Opini

Ideologi Kesejahteraan Muhammadiyah

4 Mins read

Milad ke-113 Muhammadiyah kali ini mengangkat tema “memajukan kesejahteraan bangsa”. Setelah Tanwir Muhammadiyah dan Milad ke-112 sebelumnya “menghadirkan kemakmuran untuk semua”, kini Muhammadiyah semakin terlihat komitmennya dengan isu kemakmuran, ekonomi dan kesejahteraan.

Kekuatan ekonomi Muhammadiyah pun semakin diakui publik. Dalam konteks global, Seasia Stats merilis Muhammadiyah masuk ke dalam 10 Organisasi Keagamaan Terkaya di Dunia 2025, urutan ke-4. Penilaian publik ini menjadi modal simbolik Muhammadiyah untuk menggerakkan modal yang lain seperti modal ekonomi, modal politik dan modal budaya Muhammadiyah menjadi organisasi mandiri, kuat dan berdampak.

Penulis sering ditanya oleh orang-orang di luar Muhammadiyah maupun ketika berdialog dengan kader-kader muda yang baru bergabung dengan Muhammadiyah. Apa yang menjadikan Muhammadiyah bisa menjadi organisasi keagamaan terkaya?

Paham Agama untuk Kesejahteraan

Muhammadiyah memiliki paham agama untuk kesejahteraan kualitas hidup manusia. Dalam Kitab Masalah Lima Himpunan Putusan Tarjih (2009: 278), Muhammadiyah mendefinisikan “Agama (yaitu agama Islam) yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang sahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”.

Paham agama menurut Muhammadiyah menegaskan bahwa agama tidak sekedar berupa perintah dan larangan. Melainkan juga petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Beragama bukan sekedar berorientasi untuk Tuhan, melainkan menghadirkan Islam yang mampu melahirkan kebaikan untuk manusia dan semesta alam.

Islam dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah din wa daulah (agama dan negara), bukan pula aqidah wa syari’ah (akidah dan syari’ah), melainkan din wa ni’mah (agama dan peradaban). Dalam Fikih Akbar: Prinsip-Prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin (2018), berdasarkan QS al-Maidah ayat 3 Hamim Ilyas menjelaskan Islam adalah din (agama) dan ni’mah (anugerah) yang artinya al-halah al-hasanah (keadaan yang baik). Untuk menuju keadaan baik (hayah tahyyibah: bahagia, damai, dan sejahtera) manusia membutuhkan peradaban. Oleh karena itu Islam adalah agama dan peradaban atau agama dan kemajuan. Inilah paham Islam yang berkemajuan yang hendak dihadirkan Muhammadiyah.

Baca Juga  Bank Syariah Tak Sama dengan Bank Konvensional

Dengan Risalah Islam Berkemajuan diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup manusia (dari yang materialistis, mental psikologi, social trusted, sampai ke yang spiritualistis). Islam yang dapat meningkatkan martabat manusia, bukan hanya menjadi well-being (bahagia materi, mental, dan spiritual), melainkan well-ness (bahagia karena penghidmatan membahagiakan orang lain). Selain untuk kebaikan hidup manusia (kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan) materil-spiritual atau dunia-akhirat (well-being), melainkan juga bahagia karena membahagiakan orang lain (well-ness) dan semesta alam.

Teologi Kesejahteraan Muhammadiyah

Muhammadiyah memiliki teologi yang mendorong kesejahteraan. Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar (AD) yang menjadi landasan atau akidah berorganisasi tertulis cita-cita Muhammadiyah adalah “masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur, dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh setan dan hawa nafsu”. Hal ini selaras dengan paham keislaman yang berkemajuan yakni Al-Islam Din wa Ni’mah.

Teologi kesejahteraan Muhammadiyah berbeda dengan teologi ekonomi muslim urban ala Yusuf Mansur sebagaimana diulas dalam disertasi “Aspiring to Prosperity: the Economic Theology of Urban Muslims in Contemporary Indonesia” (2015) karya Najib Kailani. Teologi ini mengajarkan manusia beribadah seperti sedekah dan salat dhuha bukan semata sebagai ekspresi spiritual. Melainkan sebagai metode untuk meraih kekayaan material. Jadi orang ingin balasan kekayaan duniawi melalui ketaatan religius, bukan dengan usaha kerja keras, profesional, dan disiplin. Ritual beribadah menjadi jalan dan metode meraih kapitalisme.

