Falsafah

Inti Kritik Derrida ke Saussure: Makna itu Tak ada yang Pasti

3 Mins read

Bahasa Menurut Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure, merupakaan seorang linguis asal Swiss yang lahir pada tahun 1857, dan meninggal pada tahun 1913. Selama hidupnya, Saussure banyak berkontribusi pada keilmuan linguistik terutama tentang struktur dalam bahasa yang kemudian menjadi dasar bagi banyak pendekatan ilmu linguistik modern.

Saussure, yang merupakan seorang strukturalis pernah menyampaikan bahwa bahasa bukan sekadar perantara manusia untuk saling berkomunikasi secara verbal satu sama lain. Menurut Saussure, bahasa juga merupakan sistem tanda yang mampu mengekspresikan ide.

Penanda dan Petanda

Tanda sendiri terdiri dari dua entitas berbeda yang kemudian dihubungkan dalam hubungan sosial. Dua entitas ini adalah Penanda (Signifier) dan Petanda (Signified).

Penanda merupakan bunyi atau coretan yang bermakna dan digunakan untuk merujuk kepada konsep tertentu. Sedangkan petanda merupakan konsep yang dirujuk oleh penanda.

Sebagai contoh kata “kucing” merupakan penanda, sedangkan petanda dari kucing adalah “binatang yang rupanya seperti harimau kecil”. Contoh lain, kata “dingin” adalah penanda, dan petanda dari dingin adalah “bersuhu rendah”.

Lebih lanjut Saussure juga menjelaskan, hubungan antara penanda dan petanda adalah hubungan arbitrer atau manasuka. Yang berarti penanda tidak memiliki hubungan alamiah dengan petanda.

Sebagai contoh, kita tidak bisa menjelaskan mengapa petanda “Binatang yang rupanya seperti harimau kecil” memiliki penanda “kucing”. Dengan kata lain, pemberian penanda terhadap petanda dilakukan sesukanya.

Dalam proses signifikasi, atau proses menyatukan entitas petanda dan penanda, memerlukan kesepakatan sosial agar makna bisa tercapai dan bahasa bisa digunakan sebagai perantara komunikasi verbal sehari-hari.

Sebagai contoh, kita bisa menggunakan kata “kucing” sebagai penanda dalam komunikasi apabila lawan bicara memiliki kesamaan petanda dengan kita mengenai “kucing”.

Baca Juga  Inilah Dua Akar Konflik Agama dan Filsafat!

Oposisi Biner dalam Bahasa

Saussure juga menjelaskan bahwa bahasa memiliki sistem oposisi biner. Dalam sistem oposisi biner ini, hanya ada dua tanda atau kata yang hanya punya arti jika masing-masing beroposisi dengan yang lain, kehadiran hanya ada jika oposisi binernya tidak hadir.

Sebagai contoh kita bisa memahami putih jika hitam ada, putih hadir jika hitam tidak hadir. Kita bisa memahami tinggi jika pendek ada, tinggi hadir jika pendek tidak hadir. Kita bisa memahami gelap jika ada terang, gelap hadir apabila terang tidak hadir.

Oposisi biner tersebut dalam pemikiran strukturalis berifat hierarkis, ada satu kata yang dianggap lebih superior dibanding oposisi binernya.

Contohnya ketika tinggi dianggap lebih superior dibanding pendek, serta ketika terang dianggap lebih superior dibanding gelap.

Kritik Jacques Derrida terhadap Pemikiran Saussure

Pemikiran Saussure terhadap bahasa ini menjadi salah satu fondasi bagi keilmuan linguistik modern. Catatan-catatan kuliah Saussure dikumpulkan oleh dua orang muridnya, yaitu Besarlah Bally serta Albert Sechehaye menjadi sebuah buku yang berjudul Cours de linguistique générale dan diterbitkan tiga tahun setelah Saussure meninggal.

Hingga pada tahun 1966, seorang filsuf asal Prancis bernama Jacques Derrida memproklamirkan sebuah era baru bernama post-strukturalisme.

Menggunakan pendekatan dekonstruksi, Derrida membongkar tatanan strukturalis yang telah mapan dan membangun ulang serta menemukan makna baru yang berbeda dari pemikiran strukturalis sebelumnya.

Jika menurut pemikir strukturalis bahasa merupakan sebuah sistem yang stabil, maka Derrida menganggap bahwa bahasa merupakan kekacauan dan tidak stabil. Perbedaan konteks akan menyebabkan perbedaan arti pula dalam bahasa.

Antara to Differ dan to Defer

Derrida juga mengusung sebuah konsep yang bernama differrance. Menurut Derrida, konsep difference memiliki dua akar kata, yaitu to differ yang berarti untuk membedakan, serta to defer yang berarti menunda.

Baca Juga  Umat Islam Harus Keluar dari Keterpurukan

Differance Derrida merupakan penolakan akan makna atau petanda mutlak yang diklaim Saussure dan juga kaum strukturalis.

To differ, atau membedakan milik Derrida secara sekilas mirip dengan konsep Saussure mengenai oposisi biner. Tanda atau kata hanya bisa memiliki arti apabila ada tanda lain ada sebagai pembeda.

Namun menurut Derrida, oposisi biner tidak bersifat hierarkis, di mana satu tanda dianggap lebih superior dibanding oposisi binernya. Bagi Derrida, oposisi biner bersifat sejajar.

To Differ sendiri bisa dilihat sebagai perlawanan Derrida terhadap penindasan sosial yang terjadi di masyarakat akibat strukturalisme. Dalam masyarakat strukturalisme, kelompok yang memiliki identitas inferior sering mendapat diskriminasi serta marjinalisasi.

Contohnya dalam pemikiran strukturalis, tanda putih dianggap lebih superior dibanding tanda hitam. Maka dalam masyarakat strukturalis, kelompok orang yang berkulit hitam sering mendapat diskriminasi oleh kelompok orang berkulit putih.

Maka, Derrida melawan praktik penindasan ini dengan mengatakan bahwa oposisi biner bersifat sejajar dan sama pentingnya.

Sedangkan to defer, atau menunda, merupakan istilah yang digunakan Derrida bahwa sebenarnya makna yang mutlak tidak pernah ada, karena makna hanya bisa hadir dalam bentuk jejak. maka bagi Derrida, tidak ada yang namanya petanda, yang ada hanyalah penanda.

Sebagai contoh, penanda “gajah” memiliki petanda “hewan besar berkaki empat dan memiliki belalai”. Namun sebenarnya petanda tersebut merupakan penanda juga, kata “hewan” memiliki petanda, dan petanda dari kata “hewan” pasti memiliki petanda lagi.

Tak ada Makna yang Pasti

Dari sini kita menyadari, bahwa seluruh konsep di alam semesta pasti terbahasakan. Kita tidak bisa menyadari konsep itu ada apabila tidak terbahasakan.

Bahkan menurut Derrida, yang dimaksud realitas adalah bahasa itu sendiri, di luar bahasa bukanlah sebuah realitas.

Baca Juga  Jacques Derrida: Teori Dekonstruksi, Agama, dan Sains

Maka sebenarnya, makna yang pasti, utuh, atau mutlak tidak akan bisa kita capai, karena kita hanya berputar-putar pada bahasa.

Kita hanya bisa sampai pada makna yang tertunda, sebelum akhirnya kita belajar makna tersebut memiliki makna lanjutan lagi.

Editor: Yahya FR

Muhammad Ibnu Majah
4 posts

About author
Mahasiswa Strata-1 Fakultas Ilmu Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga Program Studi Ilmu Komunikasi
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds