Review

Mempertanyakan Kembali Narasi Kemunculan Islam Awal

5 Mins read

Fred M Donner: Penulis Kemunculan Islam Awal

Perjalanan hidup Kanjeng Nabi tidak pernah sepi dari ulasan umat yang datang sesudahnya. Kendati ulasan itu memiliki kemiripan di sana-sini, namun jika dicermati dengan jeli dan teliti, kita akan menemukan beberapa titik tekan yang berbeda.

Terlebih lagi, jika kita rajin mengkomparasikan ulasan yang dibuat oleh para orientalis dengan metode kritik-logisnya, dengan ulasan dari umat Islam sendiri yang cenderung berbau subjektif.

Meski tidak bisa dipungkiri juga, ada beberapa pengkaji, peneliti, penulis, dan sarjana muslim yang tetap memberi kritik ihwal data dan metode ulasan perjalanan hidup Kanjeng Nabi.

Fred M. Donner, pria kelahiran Washington DC tahun 1945 ini menjadi salah satu di antara sekian ribu orang yang menulis tentang kemunculan Islam awal mula di tanah Arab.

Tentu saja, ketika Fred M. Donner berbicara mengenai Islam di masa awal ini, ia juga tidak bisa menegasikan perjalanan hidup Kanjeng Nabi. Sederhananya, Islam dan Kanjeng Nabi menjadi dua hal yang saling berkaitan, meski tidak bisa dipertukarkan.

Ia cukup menekuni kajian Islam, utamanya Islam yang masih menjadi benih sampai meledak di era kejayaannya. Ada banyak karya yang telah ia produksi. Hanya saja saya lebih tertarik dengan salah satu bukunya yang bertajuk Muhammad dan Umat Beriman; Asal Usul Islam.

Buku ini selain menyajikan data dari dokumen yang diambil dari luar Islam, juga memberi perspektif kebaruan mengenai iman dan Islam yang selaras dengan pergeseran kondisi sosial umat Kanjeng Nabi di masa itu.

Detail Buku

Buku yang tebalnya hampir 300-an halaman ini dibagi menjadi lima bab yang saling berurutan.

Bab pertama kita akan diberi terang mengenai gambaran sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan yang membentuk tanah Arab di masa itu.

Byzantium atau Kekaisaran Roma di Barat dan Kekaisaran Sasanid di Timur saat itu menjadi dua kekuatan besar yang saling ingin mendominasi. Kedua kekaisaran besar ini tercatat pernah berseteru sebanyak lima kali (hlm. 27).

Perang yang terakhir dimenangkan oleh Byzantium, kendati pada awalnya pasukan mereka terdesak sampai kekuasannya kian semakin sempit. Bukan soal tidak ada diplomasi sebagai jalur damai untuk memperoleh kekuasaan, akan tetapi kedua pucuk pimpinan di kekaisaran ini memiliki ambisi yang meledak-ledak untuk sesegera mungkin berkuasa penuh.

Baca Juga  Hussein Nasr: antara Tuhan, Manusia, dan Alam

Adapun Makkah dan Madinah yang di kemudian hari menjadi dua kiblat kedigdayaan Islam masih menjadi kota kecil. Kedua kota ini agak sulit untuk diberdayakan potensi alamnya, karena hanya berisi pasir dan bebatuan.

Praktis, kedua kota ini cuma menjadi jalur dagang yang kadang ramai di momen-momen tertentu. Hanya saja Makkah masih memiliki nilai lebih dengan berdirinya Kakbah (hlm. 40), yang saat itu menjadi tempat dengan geliat peribadatan yang cukup ramai.

Kritik Terhadap Sumber Biografi Nabi dan Narasi Islam Awal

Kemudian di bab selanjutnya, Fred M. Donner memberi kritik soal sumber-sumber yang biasanya dijadikan rujukan dalam menulis biografi Kanjeng Nabi. Sumber-sumber ini dinilai kurang memadai untuk dirujuk. Berkaitan dengan ini, ada dua argumen yang diajukan oleh Fred M. Donner.

Pertama, ia melihat sumber-sumber mengenai biografi Kanjeng Nabi yang dirujuk, ternyata ditulis jauh setelah Kanjeng Nabi wafat (hlm. 56).

Jeda yang relatif cukup lama ini dinilai Fred M. Donner sebagai sumber yang tidak otentik. Dalam arti, penulisan biografi itu memiliki orientasi sebagai legitimasi terhadap kepentingan kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial pada saat itu. Karena kekuasaan dirasa lebih langgeng dan tidak diusik jika mencatut nama Kanjeng Nabi sebagai legitimasinya.

Kedua, ada sumber-sumber di luar Islam yang memiliki posisi penting namun kerap diabaikan dalam penulisan biografi Kanjeng Nabi. Posisi penting ini diindikasikan dari tahun ditulisnya sumber tersebut, yang menurut Fred M. Donner tidak terlampau jauh dengan masa atau pasca wafatnya Kanjeng Nabi.

Sumber Syria yang ditulis pada 640 M oleh seorang Kristiani, Thomas the Presbiter misalnya. Sumber itu menyatakan bahwa Kanjeng Nabi bukan cerita fiksi, melainkan pemimpin gerakan yang menyebarkan paham monoteisme (hlm. 59).

Memang, gerakan yang dipimpin Kanjeng Nabi ini memiliki karakter yang berbeda, baik dengan gerakan setelah wafatnya Kanjeng Nabi maupun dengan gerakan-gerakan lain dari luar.

Saya rasa, karakter yang menjadi kunci gerakan ini ialah gagasannya mengenai rumah yang ditinggali bersama (ekumenisme). Wujud konkret gagasan ini ada pada Piagam Madinah yang menerima siapa saja, baik suku maupun agama yang berbeda untuk hidup bersama. Dengan catatan, selama mereka menganut paham monoteis sekaligus mempercayainya.

Baca Juga  KH Ibrahim: Pengayom Kaum Muda

Dari gagasan ini juga, kita bisa melihat bahwa iman dan Islam itu merupakan dua hal yang berbeda. Jika bersandar pada paham monoteis, semua agama, suku, etnis, dan seabrek identitas manusia bisa diterima untuk hidup bersama pada masa itu (hlm. 79).

Akan tetapi, jika sandarannya Islam, identitas menjadi lebih tegas. Akhirnya memicu sengketa konflik yang tidak berkesudahan.

Islam Awal: Ulasan Bab Ketiga

Maka dari itu di bab ketiga, Fred M. Donner menceritakan bahwa, upaya pertama kali yang dilakukan oleh Abu Bakar setelah wafatnya Kanjeng Nabi ialah memerangi mereka yang kembali pada politeisme dan mengaku sebagai nabi-nabi. Upaya ini disebut dengan Operasi Ridda (hlm. 111).

Namun, menjadi pengecualian bagi mereka yang masih menganut paham monoteis, kendati tidak berangkat dari ajaran yang sama. Mereka tidak diperangi dan boleh tinggal bersama selama mau membayar pajak dan mengikuti regulasi yang berlaku pada masa itu. Dan ini berlaku juga pada masa kepemimpinan Umar bin Khaththab, Ustman bin Afan, dan Ali bin Abi Thalib.

Di masa-masa ini juga benih kedigdayaan mulai tumbuh yang ditandai dengan ekspansi ke luar daerah. Hanya saja menurut Fred M. Donner ada banyak sarjana –terutama sarjana Barat periode awal- menilai ekspansi ini sebagai serial penaklukan terhadap non-muslim.

Sedangkan, beberapa sarjana muslim malah menilai kesuksesan ekspansi ini karena ada intervensi dari Tuhan. Tapi ada juga yang menganggap ekspansi ini sudah menjadi gerakan Islam, bukan sebagai gerakan umat beriman. Padahal mereka yang daerahnya diekspansi masih diperbolehkan tinggal tanpa harus masuk Islam (hlm. 137).

Akan tetapi, ekspansi yang menuai keberhasilan ini harus dibayar mahal oleh gerakan umat beriman dengan munculnya sejumlah konflik internal.

Ulasan Bab Empat

Di bab empat, kita akan menemui narasi banyaknya pengikut Kanjeng Nabi di masa awal, bahkan yang masih memiliki hubungan darah sekalipun harus saling berseteru berebut kuasa.

Baca Juga  Siti Noordjannah Djohantini, Sang Aktivis Perdamaian Anak

Sampai akhirnya memicu lahirnya pendukung fanatik Ali bin Abi Thalib yang akrab disebut syiah (hlm. 214), mereka yang condong pada Muawiyah, dan mereka yang geram dengan keputusan yang tidak memuaskan atau biasa disebut Khawarij.

Khawarij ini dinilai oleh pengamat, peneliti, dan pengkaji Islam belakangan sebagai embrio dari lahirnya gerakan fundamentalis, ekstremis, dan teroris.

Konflik ini kian meruncing. Sampai pada akhirnya muncullah Dinasti Muawiyah yang di kemudian hari dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyah. Perubahan peta politik dan kondisi sosial ini juga memicu redefinisi istilah baru.

Islam yang mulanya tidak gerah dengan keberadaan Kristen dan Yahudi sebagai agama monoteis, di masa dinasti ini mulai menarik garis demarkasinya dengan mengacu pada teks Al-Qur’an yang rigid. Fred M. Donner menilai redefinisi istilah ini justru kian reduktif (hlm. 227).

Sebab, Khalifah ‘Abd al-Malik sedang berkontestasi dengan penguasa Islam lain yang emoh tunduk di satu sisi, dan meredam kemungkinan gerakan pembelotan di internal kekuasaannya pada sisi yang lain. Maka legitimasi ayat-ayat suci menjadi penting untuk dilakukan.

Secara umum, buku ini dapat menjadi pintu pertama bagi siapa saja yang hendak mengetahui atau menekuni secara serius ihwal sejarah Islam di masa awal. Meskipun secara metodologi dan cara penulisannya saya rasa masih menuai banyak kritik.

Tapi bisa saja, Fred M. Donner memang menyengaja, karena sebagai buku pintu pertama, uraian dan bahasa yang ringan menjadi pertimbangan penting. Ya, biar pembaca lebih mudah paham dan tidak lekas kapok.

Sebagai penutup, saya sepakat dengan pengantar yang ditulis Prof. Syafaatun Almirzanah sebagai penerjemah. Katanya, “Rekonstruksi hipotesis Donner tidak akan menjadi kata final dalam debat mengenai asal usul Islam …” . Ya, masih banyak buku dengan tema serupa yang perlu dibaca sebagai pembanding.

Judul: Muhammad dan Umat Beriman; Asal Usul Islam
Penulis: Fred M. Donner
Penerjemah: Prof. Syafaatun Almirzanah, Ph.D
Penerbit: Gramedia Pustaka
Cetakan: 2015
Tebal: xxvii + 298 Halaman
ISBN: 978-602-03-2187-5

Editor: Yahya FR

Avatar
10 posts

About author
Alumnus Magister Studi Agama-agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang sering ngopi di Tulungagung
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds