Oleh: Ir. Basit Wahid*
Kalender Hijriyah adalah kalender umat Islam. Nama-nama bulan dan hari tidak menunjukan sifat politeistis seperti di dalam kalender Masehi. Nama-nama bulan sebelum zaman Islam adalah: Safar Awal, Safar Akhir, Rabi’Awal, Rabi’Akhir, Jumadi Awal, Jumadi Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Di dalam zaman Islam nama-nama bulan itu tidak mengalami perubahan kecuali Safar Awal diubah menjadi Muharram.
Nama-nama Hari Sebelum Islam
Hari-hari di dalam zaman sebelum Islam adalah: Awal, Ahwan, Jubar, Dubar, Mu’nis, ‘Aruba, dan Syiyar. Di dalam zaman Islam nama-nama hari mengalami perubahan total, yakni dengan nama bilangan bagi hari pertama sampai hari kelima: Ahad, Itsnain, Tsalatsa, Arba’ah, dan Khamis. Adapun hari ke 6 dan ke 7 berturut-turut bernama Jum’at dan Sabtu. Hari ke-6 dinamai Jum’at sehubungan dengan peribadatan Jum’at pada hari itu, yang disebut juga di dalam Al-Qur’an. Maka berbeda sekali dengan nama-nama bulan hari di dalam kalender Masehi yang masih mengandung unsur kemusyrikan.
Nama-nama hari di Indonesia diambilkan dari nama-nama hari kalender Hijriyah, baik bagi mereka yang menggunakan kalender Hijriyah maupun bagi mereka yang menggunakan kalender Miladiyah. Tentu dengan mengalami sedikit perubahan ejaan yang disesuaikan dengan lidah Indonesia, ialah: Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, dan Sabtu. Meskipun rupanya ada sebagian orang yang kurang menyukainya nama-nama demikian.
Alhamdulillah, nama-nama hari tersebut yang menggambarkan pengaruh luas agama Islam di seluruh tanah air kita. Sudah merupakan fakta, kenyataan yang tidak mengalami perubahan lagi.
Hanya saja, kadang-kadang sebagian orang ada yang menyebut hari Minggu untuk hari Ahad, yang notabene diambilkan dari nama dewa Minggo. Kita umat Islam tentu saja lebih baik tetap menyebut hari Ahad, dan bukan hari Minggu.
Hijriyah dan Bulan Purnama
Selain daripada itu, kalender Hijriyah dengan bulan Qamariyahnya memberitahukan kepada kita dengan tepat akan datangnya bulan purnama yang tidak dapat dibaca dari kalender Masehi. Demikian pula pasang dan surut yang sangat penting artinya bagi para nelayan yang mencari ikan dengan mudah diketahui dari fase bulan yang tegas ditunjukkan oleh kalender Qamariyah.
Meskipun demikian, kita umat Islam tidak menutup mata akan kenyataan bahwa kalender Masehi telah umum dipergunakan orang di dunia internasional di samping adanya petunjuk mengenai perubahan musim. Agama Islam yang bersifat mudah dan memudahkan tidak melarang umatnya untuk menggunakan kalender lain di samping menggunakan penentuan waktu yang berdasarkan peredaran bulan sebagaimana ditentukan di dalam peribadatan. Untuk urusan duniawi seperti misalnya pertanian, perdagangan, dan lain-lain kadang-kadang diperlukan penggunaan kalender Syamsiyah.
Oleh sebab itu, surat menyurat di dalam Persyarikatan Muhammadiyah selalu menggunakan kalender Hijriyah di samping kalender Masehi. Demikian pula Milad Persyarikatan Muhammadiyah yang semula diperingati setiap tanggal 18 November, dirayakan pada setiap tanggal 8 Dzulhijjah. Sebab, memang Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada hari Senin Legi tanggal 8 Dzulhijjah 1912 H.
Sumber: artikel “Mana Yang Lebih Eksak dan Ilmiah: Kalender Miladiyah atau Hijriyah?” karya Ir Basit Wahid (SM. no. 5/Th. Ke-57 /1977). Pemuatan kembali di www.ibtimes.id dengan pengubahan judul dan penyuntingan.
Editor: Arif dan Nabhan