IMM dan Intelektualisme
Sejak awal berdiri, Muhammadiyah ditabalkan bukan saja sebagai gerakan amal tapi yang lebih substantif adalah gerakan pemikiran atau state of mind. Tulis Alfian Ketua LIPI dalam sebuah makalah tentang Islam dan Perubahan Sosial
IMM punya peran strategis membangun karakter dan arah intelektual ke depan.
Prof Nakamura menyatakan bahwa yang menarik dari Muhammadiyah bukan dari banyaknya amal usaha tapi mainstream tentang kebaharuan pemikiran yang mendahului. Kenapa sebuah amal usaha harus berdiri, kenapa membangun sekolah modern, rumah sakit , tau universitas ? Kenapa di sekolah-sekolah Muhammadiyah mengajarkan ilmu-ilmu sekuler ? Inilah pikiran maju, yang Gus Dur dengan keteguhan menyebutnya dengan kemenangan dialektik Muhammadiyah atas NU. Sebab, itu kehebatan Muhammadiyah tidak dicirikan dengan banyaknya massa.
Tesis kyai Dahlan bahwa takhayul-bidah-khurafat akan menghilang seiring dengan tingkat pendidikan seseorang. Pendidikan akan dapat mengangkat harkat, merubah tradisi pola piker, dan pola tindak.
Pilihan ini diambil Kyai Dahlan untuk mewujudkan gagasan tajdidnya. Terkoneksi dengan pikiran Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridha muridnya. Tentang kemuliaan ajaran Islam yang tertutup karena kebodohan umatnya. Al-Islamu mahjuubun bil muslimiin. Maka, kiai Dahlan merancang strategi pencerdasan sebagai langkah awal mengurai benang kusut kemunduran umat Islam.
***
Dalam konteks ini, maka tidak berlebihan bila Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menempati posisi urgen dan strategis. Yaitu merawat intelektualitas dan kebaharuan pemikiran. Pilihan ini diambil sebagai ikhtiar balancing antara glamour berdirinya berbagai amal usaha di satu sisi dan kekuatan pikiran dalam bentuk pikiran maju sebagai ruh pergerakan pada sisi yang lain. Ibarat sebuah mata uang.
Kekuatan Muhammadiyah sebagai gerakan amal dan gerakan pemikiran adalah realitas. Ruh dan sumber etik. Darinya arah pergerakan bersumber sebagai sumbu kekuatan. Sudah sepatutnya tidak saling menafikkan tapi bergerak sinergis saling menggenapi.
Bersyukur posisi intelektualitas kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dengan tidak menyebut nama, sangat menjanjikan. Ada harapan baik yang membanggakan. Sekaligus menyenangkan karena di saat kader-kader yang lain terjebak praktik politik praktis, IMM terbukti ‘belum tergoda’ dan istikamah di jalan ilmu.
Ke depan, saya pikir IMM akan semakin kokoh di tengah perubahan. Mengisi ruang kosong tradisi intelektual yang ditinggalkan sebagai padanan pergerakan. Urgen dan strategis. “Percayalah intelektual tak pernah kalah betapapun dimarjinalkan atau diasingkan di tempat paling sepi sekalipun” tulis Thaha Husein.
Selamat MILAD: Rahayu—Rahayu—Rahayu.