Tafsir

Ketika Islam Bicara tentang Obat dan Kesehatan

2 Mins read

Setiap orang pasti pernah mengalami rasa sakit. Sudah tentu, sakit ini merupakan hal yang tidak disukai oleh semua orang.

Islam menjelaskan bahwa setiap penyakit tentu memiliki obat dan solusi. Hal ini disampaikan Rasulullah Saw jauh beberapa abad yang lampau. Dalam Shahih Muslim, di kitab salam, pada bab setiap penyakit ada obatnya diriwayatkan dari Jabir Ra dari Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.  رواه مسلم

Dari Jabir Ra dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.” HR. Muslim

Berdasarkan hadis ini, menjawab rasa penasaran setiap insan bahwa penyakit yang diderita seseorang pasti ada penyembuhnya. Namun hal yang masih menjadi pertanyaan, bagaimana Islam melakukan penyembuhan tersebut? Dan penyembuhan bagaimana yang dimaksud? Alangkah baiknya, pembahasan ini dikaji terlebih dahulu dari aspek linguistik.

Dalam KBBI Online kata “sakit”bermakna “rasa tidak nyaman dalam tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, flu, dan sebagainya)”.

Sementara dalam kitab AlMinhaj (Syarah Shahih Muslim) diawali dengan pengkajian secara linguistik. Paragraf pertama dalam syarah hadis berisi penjelasan kata اَلدَّوَاءُ dan ragam penyebutan lainnya.

Penyebutan pertama adalah اَلدَّوَاءُ. Hal ini yang dijadikan pendapat oleh jumhur ulama salaf dan mayoritas ulama kontemporer (khalaf).

Pendapat kedua penyebutannya dengan di baca kasrah اَلدِّوَاءُ. Hal ini yang diucapkan suku Kilab yang merupakan salah satu suku dari bangsa Quraisy. Namun, pendapat kedua dianggap syadz atau menyimpang dari biasanya.

Baca Juga  Apakah Rasul Menjelaskan Makna Al-Qur’an Seluruhnya?

(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ) فهذا فيه بيان واضح؛ لأنه قد علم أن الأطباء يقولون: المرض هو خروج الجسم عن المجرى الطبيعي، والمداواة رده إليه، وحفظ الصحة بقاؤه عليه، فحفظها يكون بإصلاح الأغذية وغيرها، ورده يكون بالموافق من الأدوية المضادة. (المنهاج شرح صحيح مسلم).

Kalimat ini merupakan penggambaran yang jelas. Sebagaimana diketahui para dokter berkata: “Orang sakit itu orang yang dalam kondisi fisiknya keluar dari tabiat yang berjalan.”

Pengobatan merupakan wasilah untuk menolaknya. Sehingga, kesehatan akan tetap terjaga.

Adapun, menjaga kesehatan itu dengan baiknya asupan nutrisi dan hal-hal lain. Penangkal atau penolak rasa sakit itu sesuai obat dengan asupan nutrisi yang melawan rasa sakit.

Berdasarkan paragraf di atas dapat dipahami bahwa kondisi sakit yaitu kondisi fisik seseorang yang keluar dari tabiat yang berlaku. Hal ini sesuai yang dengan yang didefinisikam KBBI. Karena, ketika fisik berjalan dalam kondisi normal, maka tubuhnya dipastikan dalam kondisi sehat.

Islam menganjurkan melakukan pengobatan bagi seorang yang mengidap penyakit. Adapun rahasia agar kembali sehat yaitu ketika obat yang dikonsumsi disertai dengan makanan yang baik.

Makanan yang baik ini sudah tentu makanan yang halal dan thayyib. Jika makanan sudah dipastikan halal dan thayyib, sudah pasti makanan tersebut mengandung kesehatan yang baik.

Berkaitan dengan makanan yang halal dan baik, Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 168 dengan redaksi sebagai berikut:

يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِى الْأَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 168).

Baca Juga  Ulil Albab (5): Membuktikan Iman dan Takwa

Hadis di atas juga menjelaskan rahasia agar kita tetap. Yaitu dengan cara menjaga kesehatan dengan makanan yang halal dan thayyib.

Setidaknya, unsur empat sehat dan lima sempurna itu terpenuhi dengan syarat harus halal dan thayyib.

Jika dikaji secara linguistik makna thayyib, maka makanan yang thayyib adalah makanan yang diperoleh dari hasil yang baik. Berasal dari harta yang halal, bukan harta yang haram.

Di samping itu, makanan yang baik dan halal dan thayyib menghasilkan energi dan aliran darah yang positif.

Makanan ini juga harus memenuhi kandungan gizi dan seimbang bila dikonsumsi. Contoh: Nasi disertai lauk, ada buah-buahan, dan dessert. Maka, gizi yang dibutuhkan seseorang akan terpenuhi.

Oleh karena itu, sebagai muslim yang baik harus mampu menjaga kondisi fisik di awal bulan suci Ramadhan ini. Tak lupa disertai kegiatan yang menambah amalan dan kedekatan diri kepada Allah seperti tadarrus untuk mendekatkan diri kepada Allah, agar bulan Ramadhan ini dilewati dengan penuh makna dan kesan yang baik.

Editor: Yahya FR

Aeger Kemal Mubarok
11 posts

About author
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *