Hadis

Inilah Empat Istilah Hadis Lemah selain Hadis Dhaif

4 Mins read

Dewasa ini, kita sering mendengar istilah hadis palsu dan hadis dhaif (lemah). Akan tetapi, kedua istilah ini sering dianggap sebagai suatu kata yang sama maknanya. Padahal, kedua istilah ini memiliki arti dan makna yang berbeda.

Dalam ilmu hadis, hadis palsu disebut dengan hadis maudlu’. Pengertian dari hadis maudlu’ ini ialah hadis yang dibuat oleh seseorang (pendusta), yang mana ciptaan tersebut diatasnamakan sebagai perkataan Rasulullah Saw. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak.

Berbeda dengan hadis palsu, hadis lemah atau yang lebih dikenal dengan sebutan hadis dhaif, merupakan hadis yang padanya tidak terpenuhi syarat-syarat hadis shahih ataupun hadis hasan. Dapat dikatakan bahawa hadis dhaif ialah hadis yang kehilangan atau tidak memenuhi satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis shahih dan/atau hadis hasan.

Ibnu Shalah dan Al-Hafidh Al-‘Iraqi berpendapat bahwa jumlah jenis hadis dhaif diperkirakan kurang dari 42 macam. Berikut adalah beberapa istilah terkait hadis dhaif menurut ulama.

Pertama, Maqlub

Hadis maqlub ialah hadis yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadis lain) atau terbalik lafaznya. Karena mendahulukan lafaz yang seharusnya diakhirkan ataupun sebaliknya. Kesalahan ini sering terjadi pada matan ataupun sanad hadis.

Contoh maqlub pada matan hadis, yaitu pada hadis yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah r.a. sebagai berikut.

… dan seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah yang disembunyikan sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya.

Hadis ini terbalik dengan hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri, yaitu: “… hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa-apa yang diberikan tangan kanannya.

Contoh maqlub pada sanad yaitu nama Ka’ab bin Murrah tertukar dengan Murrah bin Ka’ab, dan Muslim bin Wahid dengan Wahid bin Muslim. Hal ini dikarenakan salah satu di antara keduanya adalah ayah bagi yang lainnya.

Baca Juga  Beberapa Istilah Rawi dalam Periwayatan Hadis

Pembalikan pada contoh-contoh di atas merupakan sebuah ketidaksengajaan atau karena lupa. Karena jika dilakukan dengan sengaja, maka hal tersebut termasuk kepada pemalsuan hadis (maudlu’).

Akan tetapi, di antara ahli hadis banyak yang sengaja membalikkan hadis untuk menguji kemantapan/kekuatan hafalan para perawi hadis.

Di balik hal tersebut, hadis maqlub ini dianggap lemah atau dhaif karena lemahnya kekuatan ingatan seseorang sehingga dapat merusak pemahaman dan menimbulkan kekeliruan bagi orang yang mendengarnya.

Kedua, Munqathi’

Hadis munqathi’ ialah hadis yang menggugurkan (tidak disebut namanya) perawinya dari sanad ataupun di dalam sanad disebutkan sebagai seseorang yang tidak jelas. Hadis ini dianggap lemah atau dhaif karena tidak adanya kesinambungan dalam sanad.

Istilah Munqathi’ biasanya digunakan untuk hadis yang diriwayatkan oleh seseorang bukan tabi’in yang meriwayatkannya dari sahabat. Contohnya ialah Malik bin Anas yang meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, Sufyan Ats-Tsauri dari Jabir bin ‘Abdullah, atau Syu’bah bin al-Hajjaj dari Anas bin Malik, dan sebagainya.

Contoh hadis munqathi’ yang dalam sanadnya disebutkan perawi yang tidak jelas, yaitu: “Ya Allah! Sungguh, aku mohon kepada-Mu ketetapan dalam urusan itu.

Hadis ini diriwayatkan oleh Abul ‘Alaa dari ‘Abdullah bin Syikhkhir, dari dua orang lelaki dari Syadad bin Aus yang mana dua orang lelaki ini tidak dijelaskan mengenai keduanya.

Ketiga, Mu’allal

Yang dimaksud dengan hadis Mu’allal ialah hadis yang setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan terungkap mengandung kecatatan (illat) yang menodai kesahihannya walau sepintas tidak tampak kecacatan padanya.‘Illat ini terkadang dijumpai pada matan ataupun sanad.

Mengungkap kecacatan suatu hadis termasuk bagian yang sangat rumit dalam ilmu hadis. Hal ini dikarenakan oleh illat itu sendiri samar-samar dan tersembunyi. Untuk menemukannya, diperlukan pengetahuan yang luas, ingatan yang kuat, dan pemahaman yang cermat.

Baca Juga  Syuhudi Ismail: Enam Faktor Penyebab Pentingnya Penelitian Hadis

Bahkan Ibnu Hajar menjelaskan bahawa orang yang bisa menemukan illat ini hanyalah orang-orang yang diberikan qarinah atau keajaiban berupa pemahaman yang tajam dan berpengetahuan luas oleh Allah SWT.

Hal tersebut tidaklah aneh karena pengetahuan mengenai hadis bukanlah sekadar hafalan lisan, melainkan suatu ilmu yang diberitahukan dan dimasukkan ke dalam hati oleh Allah semata.

Cara untuk mengenali hadis mu’allal ialah dengan mengumpulkan dan meneliti jalur-jalur hadis melalui perbedaan para perawinya, kekuatan ingatan dan kecerdasan mereka.

Contoh hadis maqlub ini ialah hadis Ya’la bin ‘Ubaid berikut.

Dari Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dari Nabi Saw., ujarnya: Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum perpisahan.

‘Illat dari hadis tersebut terletak pada Amr bin Dinar, karena yang seharusnya meriwayatkan hadis tersebut bukanlah ‘Amr bin Dinar, melainkan ‘Abdullah bin Dinar.

Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan riwayat-riwayat lain dari sanad yang sama. Walaupun ‘illat hadis tersebut terletak pada sanadnya, hadis tersebut dianggap tetap shahih karena kedua rawi tersebut sama-sama tsiqah.

Keempat, Mudraj

Hadis mudraj ialah hadis yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadis atau perkiraan, karena dianggap termasuk ke dalam hadis.

Suatu perkataan atau perkiraan yang disadurkan oleh seorang rawi tersebut, baik perkataan sendiri atau orang lain, dari kalangan sahabat ataupun tabi’in, dimaksudkan untuk menjelaskan atau menerangkan makna kalimat-kalimat yang akar atau men-taqyid-kan makna yang mutlak.

Saduran tersebut dapat ditemukan di dalam matan ataupun sanad hadis. Adapun saduran yang dimasukkan tersebut dapat berupa sebuah hadis dimasukkan ke dalam hadis lain yang berbeda sanadnya ataupun menyisipkan nama orang lain yang bukan perawi sebenarnya.

Baca Juga  Memahami Hadis dengan Benar Menurut Syuhudi Ismail

Contoh dari hadis mudraj ini ialah hadis Ibnu Mas’ud yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

Barangsiapa yang mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, masuk surga. Dan barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, masuk neraka.

Saduran yang terdapat pada hadis di atas ialah perkataan yang berarti “Dan barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, masuk neraka.”, yang mana setelah diselidiki lebih lanjut merupakan perkataan dari Ibnu Mas’ud sendiri.

Itulah beberapa istilah khusus yang berkaitan dengan hadis lemah atau dhaif. Jika menjumpai suatu hadis yang tampak asing sanad ataupun perawinya, maka jangan serta merta mengecap hadis tersebut merupakan hadis dhaif, bahkan hadis maudlu’. Ingatlah bahwa hadis dhaif berbeda dengan hadis palsu

Referensi:

Dr. Subhi As-Shalih. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. 2009. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Drs. Fatchur Rahman. Ikhtishar Musthalahu’l-Hadis. 1970. Bandung: PT Al-Ma’arif.

Editor: Yahya FR

Hanifa Shabrina Alhadi
2 posts

About author
Mahasiswa S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Hadis

Hadis Daif: Haruskah Ditolak Mentah-mentah?

4 Mins read
Dalam diskursus kajian hadis, masalah autentisitas selalu jadi perhatian utama. Bagaimana tidak, dalam konstruksi hukum Islam sendiri menempatkan hadis pada posisi yang…
Hadis

Faktor Penyebab Keterlambatan Penulisan dan Kodifikasi Hadis

3 Mins read
Penulisan hadis sebenarnya sudah ada di zaman Nabi Saw, namun penulisan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan. Hal ini dibuktikan dengan adanya shahifah-shahifah…
Hadis

Empat Metode Para Orientalis dalam Melacak Hadis

4 Mins read
Para pengkaji dan kritikus barat berbeda-beda dalam menetapkan sebuah teori dan metode penanggalan hadis sesuai dengan disiplin ilmu mereka. Untuk melacak dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *