Pertama, mengenai hukum berziarah, dapat dilihat dalam dua hadis Nabi saw berikut ini;
عن بُرَيْدَةَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِى زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَة.
[رواه مسلم وابو داود والترمذي وابن حبان والحاكم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Buraidah ia berkata, Rasulullah saw bersabda; “Dahulu aku pernah melarang ziarah kubur, maka telah diizinkan bagi Muhammad berziarah kubur bundanya. Maka berziarahlah kubur, sebab hal itu mengingatkan akhirat”.” [HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim]
عن أبي هريرة قال قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى تَعَالَى عَلَى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى فَاسْتَأْذَنْتُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ بِالْمَوْتِ.
[رواه الجماعة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda; “Aku memohon izin kepada Tuhanku agar aku diperkenankan memohonkan ampun bagi ibuku, maka tidak diizinkan. Lalu aku memohon izin untuk berziarah ke kuburnya, maka diizinkannya. Oleh karena itu ziarahlah ke kubur, sebab hal itu dapat mengingatkan mati”.” [HR. Jama’ah Ahli Hadis]
Dari dua hadis di atas, dapat diketahui bahwa pada awal Islam, karena dekatnya zaman itu dengan zaman jahiliyah, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah saw. Beliau khawatir ziarah kubur menjadi sarana untuk menyekutukan Allah.
Namun, setelah waktu berlalu dan dirasa iman orang-orang pada masa itu telah kuat, maka ziarah kubur diperbolehkan. Hal tersebut juga dikarenakan ada manfaat yang sangat besar yaitu dapat mengingatkan kita kepada kematian yang pasti akan mendatangi setiap makhluk, untuk kemudian dapat mendekatkan diri kita kepada Allah swt.
Anjuran tersebut ditujukan secara umum kepada seluruh umat muslim baik itu laki-laki maupun perempuan. Jadi tidak ada larangan bagi kaum perempuan untuk berziarah.
Kedua, mengenai amalan apa saja yang dikerjakan ketika berziarah, terrangkum dalam beberapa poin berikut ini;
- Meluruskan niat dan tujuan ketika hendak berziarah.
Niat adalah salah satu bagian terpenting dari segala perbuatan manusia. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk bermula dari niatnya. Dalam sebuah hadis Nabi saw disebutkan;
عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ اللَّيْثِىِّ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
[رواه الجماعة]
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Alqamah ibn Waqas al-Laitsy ia berkata: saya telah mendengar Umar bin Khattab ra sedang di atas mimbar dan berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya”. …” [HR. Jama’ah Ahli Hadis]
Oleh karena itu, niat ziarah kubur hanyalah untuk mendoakan ahli kubur dan sekaligus sebagai sarana kita untuk mengingat akhirat sebagaimana disebutkan sebelumnya. Jangan sampai melakukan hal-hal yang dilarang seperti meminta-minta kepada ahli kubur atau menjadikannya wasilah kepada Allah swt.
- Mengucapkan salam kepada seluruh ahli kubur ketika memasuki area pekuburan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كُلَّمَا كَانَتْ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ آخِرَ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ, فَيَقُولُ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ, وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ, غَدًا مُؤَجَّلُونَ, وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ , اللهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ.
[رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata; “Rasulullah saw pada tiap malam gilirannya, pergi ke Baqi’ pada akhir malam, dengan ucapannya: “Assalamu’alaikum dara qaumin mukminin wa atakum ma tu‘aduna ghadan muajjalun, wa inna insya Allahu bikum lahiqun. Allahummaghfir li ahli Baqi’il Gharqad” (Semoga keselamatan bagi kamu sekalian wahai negeri kaum yang beriman, dan akan datang apa yang dijanjikan kepada kamu sekalian dengan segera. Dan sesungguhnya kami, dengan izin Allah akan menyusul kamu sekalian. Yaa Allah ampunilah penghuni Baqi’ al-Gharqad (nama kuburan)”.” [HR. Muslim]
- Melepas alas kaki ketika memasuki area pekuburan
عن بَشِيرِ ابْنِ الْخَصَاصِيَةِ اَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يَمْشِي فِي نَعْلَيْنِ بَيْنَ الْقُبُورِ فَقَالَ يَا صَاحِبَ السَّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِهِمَا.
[رواه البخاري واحمد وابو داود و النسائي وابن ماجه]
Artinya: “Diriwayatkan dari Basyir bin al-Khasasiyyah bahwa Rasulullah saw melihat seseorang yang berjalan di antara kuburan dengan memakai kedua sandalnya, kemudian beliau bersabda; “Wahai pemakai dua sandal, lepaslah sandalmu”.” [HR. al-Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah].
Beberapa etika ketika berada di pekuburan.
Pertama, menghadap kiblat ketika berada di kuburan seseorang.
لِحَدِيْثِ البَرَاءِ اَنَّهُ جَلَسَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ لَمَّا خَرَجَ اِلَي المَقْبَرَةِ.
[رواه ابو داود]
Artinya: “Menilik hadis Bara’ bahwasanya Rasulullah saw duduk menghadap qiblat ketika pergi berziarah kubur” [HR. Abu Dawud].
Kedua, tidak menduduki kuburan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ حَتَّى تُحَرِّقَ ثِيَابَهُ, وَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ, خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْر
[رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda; “Sungguh seseorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya hingga tembus ke kulitnya, itu lebih baik baginya dari pada duduk di atas kuburan.” [HR. Muslim]
Ketiga, mendo’akan ahli kubur, baik ahli kubur yang dituju maupun ahli kubur secara keseluruhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلاً إِلَي الْبَقِيْعِ يَسْتَغْفِرُ لَهُمْ وَاَطَالَ الْقِيَامَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
[رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw keluar pada suatu malam ke Baqi’, beliau lama berdoa, memohon ampun bagi mereka tiga kali, dengan mengangkat kedua tangannya.” [HR. Muslim]
Hadis-hadis tersebut mengajarkan kita bagaimana tuntunan bersikap di kuburan dan menghormati ahli kubur.
Keempat, dilarang meminta-minta kepada kuburan dan menjadikannya wasilah kepada Allah swt.
Satu hal yang menjadi pantangan ketika berziarah kubur, sebagaimana telah disinggung sebelumnya adalah meminta-minta kepada ahli kubur dan menjadikan mereka perantara kepada Allah swt. Karena Allah swt berfirman dalam surat Yunus ayat 106 sebagai berikut,
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
[يونس(10): ۱۰٦]
Artinya: “Dan jangan engkau menyembah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi bencana kepadamu selain Allah. Sebab jika engkau lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.” [QS. Yunus (10): 106].
Dalam surat az-Zumar (39) ayat 3 disebutkan;
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
[الزمر (39): ۳]
Artinya: “… dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya …” [QS. az-Zumar (39): 3].
Ayat terakhir menunjukkan bahwa orang-orang yang beralasan ingin mendekatkan diri kepada Allah swt melalui perantara apapun yang tidak dibenarkan syariat, termasuk dalam hal ini adalah melalui ahli kubur, pada hakikatnya mereka itu menyekutukan Allah swt.
Sebagaimana terjadi pada masa sekarang ini, banyak orang yang mengunjungi kuburan-kuburan orang-orang tertentu, seperti kuburan para wali misalnya. Kegiatan tersebut, dapat digolongkan kepada perbuatan yang dilarang dikarenakan orientasi tujuannya sudah berubah, bukan untuk mendoakan dan muhasabah diri namun cenderung meminta-minta dan menjadikan kuburan-kuburan itu wasilah kepada Allah swt.
Indikasi itu muncul di antaranya karena kegiatan berziarah itu dikhususkan ke tempat-tempat tertentu yang dinilai memiliki hal yang lebih dibanding dengan kuburan-kuburan lain. Padahal Rasulullah saw tidak pernah mengkhususkan kuburan tertentu baik ketika beliau hendak mendoakan mereka maupun ketika bermuhasabah diri.
Demikianlah uraian mengenai hukum dan tuntunan berziarah. Semoga dapat menjadikan ziarah kita lebih bermakna dan bermanfaat serta tidak menyesatkan.
Wallahu a’lam bish-shawab.