Review

M. Amin Abdullah, Ikon Ilmu Pengetahuan Modern

3 Mins read

Resensi ini akan mengulas sebuah buku yang berjudul Integrasi-Interkoneksi Keilmuan Biografi Intelektual M. Amin Abdullah [1953-…]: Person, Knowledge and Institution Jilid I & II karya Waryani Fajar Riyanto yang diterbitkan oleh Suka Press (2013). Buku yang cukup tebal karena terdiri dari dua jilid, sebanyak lvi + 2076 hlm. (Jilid I)  dan lvi + 2076 hlm. (Jilid II).

Inilah tiba saatnya, Indonesia harus dipertimbangkan di pentas pemikiran dunia, khususnya mengenai disiplin pemikiran Islam dan filsafat. Setelah Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Kuntowijoyo, dan Abdurrahman Wahid, tiada nama lain yang setaraf dengan mereka kecuali M Amin Abdullah. Jelas, sederet nama tersebut, termasuk yang terakhir, memiliki ciri khas yang berbeda untuk menggambarkan Islam Indonesia dan Asia Tenggara.

Dalam pengembaraan ilmu pengetahuannya, Amin mengelaborasi warisan peradaban dunia (cosmopolitanism), yakni hadlârat al-nash (religion), hadlârat falsafah (philosophy) dan hadlârat al-ilm (science). Hingga pada akhirnya, lahirlah suatu gagasan yang dahsyat bernama Teori Integrasi-Interkoneksi Sistemik (I-KONS), sebagai “nama sebuah pengetahuan.” Dasar pijak ide ini, dimasak hingga matang dengan bumbu-bumbu ulûmuddin, religious studies, Islamic studies dan philosophy of science oleh tangan dingin Guru Besar Filsafat dari UIN Sunan Kalijaga tersebut.

Lantas kemudian, bagaimana menjelaskan Teori I-KONS di atas? Secara simplistis, dalam memahami agama Islam yang luhur, terlebih Islam sebagai ilmu, tidak cukup hanya dengan mengandalkan ilmu-ilmu keislaman seperti al-Quran wa ulumuhu dan al-Sunnah wa ulumuha, serta ilmu-ilmu fiqh, ushûl al-fiqh, tafsir, lughah, kalam, falsafah, tasawwuf, tarikh dan seterusnya.

Oleh karena itu, perlu pula memanfaatkan ilmu-ilmu seni, sosial, dan humaniora seperti sosiologi, antropologi, arkeologi, psikologi, ekonomi, politik, hukum, sejarah, filologi, hermeneutika, etika, fenomenologi, filsafat, dan sebagainya, serta ilmu-ilmu alam dan terapan seperti matematika, fisika, astronomi, astrofisika, kimia, biologi, biokimia, dan seterusnya.

Baca Juga  Suluk Gatoloco: Ilmu Sejati Atau Onani?

Untuk mendapatkan hasil elaborasi yang utuh, arus khazanah pengetahuan dari Timur dan Barat ini pun perlu dikaitkan dengan persoalan-persoalan (keilmuan) kekinian, seperti hukum internasional, pluralisme agama, ekonomi global, teknologi informasi, hak asasi manusia, politik masyarakat sipil, isu-isu keadilan dan kesetaraan gender, isu-isu lingkungan, dan seterusnya. Lalu ditambah pula dengan perkembangan kesalingterkaitan antara hard sciences (sains dan teknologi) dan soft sciences (humanities).

Seluruh disiplin ilmu tersebut bersifat integratif atau menyeluruh. Akan tetapi, integrasi ilmu-ilmu ini bukan untuk menjadikannya manunggal (unified). Di antara ilmu yang satu dengan yang lain, tetap memiliki ciri khasnya masing-masing yang unik dan spesial, walau tetap terhubung dengan seluruh jaringan disiplin lainnya “sepanjang diperlukan” (semipermeable).

Dengan demikian, istilah ide integrasi harus didudukkan maknanya agar lebih sempurna sebagai integrasi-interkoneksi keilmuan, yang membawa suatu konsekuensi pada hubungan inter-subjektivitas antroposentris (karena setiap pengetahuan misalnya, adalah produk falsifikasi manusia/ilmuwan).

Kendati demikian, perlu dicatat bahwa itu semua tidak cukup untuk menjelaskan segala fakta objektif “keseimbangan” semesta yang melampaui intersubjektivitas manusiawi! Keseimbangan jagad raya di sini, harus dipahami bukan sebagai filsafat “jam dinding” sebagaimana sinisme yang diajukan oleh para filsuf alam/fisikawan kuno, sehingga Tuhan sedang berleha-leha setelah menciptakan langit dan bumi, serta seisinya.

Dengan kata lain, keseimbangan kosmik tersebut bukanlah mesin mekanika, akan tetapi “sistem” yang bersifat inter-objektif. Misteri manusia dengan segala subjektivitasnya (inter-subjektivitas), tidak dapat dipungkiri, juga memiliki dimensi objektif (sistem) yang serupa, tatkala berinteraksi dengan sesamanya, dengan alam sekitar dan tentu saja dengan Tuhannya. Oleh karena itu, gagasan integrasi-interkoneksi, bersifat sistemik, yang sifat-sifatnya mengalami pergeseran dari intersubjektivistik menuju interobjektivistik.

Baca Juga  Robert W Hefner: Amin Abdullah, Sosok Dibalik Revitalisasi Perguruan Tinggi Islam

Dengan adanya I-KONS ini, sesungguhnya pemahaman yang lebih komprehensif terhadap agama Islam dapat diraih. Kita patut berterimakasih kepada Profesor Amin Abdullah yang telah menggagas ilmu pengetahuan yang sangat menarik, yang mampu menjawab problematika umat manusia di era kekinian, di tengah arus globalisasi, kosmopolitanisme, dan tren kewarganegaraan global (the world citizenship). Semua ini tidak lain hanya untuk menjunjung harkat dan martabat manusia, memelihara alam, dan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.

Dalam konteks ini, Amin Abdullah sebagai intelektual jelas telah melampaui gagasan inti sederet pemikir Islam di dunia internasional seperti Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Syed Naquib Al-Attas, Nasr Hamid Abu Zayd, Hassan Hanafi, Muhammad Abed al-Jabiri, Mohammed Arkoun, Abdullah Ahmed An-Naim, Khaled Abou El-Fadl, Tariq Ramadan, Abdullah Saeed, Jasser Auda, dan seterusnya.

Sayangnya, I-KONS ini belum dibaca, diteliti dan didiskusikan oleh publik internasional. Ada dua persoalan yang mendasar dalam hal ini: Pertama, karya-karya Amin Abdullah masih menjadi fragmen-fragmen gagasan yang bertebaran di ruang akademik Indonesia. Kedua, sekiranya fragmen-fragmen tersebut diikat dalam sebuah arsip pengetahuan (episteme), maka harus diterjemahkan setidaknya ke dalam bahasa-bahasa internasional (seperti Inggris dan Arab) dan bahasa-bahasa kesarjanaan lainnya (seperti Jerman, Perancis, Spanyol, Latin dan Belanda).

Sungguh, para pemburu pengetahuan mutakhir sangat beruntung, tatkala mimbar akademik Nusantara, dikejutkan dengan hadirnya buku Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Biografi Intelektual M. Amin Abdullah [1953-…]: Person, Knowledge and Institution Jilid I & II (2013). Tidak main-main, buah karya Doktor Waryani Fajar Riyanto ini setebal 4000 halaman, yang terdiri dari dua jilid, masing-masing setebal 2000-an halaman.

Buku ini adalah arsip I-KONS yang lengkap, bendel pemikiran Amin Abdullah yang utuh dan rujukan yang reputable dan readable bagi pecinta pemikiran Islam dan filsafat, serta seluruh sarjana yang berkecimpung di dunia studi Islam, studi agama, dan lain-lain. Buku ini disajikan secara sangat sistematis, jernih dan ditulis dengan gaya bahasa yang renyah. Yang terpenting adalah, buku ini dapat dianggap sebagai representasi pemikiran Amin Abdullah, karena dalam proses pembuatannya, selalu mendapatkan konfirmasi oleh Sang Filsuf secara langsung, bahkan dalam setiap babnya.

Baca Juga  Amin Abdullah: Tiga Kata Kunci Hubungan Sains dan Agama

Namun, setelah lahirnya buku tersebut, hal yang sangat mendesak untuk diupayakan adalah menerjemahkannya dalam bahasa-bahasa asing sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Semoga dengan lahirnya buku ini, pemikiran Islam Indonesia, Nusantara, dunia Melayu, dan Asia Tenggara, menjadi bagian dari khazanah pengetahuan dunia.

Terima kasih atas ikhtiar intelektual Waryani Fajar Riyanto yang sangat berharga ini.

Editor: Arif

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds