Falsafah

Imam Syafii Tak Pernah Mengharamkan Filsafat

3 Mins read

Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Imam Syafii berkata “Seseorang yang diuji dengan semua larangan Allah kecuali syirik itu lebih baik daripada ia yang diuji dengan ilmu kalam” (Manaqib Syafi’I 1/ 453, 454).

Hal senada juga tercermin dalam salah satu perkataan beliau “Seandainya aku menemukan orang yang ahli dalam kalam niscaya aku pukul dengan pelepah pohon kurma”. Statement Imam Syafii inilah yang sering dijadikan dalil bagi beberapa golongan untuk mengharamkan mempelajari ilmu kalam dan filsafat.

Pemahaman yang Perlu Diluruskan

Namun ironisnya pihak yang mendasari argumen haramnya filsafat dengan statement Imam Syafii di atas belum sepenuhnya memahami tentang apa itu filsafat. Selain itu, pemahaman tentang keharaman filsafat dan kalam juga perlu diluruskan.

Imam Baihaqi menyebutkan bahwa konteks keluarnya perkataan Imam Syafii yang seolah mengharamkan filsafat adalah ketika beliau berdebat dengan seorang pentolan Muktazilah bernama Hafs al-Fard.

Hafsh al-Fard berusaha mendebat Imam Syafii dengan keyakinan tentang khalqul qur’an (kemakhlukan Al-Qur’an). Namun Imam Syafii lah yang akhirnya memenangkan perdebatan dan meneguhkan keyakinannya bahwa Al-Qur’an itu kalamullah dan bukan makhluk.

Setelah perdebatan ini, Imam Syafii mengatakan, “Seorang hamba yang menghadap Allah dengan dosa sebesar Gunung Tihamah lebih baik daripada meyakini secuil pun dari keyakinan orang ini (Hafsh al-Fard) dan pengikutnya”. Keyakinan yang dimaksud di sini adalah khalqul qur’an milik Muktazilah.

Penjelasan selanjutnya adalah bahwa yang disebut sebagai orang yang ahli ilmu kalam (mutakallim) pada masa Imam Syafii bukanlah golongan ahlusunnah wal jamaah yang mencuat dari Imam Abul Hasan al-Asy’ari, namun yang dimaksud ahli kalam dalam perkataan Imam Syafii adalah golongan-golongan yang lebih dahulu ada pada masa itu seperti Muktazilah, Jahmiyyah, dan golongan bid’ah dan sesat.

Baca Juga  Perbedaan Cara Mencintai ala Erich Fromm: To Have & To Be

Maka dapat dipahami bahwa perkataan Imam Syafii bukanlah larangan untuk mempelajari ilmu filsafat secara mutlak melainkan larangan untuk meyakini akidah yang salah seperti aqidah Muktazilah, Jahmiyyah, dan lainnya. Karena ilmu filsafat tidak serta merta mengantarkan orang yang mempelajarinya menjadi rusak secara akidah.

Tatkala para filsuf melemparkan fitnah kepada agama, maka wajib bagi umat Islam untuk membalas fitnah tersebut. Lantas bagaimana cara membalas argumentasi filsuf yang kuat secara ilmiah dan filosofis? Yaitu dengan mempelajari filsafat lalu menjawab berbagai pernyataan yang mereka lontarkan secara ilmiah dan filosofis pula.

Posisi Filsafat dalam Agama Islam

Dr. Muhammad Hamdi Zaqzouq dalam bukunya Al-Fikr ad-Diini wa Qhadaya Al-Asr (Religion Thought and Contemporary Issues) mengatakan bahwa pada hakikatnya agama tidak berbenturan dengan filsafat.

Al-Qur’an membimbing akal manusia untuk selalu memikirkan dan merenungi tiga hal utama yaitu manusia (diri sendiri), alam semesta, dan Allah Swt. Tiga objek pemikiran dan perenungan ini sama dengan kaidah dasar dalam filsafat.

Dalam sejarah filsafat, memang kajian kosmologi (alam semesta) menjadi fokus utama filsafat pra-sokratik. Pada periode Sokrates, mulailah pencarian hakikat terhadap jiwa manusia dan pada akhirnya pembahasan metafisika muncul dipelopori oleh Aristoteles.

Filsafat memang didasarkan kepada indra dan akal yang mana dua hal ini (indra dan akal) adalah salah satu anugerah Allah Swt kepada umat manusia. Anugerah akal ini juga yang membedakan manusia dari hewan lainnya dan menjadikan manusia menjadi hayawanun natiq.

Pengharaman filsafat secara tidak langsung juga ikut menghambat potensi penggunaan akal oleh umat Islam. Akal dan wahyu itu selalu berjalan beriringan dan tidak saling berbenturan. Pemanfaatan akal dan wahyu yang seimbang adalah salah satu kunci untuk meraih peradaban Islam yang tinggi dan mulia.

Baca Juga  Sejarah Filsafat Islam di Indonesia (1): Siapa Sosok Dibaliknya?

Filsafat adalah Anak Agama dan Ibu Pengetahuan

Pendapat para “oknum” di media sosial yang mengharamkan filsafat bahkan telah diklarifikasikan oleh Kominfo di situs resminya kominfo.go.id sebagai info yang salah alias hoax. Kominfo mendasarkan hal ini kepada tulisan Azis Anwar Fakhrudin dari Centre of Religion and Cross Studies (CRCS) UGM yang menyatakan bahwa Imam Syafii tidak mengharamkan filsafat secara mutlak tapi menyangkal pendapat kaum Qadariyyah dan penyangkal sifat-sifat Allah (nuhat as-shifat).

Imam Syafii tidak mengharamkan filsafat. Islam juga menganjurkan pengikutnya untuk selalu berpikir, merenung, dan menggunakan akalnya. Salah satu sarana untuk mempergunakan akal adalah dengan berfilsafat. Ada sebuah ungkapan yang berbunyi “filsafat adalah anak agama dan ibu pengetahuan”. Artinya umat tidak dilarang untuk mempelajari filsafat karena justru dengan filsafat kita bisa menggunakan anugerah Allah (wahyu dan akal) secara maksimal dan sempurna.

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Alumni MBS Yogyakarta 2019, Bagian PIP PD IPM Brebes 2019-2021
Articles
Related posts
Falsafah

Jacques Lacan: Identitas, Bahasa, dan Hasrat dalam Cinta

3 Mins read
Psikoanalisis merupakan suatu teori psikologi yang dikembangkan oleh Sigmund Freud pada abad ke-20. Teori ini berfokus untuk memahami dan menganalisis struktur psikis…
Falsafah

Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

3 Mins read
Kisah cinta yang tak terlupakan seringkali terjalin di antara tokoh-tokoh yang menginspirasi. Begitu pula dengan kisah cinta yang menggugah antara dua titan…
Falsafah

Ashabiyah: Sistem Etika Politik ala Ibnu Khaldun

3 Mins read
Tema etika adalah salah satu topik filsafat Islam yang belum cukup dipelajari. Kajian etika saat ini hanya berfokus pada etika individu dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *