Novel Impian Amerika karya Kuntowijoyo ini berisikan kisah-kisah yang menarik untuk dibaca dalam situasi apapun. Bahasa dan penamaan tokoh dalam novel dikemas dengan sangat bagus, sehingga membuat pembaca nyaman membaca cerita-cerita dalam novel ini. Pastinya setelah membaca 30 cerita dalam novel ini, membuat saya tidak telalu mempunyai ambisi untuk pergi ke Amerika.
Buku ini terdiri dari tiga puluh kisah orang-orang yang datang ke New York City. Diawali dari orang Madura bernama Soleman di bagian pertama, hingga Pak Achyadi yang tidak menikah hingga ajal menjemputnya.
Saya pun dibuat kagum dengan novel karya Kuntowijoyo ini. Ceritanya selalu relevan dibawa melewati ruang dan waktu kehidupan. Bahkan, bila ketika bicara tentang mimpi-mimpi Amerika, semua orang masih berangan untuk melejit naik atau mobilitas vertikal, itu bahasa kerennya.
Impian Amerika: Novel Kaya akan Peribahasa
Membaca novel Pak Kuntowijoyo, nampaknya membawa kita pada kota New York beberapa tahun yang lalu. Dengan tokoh-tokoh Indonesia dari berbagai suku, mulai Jawa, Aceh, Batak dan Minang. Hampir dalam seluruh ceritanya, Kuntowijoyo selalu memasukan istilah maupun peribahasa Jawa untuk mengilustrasikan situasi, dibawah ini contohnya:
- “Orang itu harus madep, meneb, mantep, sedhakep (Hal. 22)
- “Kowe kok gaplek, apa thiwulmu.” Kau kok mengejek, apa duitmu. (Hal. 44)
- Pak Tio menganggap Lie anak yang tahu membalas budi, dadio godhong emoh nyuwek, dadio banyu emoh nyawuk. Jadi daun tak sudi menyobek, jadi air tak sudi menciduk. (Hal. 129)
- ”Aja cedak kebo gupak.” Jangan dekat-dekat kerbau yang habis berkubang, nanti kena lumpur. (Hal. 149)
Ada juga ucapan-ucapan para tokoh yang terdengar ajaib, yaitu:
- Lukito sudah punya jawaban yang cespleng, katanya, “Cinta itu melampaui batas-batas kenegaraan”. (Hal. 26)
- Istri saya mengatakan, “Orang bilang hati-hati bergaul dengan dia, sebab dia itu licik. Firasat saya mengatakan demikian”. “Ah, firasat itu tidak empiris”. “Tidak empiris bagaimana, Lihat, matanya sipit” (Hal. 115)
- Sebab, kejujuran itu dekat dengan kebodohan. (Hal. 61-62)
- Ia tahu bahwa agama itu tidak seperti bakmi tidak ada yang instan, sekalipun ilmu bisa dipelajari. (Hal. 190)
Menyajikan Kisah-Kisah yang Ringan
Novel Impian Amerika ini tergolong ringan, hingga membuat saya menyelesaikanya dalam 3 hari di waktu malam hari sepulang dari kerja. Amerika yang saya kenal melalui film ataupun majalah pastilah menampilkan gemerlapan/mewahnya kehidupan Amerika. Namun uniknya, buku ini menunjukan mobilitas sosial, ekonomi dan budaya yang ada di sana.
Kritik sosial yang paling menohok dalam novel Impian Amerika adalah tentang kisah ke-10 berjudul “Taksi”. Di dalamnya diceritakan tokoh Purnomo sebagai sosok yang rajin membuat anak, hingga istrinya menolak pendapat tentang istilah banyak anak banyak rezekinya. Istrinya mengatakan bahwa, “banyak anak itu banyak pula repotnya”.
Sebenarnya keluarga itu dikisahkan, bahwa istrinya itu pernah memberikan pernyataan sebelum menjalin pernikahan. Istri Purnomo ingin mempunyai dua anak, tetapi Purnomo mengajukan angka empat. Pernah suatu saat mereka mendatangkan pembantu dari Indonesia. Ternyata dengan adanya pembantu akan membentuk anak-anak “berkebudayaan pembantu” atau tidak mandiri; dan tidak mandiri itu adalah kelakuan yang unamerican. (Hal. 78)
Unamerikan yang maksud di atas sepertinya berkaitan dengan kisah ke-29. Di mana sosok Kusno adalah anak orang gedongan. Tetapi Ia ingin mandiri di Amerika dengan bekerja di sebuah restoran. Meskipun sebenarnya pamanya yang mengajak ia ke Amerika keberatan, tetapi Kusno tetap berprinsip bahwa ia ingin mandiri. “Tidak ada anak Amerika yang sudah berumur delapan belas, masih bergantung orangtuanya”. (Hal. 247)
Dalam kisah ke-15, yang berjudul “Aku Cinta Indonesia” juga meninggalkan pesan moral yang bisa kita sikapi di era saat ini. Dalam kisah ini, seseorang diharapkan mencintai kebudayaannya sendiri. “Sebab, hanya itulah yang membedakan kita dari orang Amerika, Jepang, atau Cina”. (Hal. 123).
***
Terdapat juga kisah yang berjudul “Pemberontak Sejati” tepatnya pada kisah ke-19. Mengisahkan tentang sosok Tajudin sebagai penganut Marxisme. Ia mengatakan, bahwa menganut Marxisme merupakan kepuasan psikologis.
Sosok Tajudin menuliskan surat dari Jenewa. Begini tulisanya, “Dalam tulisan itu menerangkan bahawa perjuangan untuk kemanusiaan lebih penting daripada sekolah. Sekolah hanya menjadikan sarjana dalam bidangnya. Mereka itu individualis yang memuakan. Mereka dibesarkan dengan uang rakyat. Mereka tidak tahu bahwa dengan hanya memikirkan bidangnya, sebenarnya mereka mmembantu kepentingan ekonomi, atau kepentingan politik. Apa yang mereka pikir sebagai netralitas sebenarnya tidak netral.” (Hal. 163)
Singkatnya Tajudin adalah seorang mahasiswa yang beasiswanya diberhentikan. Ia merasa bahwa yang penting berguna, bukan sekolah. Ibarat kata; “tidak ada gunanya pintar sendiri di tengah-tengah kebodohan massal, tidak ada gunanya kaya di tengah-tengah kemiskinan, tidak ada gunanya berkuasa di tengah-tengah penindasan”.
Kelebihan dan Kekurangan Novel Impian Amerika
Ada banyak lagi teenlit ataupun chicklit tentang kehidupan Amerika, tapi ini yang paling jelas menunjukan wajah kehidupan kita yang sebenarnya. Sebuah novel yang ditulis dengan mantap, dimana si pencerita semacam mengamati perubahan ke tiga puluh tokoh antara satu dengan yang lainnya. Bahkan dengan dibaca sesekali secara dicicil. Kelebihan dari buku ini adalah kita tidak dituntut untuk membacanya dari awal.
Dalam novel Impian Amerika ini, saya menemukan ada beberapa diksi yang salah dalam penulisan. Sehingga sedikit membuat saya mengerutkan dahi sesaat, ketika sedang asik-asiknya membaca novel ini. Misalnya pada kalimat berikut ini:
- “Bagaimana saya busa lupa sama Indonesia”. (Hal. 19)
- Sebab, dari Tawangmangu busa mendaki Gunung Lawu lewat Cemoro Sewu. (Hal. 86)
- Malang, James menelepon ke rumah dan bilang bahwa setelah pindah apartemen Linda sampai hati mengusirnya setelah dirasanya waktu berkunjung sudah habus, dengan kata lain, Linda tidak menawarinya untuk tidur di rumahnya”. (Hal. 91)
- Waktu dua minggu sudah habus dan izin tinggalnya mati. (Hal. 106)
- ”Aja cedak kebo gupak.” Jangan dekat-dekat kerbau yang habus berkubang, nanti kena lumpur. (Hal. 149)
***
Seperti karya-karya yang lainnya, novel Impian Amerika kental dengan suasana Sastra Profetik Pak Kunto. Di mana nilai-nilai teologi (khususnya Islam) menjadi bumbu dalam ceritanya. Kisah yang paling mencolok dan cukup melekat dalam benak saya adalah bagian kisah ke-27 berjudul “Orang Pertama”, terdapat pada halaman 233, yaitu:
“Kata anak itu, mencari orang pandai di Amerika itu gampang, orang kaya banyak. Yang susah mencari orang suci”.
Pendeknya, cerita-cerita dalam novel Impian Amerika, sukses membuat saya beberapa kali merenung apa arti hidup. Selain itu, bayangan-bayangan tentang prahara rumah tangga yang dipaparkan dalam cerita cukup rumit dan menakutkan dalam benak saya. Namun itu tidak masalah, bagi saya membaca dan membaca ulang adalah solusinya.
Judul Buku: Impian Amerika
Penulis: Kuntowijoyo
Penerbit: DIVA Press
Kota Terbit: Yogyakarta
Cetakan: Pertama, November 2017
Tebal Buku: VII+264 Hlm
ISBN: 978-602-391-468-5
Editor: Saleh