Hal ini tentu berbeda dengan Muhammadiyah yang dikenal dengan dua teologinya: Al-Ma’un dan Al-‘Ashr. Dalam buku Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan: 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an karya KRH Hadjid, surat Al-Ma’un diajarkan KH Ahmad Dahlan selama tiga bulan, sedangkan surat Al-‘Ashr selama tujuh bulan. Menariknya Al-‘Ashr dan Al-Ma’un—ini memiliki logika yang berbeda. Ajaran Al-Ma’un mengajarkan kepedulian sosial—bahkan mengkritik “kesalehan ritual” yang tidak dibarengi dengan “kesalehan sosial”. Sementara ajaran Al-‘Ashr mengandung makna dimensi ruhani (iman) dan dimensi sosial (amal shalih) adalah meskipun satu kesatuan, tetapi dua hal yang berbeda.

Baca Juga  Dua Belas Pesan Buya untuk Generasi Baru Muhammadiyah-NU

Teologi Al-Ma’un mengajarkan etos sosialisme yang sering dekat dengan ideologi “kiri”. Logika Al-Ma’un memandang kelompok elit kuat (penjabat, oligarki, akademisi, dan sebagainya) sebagai tersangka moral karena tidak berpihak kepada kaum lemah tertindas (miskin, bodoh, dan sebagainya) sehingga cenderung antikemapanan. Dalam logika inilah Muhammadiyah sebagai “gerakan nahi munkar” untuk membela kaum lemah dan melawan ketidakadilan sosial.

Sementara teologi Al-‘Ashr mengajarkan kebaikan agama tetap dapat dicapai meskipun tanpa kepedulian sosial. Logika Al-‘Ashr mengajarkan meritrokrasi, setiap orang berkesempatan yang sama meraih kesejahteraan asalkan memiliki kapasitas dan hasil kinerja yang baik. Kesejahteraan dan keberhasilan lebih mulia dibanding kemiskinan dan kegagalan jika posisi moralnya sama. Logika Al-‘Ashr diwujudkan oleh Muhammadiyah sebagai “gerakan amar ma’ruf” di berbagai bidang kehidupan: kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Berkebalikan dengan Al-Ma’un, logika Al-‘Ashr cenderung melihat penguasa dan orang kaya sebagai teladan untuk diikuti. Sedangkan menjadi kaum lemah harus dihindari. Jika logika Al-Ma’un cenderung mengkritik “Sembilan Naga”, maka dengan logika Al-‘Ashr Muhammadiyah justru ingin menjadi “Naga Kesepuluh”.  Jika Al-Ma’un cenderung sosialis, maka logika Al-‘Ashr ini cenderung “kapitalis”. Istilah “kapitalisme religius” sepertinya lebih tepat untuk menyebut Muhammadiyah. Sebuah istilah yang diajukan Suwarsono melalui Kapitalisme Religius – Peradaban Islam Masa Depan.

Selama ini semangat Muhammadiyah identik dengan teologi Al-Ma’un, namun KHA Dahlan juga sangat terinspirasi oleh surat Al-‘Ashr. Dalam menangani problem kehidupan (kemiskinan, kesehatan, dan kebodonan) KHA Dahlan lebih fokus membangun kerja nyata “pelan tapi pasti” melalui organisasi dengan etos Al-‘Ashr daripada melakukan perlawanan terhadap elit penguasa dan elit kaya sebagaimana semangat teologi Al-Ma’un yang menjadikan orang kaya sebagai tersangka. Muhammadiyah bergerak menjadi ormas terkaya tetapi pemihakannya untuk orang lemah.

Baca Juga  Musim Hujan itu Sunnatullah!

Lalu, bagaimana teologi kesejahteraan Muhammadiyah: Al-Ma’un yang sosialis, atau Al-‘Ashr yang kapitalis? Al-Ma’un dan Al-‘Ashr bukan pilihan, tetapi keniscayaan sejarah Muhammadiyah. Keduanya dapat menjadi etos Muhammadiyah yang saling melengkapi. Al-Ma’un menjadi orientasi Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang berpihak kepada kaum lemah. Adapun etos Al-‘Ashr dengan kapitalisme religius menjadi metodologi mewujudkannya cita-cita sosial Muhammadiyah. Teologi Al-‘Ashr mengajarkan “miskin agar jadi kaya”, sedangkan Teologi Al-Ma’un mengajarkan “kaya peduli miskin”.

Azaki Khoirudin
111 posts

About author
Sekretaris Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah/Dosen Prodi PAI UAD
Articles
Related posts
Opini

Sumatera Tenggelam atau Tenggelam dalam Tafsir

4 Mins read
Banjir bandang dan tanah longsor wilayah Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh,…
Opini

Hutan, Bencana, dan Pesan Langit: Sebuah Refleksi Ekologis

3 Mins read
Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatra pada akhir November 2025 kembali membuka mata kita bahwa alam tengah memberi tanda yang tidak…
Opini

Meluruskan Narasi “Sekolah itu Scam”

3 Mins read
Beberapa waktu lalu media sosial ramai dengan narasi “Sekolah itu Scam”. Narasi ini pertama kali populer setelah dilontarkan oleh influencer ternama, Timothy…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *