Inspiring

Ibnu Nadim: Dari Penulis Hingga Penjual Kitab

3 Mins read

Dinasti Abbasiyyah telah menyulap kota Baghdad menjadi pusat aktivitas keilmuan dan peradaban. Perkembangan ilmu pengetahuan, terutama pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan al-Makmun, telah menarik perhatian para ilmuwan, sastrawan, dan seniman datang ke kota ini. Mereka datang berkarya demi mengharapkan hadiah yang disediakan oleh pemerintah. Lahirlah karya-karya bermutu berupa kitab-kitab yang ditulis di atas kain perca dan daun papirus.

Budaya Tulis Zaman Abbasiyah

Sejarawan Philip K. Hitti (2005: 522) telah mencatat, pada masa pemerintahan al-Makmun, budaya tulis-menulis sudah berkembang pesat. Media tulis yang digunakan berupa kain perca dan daun papirus. Kain perca lebih populer ketimbang daun papirus karena mudah dicuci hingga bersih lalu dapat dijual kembali. Dokumen-dokumen resmi pada abad ke-3 Hijriyyah ketika pecah perang sipil antara al-Makmun dan al-Amin ditemukan berupa surat-surat yang ditulis di atas kain perca.

Tidak berapa lama, pasca meletus perang sipil antara al-Makmun dan al-Amin, di kota Samarkand telah didirikan sebuah pabrik kertas untuk pertama kalinya. Kehadiran kertas telah menggeser produk kain perca dan daun papirus sebagai media tulis. Kertas, dalam bahasa Arab kuno disebut kaghad, yang menurut sejarawan Philip K. Hitti disinyalir berasal dari bahasa China, lalu diserap ke dalam bahasa Persia, dan kemudian diadopsi ke dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab modern, kata tunggal untuk menyebut kertas adalah qirthas (jamak: qarathis).

Sejarah masuknya produk kertas ke dalam dunia Islam berawal dari beberapa tawanan perang asal China. Pada tahun 751, beberapa tawanan perang asal China memperkenalkan teknik pembuatan kertas yang terbuat dari flax dan linen (kain rami). Hasilnya masih belum terlalu bagus, tetapi sudah mampu menggeser produk kain perca dan daun papirus. Kota Samarkand pertama kali mengapresiasi budaya baru dari China ini dengan cara mendirikan pabrik kertas pertama kali dalam dunia Islam.

Baca Juga  Muballigh Garang, Jamaah Bubar

Kertas dan Toko Kitab

Pabrik kertas di kota Samarkand mampu memproduksi kertas dalam jumlah yang melampaui perkiraan orang-orang awam. Dari kota Samarkand, produk kertas yang berlimpah mulai dipasarkan ke kota Baghdad. Terhitung sejak abad ke-3 Hijriyyah, produk kertas telah beredar luas di kota ini.

Pada masa pemerintahan al-Fadhl ibnu Yahya al-Barmaki, untuk pertama kalinya pabrik kertas didirikan di kota Baghdad. Kehadiran pabrik kertas baru ini ternyata tidak mempengaruhi industri kertas di Samarkand. Sebab, kertas produk Samarkand memiliki kualitas terbaik dibanding produk Baghdad.

Produksi kertas dalam jumlah besar dalam dunia Islam telah mendorong para ilmuwan, sastrawan, dan seniman untuk berkarya menggunakan media tulis baru. Mereka sudah meninggalkan kain perca dan daun papirus. Fenomena lahirnya karya tulis (buku/kitab) yang menggunakan media kertas cukup pesat.

Kitab-kitab yang ditulis para ilmuwan dan sastrawan Muslim diproduksi secara massal menggunakan bahan kertas sehingga menjadi komoditas bisnis baru. Pada saat itulah mulai muncul pembangunan toko-toko kitab di kota Baghdad. Fenomena yang sama juga ditemukan di kota Kairo dan Damaskus.

Sejarawan al-Ya’qubi mencatat ratusan toko kitab di jalan-jalan utama di kota Baghdad. Ukuran toko kitab cukup bervariasi. Menurut al-Ya’qubi, ukuran toko-toko yang berjejer di sepanjang jalan protokol di kota Baghdad tidak lebih besar dari ukuran ruangan di samping sebuah masjid. Terdapat pula ukuran toko kitab yang sangat besar layaknya sebuah perkantoran. Di dalam toko kitab berukuran besar tersebut, selain digunakan sebagai pusat transaksi jual beli, juga dipakai untuk aktivitas lain, seperti menulis dan menyalin kitab.

Ibnu Nadim

Penemuan media tulis baru dan perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan telah melahirkan penulis-penulis besar yang merangkap profesi lain pada masa Dinasti Abbasiyyah. Salah satu penulis besar yang merangkap profesi sebagai penerjemah dan penyalin kitab adalah Ibnu Nadim. Bahkan, dia juga menekuni profesi sebagai penjual kitab.

Baca Juga  Jalaluddin Rumi: Penyair dan Sufi Muslim dari Persia

Ibnu Nadim hidup dalam konteks perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di kota Baghdad. Dia menjadi penulis, penyalin, dan sekaligus penjual kitab. Kehidupannya dipenuhi dengan kertas dan tinta untuk melahirkan karya-karya tulis penting. Saking sibuknya dengan urusan kertas dan tinta, orang-orang sampai menjuluki Ibnu Nadim dengan “al-Warraq” (lembaran kertas). Buah karya Ibnu Nadim yang paling populer adalah kitab jenis katalog bernama al-Fihrist.

Di balik nama besar Ibnu Nadim, ternyata dia juga menekuni profesi sebagai penjual kitab. Berdasarkan keterangan sejarawan Philip K. Hitti, ternyata Ibnu Nadim memiliki sebuah toko kitab di pinggiran jalan di dalam kota Baghdad. Tampaknya, profesi penjual kitab pada waktu itu cukup terhormat. Sebab, tidak hanya Ibnu Nadim yang berjualan kitab, tetapi beberapa ilmuwan dan sastrawan juga memilih profesi yang sama.

Di dalam toko-toko kitab yang terletak di pinggiran jalan, tidak hanya ditemukan aktivitas jual beli saja. Tetapi para ilmuwan, sastrawan, dan seniman berkarya menulis, menyalin dan menerjemah kitab, membuat kaligrafi dan juga diskusi ilmiah.

Fenomena penulis yang menekuni profesi sebagai penjual kitab pada awal abad ke 10 di kota Baghdad memang patut diapresiasi secara kritis. Ada pelajaran berharga yang patut ditiru dari fenomena unik ini. Seorang penulis itu tidak hanya mengetahui kualitas isi kitabnya saja, tetapi juga mesti mengerti bagaimana cara memasarkan karyanya.

Kita memang bisa belajar banyak dari riwayat Ibnu Nadim. Satu pelajaran penting dari riwayat ini, ternyata seorang penulis besar masih berkenan menekuni profesi sebagai penjual kitab. Bagaimana dengan penulis-penulis besar saat ini?

Avatar
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…
Inspiring

Sosialisme Islam Menurut H.O.S. Tjokroaminoto

2 Mins read
H.O.S Tjokroaminoto, seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai seorang aktivis politik yang gigih, tetapi juga sebagai seorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *