ibnu Miskawaih, seorang filsuf muslim yang selalu menganggap emas dalam kapasitasnya sebagai uang untuk standar bagi semua orang dan segalanya.
Hal ini adalah jenis terbaik kekuatan nilai, karena emas bisa diperjualbelikan dalam banyak hal dan menempatkan emas untuk jenis pertukaran serta sebagai pengganti semua alat tukar. Uang telah dipraktikan secara benar, karena emas ini bisa memenuhi kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan apapun.
E-Money di Masa New Normal
Selama pandemi COVID-19, Bank Indonesia mencatat volume transaksi digital banking yang tumbuh lebih cepat mencapai 60,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Transaksi e-money atau uang elektronik pada Maret 2020 tetap tumbuh tinggi sekitar 67,9%.
Bank Indonesia sendiri memang menganjurkan masyarakat Indonesia untuk melakukan pembayaran lewat transaksi e-money atau non tunai untuk menekan penyebaran COVID-19. Bank sentral mencatat transaksi non tunai menggunakan ATM, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik pada Maret 2020 justru menurun 4,7%. Terjadinya penurunan ini sejalan dengan melambatnya aktivitas ekonomi.
Memasuki masa new normal, masyarakat Indonesia semakin terbiasa menggunakan transaksi digital banking atau non tunai. Pada saat ini, transaksi e-money pada pertengahan bulan Juni mengalami peningkatan hingga 42%. Hal ini jika dibandingkan bulan sebelumnya saat ada kebijakan PSBB.
Kontekstualisasi E-Money
Dalam kontekstualisasi pemikiran Ibnu Miskawaih yang selalu menganggap emas dalam kapasitasnya sebagai uang untuk standar bagi semua orang dan segalanya. Adanya keterbatasan bahan baku emas dan perak maka pemerintah tidak dapat mencetak uang dari emas maupun perak.
Maka dari itu, pemerintah Indonesia mengganti bahan baku uang emas menjadi bahan baku uang kertas dan uang logam. Dengan adanya ini, nilai mata uang tidak bisa stabil seperti uang dari emas. Alat pembayaran uang kertas dan logam juga digunakan sebagai alat transaksi secara umum.
Dan saat ini, dengan semakin adanya kemajuan teknologi, muncul suatu terobosanyang biasa disebut e-money atau uang eletronik yang dapat digunakan masyarakat sebagai pengganti uang tunai.
Ada salah satu pemikiran Ibnu Miskawaih yang relevan dengan keadaan saat ini, yaitu mengenai peranan uang dalam bentuk e-money di Indonesia di masa new normal ini. Ibnu Miskawaih menjelaskan uang merupakan alat tukar atau pembayaran dalam transaksi yang dapat diterima oleh masyarakat.
Tetapi bukan hanya uang fisik saja yang dapat digunakan sebagai transaksi, e-money juga dapat digunakan sebagai alat pembayaran di zaman modern dan sangat penting di saat ada pandemi COVID-19. Uang fisik maupun e-money juga sangat penting bagi aktivitas perekonomian untuk membeli kebutuhan yang digunakan untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Dengan adanya kemajuan teknologi, uang tunai dikonversikan menjadi e-money yang semakin banyak masyarakat yang menggunakannya. Menurut Ibnu Miskawaih, uang harus memenuhi syarat-syarat yang ada. E-money sudah memenuhi syarat tersebut, seperti tahan lama, mudah dibawa, dan dikehendaki semua orang.
Hingga akhirnya e-money dijadikan alat pembayaran pengganti uang tunai di zaman modern. E-money sendiri memiliki dua jenis, yaitu dalam bentuk kartu (seperti flazz, brizzi, e-money) dan bentuk aplikasi (seperti OVO, dana, Go-Pay, e-toll).
Kebijakan yang Tepat
E-money merupakan salah satu alternatif yang sangat potensial untuk meningkatkan inklusi keuangan. Pemerintah juga menganjurkan penggunaan e-money karena banyak keuntungan yang didapat. Hal ini jika dibandingkan pengunaan uang tunai sehingga mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi.
Penggunaan e-money sendiri memiliki keuntungan seperti transaksi lebih cepat, mudah dibawa, bebas dari masalah kembalian, lebih aman, dan menghindari pencurian. Adapun juga kekurangan dari penggunaan e-money yaitu mudah boros, mudah hilang dan terselip, serta jika kartu rusak saldo tersisa tidak dapat kembali.
Diharapkan dengan adanya kemajuan teknologi penggunaan e-money ini, penyebaran COVID-19 dapat diminimalisir dan kegiatan perekonomian tetap berlangsung dengan normal. Semua pelaku usaha, baik produsen dan konsumen tetap bisa melakukan kegiatan perekonomian dengan baik.
Dengan meningkatnya penggunaan e-money akan membawa dampak baik dengan tidak adanya hambatan dalam melakukan transaksi dan meningkatkan petumbuhan ekonomi. Di masa new normal semua berharap ini menjadi kebijakan tepat yang diambil oleh pemerintah dalam pandemi COVID-19 di Indonesia.
Kita berharap dalam waktu dekat, semua sektor kembali menggeliat dalam meningkatkan laju pertumbuhan. Sehingga, pada akhirnya peranan uang akan kembali membaik dalam perekonomian Indonesia.
Editor: Rifqy N.A./Nabhan