Dua Tujuan IMM
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang memiliki basis kekuatan Intelektual. Harapan menghadirkan kaum cendekiawan muslim (ulul albab) di tubuh Muhammadiyah telah tersemat dalam maksud dan tujuan IMM.
Ada dua hal penting yang menjadi tujuan IMM. Pertama, menghadirkan kader dan anggota IMM memiliki basis kekuatan intelektual yang matang, mendalam, dan luas yang diejawantahkah sebagai akademisi Islam. Semakna dengan cendekiawan muslim atau intelektual muslim. Dalam Al-Qur’an yang dimaksud dengan akademisi Islam itu dapat dimaknakan pada sifat ulul albab.
Kedua, menghadirkan kader dan anggota yang memiliki kekuatan moral, karakter, dan spiritual yang menghujam dan terpatri di dalam lubuk hati manusia. Kekuatan moral menjadikan kepribadian kader menjadi kokoh dan tidak goyah. Ini menjadi penting dalam rangka melaksanakan perintah Tuhan sebagai khalifah fil ardh (wakil Tuhan di bumi).
Selanjutnya, tentu ikut serta apa yang di cita-citakan oleh Muhammadiyah sebagai masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Di dalam IMM, hal ini tertulis dalam lirik lagu IMM sebagai “pendukung cita-cita luhur, negeri indah adil dan makmur”.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah masyarakat madani, al-hadaharah, dan berkemajuan. Inilah tugas bersama yang menjadi maksud dan tujuan Muhammadiyah, yang harus diwujudkan terutama oleh kaum intelektual Muda Muhammadiyah.
IMM: Intelektualitas, Humanitas, Religiusitas
Jika kita menggali, sesungguhnya landasan filosofi konseptual telah dirangkai oleh para pendiri dan penggerak IMM terdahulu. IMM diharapkan menjadi cendekiawan muslim, menjadi ulul albab itu telah terlukis dari slogan IMM ‘anggun dalam moral, unggul dalam intelektual’.
Hal ini semakin dipertegas dengan tiga sifat keilmuan IMM yang dikenal dengan trilogi dan tri kompetensi IMM yang meliputi keagamaan (spiritualitas), kemahasiswaan (intelektualitas), dan kemasyarakatan (humanitas).
Landasan filosofis di atas tentu menjadi kerangka, peta jalan, kompas bagi IMM untuk memperkuat intelektualitas dan moralnya. Yang pada akhirnya diharapkan mewujudkan konsep gerakan yang berbasis pada ilmu ‘ilmu amaliah, amal ilmiah’.
Suatu konsep yang terdapat dalam enam (6) penegasan IMM tahun 1965. Ilmu yang bermanfaat dengan kajian yang mendalam dan utuh serta komprehensif. Sehingga, diharapkan IMM tidak hanya menyoal permasalahan, namun juga memberikan solusi.
Hal di atas adalah landasan filosofi konseptual yang dihadirkan oleh pendiri dan penggerak IMM. Filosofi konseptual ini, suatu hal yang sangat penting, sebagai penanaman dalam proses kaderisasi IMM. Kaderisasi harus menjadi ujung tombak dalam rangka meningkatkan kualitas IMM dalam rangka mewujudkan kader yang ulul albab atau cendekiawan muslim.
Membaca landasan filosofi konseptual diatas, terbaca bahwa maksud IMM sejatinya untuk memperkuat dua hal dalam berbangsa dan bernegara yaitu misi keislaman dan keindonesiaan.
Kehadiran IMM diharapkan mampu menerjemahkan Islam dalam konteks keindonesiaan dan tentunya juga masyarakat global. Cendekiawan muslim dituntut untuk mampu ber-ijtihad, melakukan tajdid, dan membawa misi pencerahan.
Keislaman dan Keindonesiaan
Sebagaimana maksud cendekiawan muslim, maka hal utama yang harus dilakukan oleh IMM adalah kemampuan untuk membaca (iqra’). Al-Qur’an pertama kali ayat turun memerintahkan untuk membaca dalam surat al-alaq (1-5). Membaca dalam konteks qauliyah (teks), qauniyah (semesta) atau insyaniah (manusia).
Penyatuan pembacaan itu adalah makna dari menemukan keesaan (tauhid), menilai suatu hal berdasarkan komprehensif. Konsep ini dikenal dengan multi, intra, dan trans disiplin keilmuan. Suatu pendekatan yang penting untuk mampu merumuskan tajdid yang baru dan berkemajuan.
Islam Indonesia terkenal dengan sifat terbuka dan berdialog. Sebagaimana misalnya dapat ditemui melalui kompromi point Pancasila.
Ki Bagus Hadikusumo dengan keterbukaan mengusulkan teks Ketuhanan Yang Maha Esa. Teks ini dapat dibaca sebagai bentuk dari perwujudan ketauhidan dalam Islam. Di satu sisi, memaklumi perbedaan keagamaan yang tetap berkeyakinan pada ketuhanan.
Suatu bentuk dialog yang terbuka, memberikan keselamatan bersama dalam konteks keindonesiaan. Islam sebagai sebuah agama, bukan sebagai negara (darul Islam), namun semangat dan misi keislaman harus hadir menyinari keindonesiaan.
Pancasila sebagai perwujudan akan nilai Islam itu sendiri, berketuhanan (tauhid), bekermanusiaan (humanisme), berkeadaban (tamadun), persatuan bangsa (ukhuwah wathaniyah), musyawarah (al-Musyawarah), dan keadilan (al-adl). Itulah nilai yang dimaksud Al-Qur’an.
IMM Harus Bisa Mencerahkan
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah memahami keislaman dalam konteks keindoensiaan. Bahkan tidak canggung dalam mengaplikasikan metoda pembelajaran Barat (Kristen) dalam tradisi pengajaran Islam.
Bahkan dalam penampilan, KHA Dahlan menggunakan jas, yang saat itu dinilai sebagai pakaian orang Barat yang dinilai kafir oleh kebanyakan masyarakat. Dari sini dapat kita pahami, KHA ingin menyampaikan bahwa simbol itu penting. Namun, lebih penting lagi, adalah isi atau substansi ajaran Islam yang harus menghilhami masyarakat Indonesia.
IMM harus menghilangkan pertentangan terhadap simbol. Sebagai generasi yang mendaulat diri sebagai ulul albab, IMM harus senantiasa mengabdikan diri menggunakan kaca mata keilmuan, dan mengamalkan keilmuan itu, serta berdasarkan basis empiris, rasional dan wahyu. IMM harus memberikan pencerahan melalui fresh ijtihad (pemahaman baru) yang pada akhirnya mampu menghadirkan tajdid (pembaharuan).
IMM harus meletakkan Al-Qur’an (qulliyah) sebagai paradigma untuk aksi, Islam sebagai Ilmu meminjam Istilah Prof. Kuntowijoyo. Meletakkan Alam semesta (kormologi, qauniyah) dan ayat insaniah sebagai konteks dalam membaca kondisi.
IMM Harus Membumi
Maka dengan demikian, IMM hadir sebagai cendekiawan yang membumi, melakukan langkah praksis, tidak sekedar beretorika, dan kritik semata. Ketika IMM mampu meletakkan nilai-nilai keislaman dengan tepat, maka tidak mengkahwatirkan persebaran alumni IMM di berbagai lini kehidupan kebangsaan.
Selamat milad IMM ke 57, membumikan gagasan, membangun peradaban adalah komitmen kita bersama untuk melahirkan kader yang ulul albab, cendekiawan atau intelektual muslim. Menjadi pelopor kemajuan dan pencerahan dalam berbangsa, dan berkiprah di segala lini kehidupan untuk memajukan negara.
Editor: Yahya FR