Oleh: Sabrur Rohim
Selain berhak mendapatkan ASI eksklusif, hal yang tak kalah pentingnnya yang harus didapatkan si bayi adalah imunisasi. Tujuan imunisasi untuk meningkatkan daya imunnya dari serangan penyakit, dari usia 0-24 bulan atau yang disebut dengan istilah 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Adakah dalil yang dapat melegitimasi praktik imunisasi dalam ajaran Islam?
Imunisasi
Selama kurun 2 tahun, setidaknya seorang anak mendapatkan 10 kali imunisasi. Yaitu: pertama, ketika bayi baru lahir—imunisasi Hepatitis B-1, Polio-0, dan BCG. Kedua, ketika berusia 2 bulan—imunisasi Hepatitis B-2, Polio-1, DTP-1, Hib-1, PCV, dan Rotavirus-1. Ketiga, ketika berusia 3 bulan—imunisasi Hepatitis B-3, Polio-2, DTP-2, dan Hib-2. Keempat, ketika berusia 4 bulan—imunisasi Hepatitis B-4, Polio-3, DTP-3, PCV-2, dan Rotavirus-2.
Kelima, yaitu ketika anak berusia 6 bulan—imunisasi PCV-3, Rotavirus-3, dan influenza. Keenam, ketika berusia 9 bulan—imunisasi Campak-1. Ketujuh, ketika berusia 12 bulan—imunisasi Varisela, PCV-4, dan Japanese encephalitis-1. Kedelapan, ketika berusia 15 bulan—imunisasi Hib-4 & MMR-1. Kesembilan, ketika berusia 18 bulan—imunisasi Polio-4, DTP-4, Campak-2, dan Influenza. Kesepuluh, ketika berusia 24 bulan—imunisasi Tifoid, Hepatitis A, dan Japanese encephalitis-2.
Ketika ada pertanyaan, apakah ada dalilnya imunisasi? Kita tentu saja kita tidak akan menemukan nash (teks) langsung baik di Al-Quran atau hadis tentang imunisasi. Karena metode imunisasi memang muncul belakangan di era modern. Namun demikian, kita bisa beberapa perspektif keislaman yang relevan berkaitan dengan imunisasi.
Dua Perspektif Keislaman
Setidak-tidaknya, ada dua perspektif keislaman yang menjadi dasar dukungan terhadap program imunisasi. Dua perspektif ini memiliki justifikasi teologis, baik dari nash al-Quran maupun hadits.
Pertama, dukungan kepada ulul amri (pemerintah). Islam mewajibkan keharusan kaum beriman untuk bersikap taat kepada pemerintah, sejauh apa yang ditetapkan pemerintah, baik program atau kebijakannya, bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini ada kaidah, tasharruf al-ra’iyyah manuthun bil-mashlahah, bahwa penyelenggaraan pemimpin di dalam mengurus pemerintahan harus mengacu pada nilai kemaslahatan.
Imunisasi betapa pun juga bertujuan mewujudkan kemaslahatan, yakni terciptanya generasi yang sehat, generasi yang kuat, kebal dari aneka macam penyakit, dan ini sejalan dengan prinsip maslahat dalam Islam untuk menjaga keberlangsungan anak keturunan kita (hifz al-nasl). Tidak pernah ada pemerintah yang menghendaki keburukan bagi masyarakat. Yang dituju adalah kebaikan dan kesejahteraan warganya. Jika tujuannya baik, tidak keburukan atau kemaksiatan kepada Allah, maka kewajiban umat Islam hanya satu: mendengar dan taat (sami’na wa atah’na). Dasar atau justifikasi dari sikap ini adalah al-Quran Surat al-Nisa’ ayat 59: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan orang-orang yang memegang urusan (kuasa) di antara kalian…”
Kedua, wujud komitmen pada tujuan atau kepentingan umat secara umum. Tujuan imunisasi adalah melindungi diri (si bayi) dan lingkungannya agar sehat dan terlindungi, kebal, dari pelbagai penyakit, sehingga ke depan anak-anak kita menjadi generasi yang kuat, bukan generasi yang lemah. Ideal tentang generasi yang kuat ini ditegaskan dalam al-Quran Surat al-Nisa’ ayat 9: “Dan hendaklah takut orang-orang yang seandainya meninggalkan sepeninggal mereka generasi yang lemah yang mereka khawatir akan nasib mereka kelak…”
Ketika kita ikutkan anak bayi kita dengan program imunisasi ini, maka berarti kita ikut terlibat atau berpartisipasi secara aktif untuk menciptakan kondisi yang sehat dan terlindungi itu di lingkungan kita sendiri (keluarga, RT, dusun). Sebaliknya, jika kita tidak ikut dengan program ini, maka kita termasuk orang yang tidak berkomitmen pada tujuan dan kepentingan bersama, dan secara moral dalam hal ini kita cacat.
Pro dan Kontras Imunisasi
Mungkin tidak bermasalah jika yang menolak imunisasi. Misalnya, hanya satu dua keluarga dari 10 KK yang memiliki balita di suatu dusun/kampung. Akan sangat berbahaya jika yang terjadi sebaliknya: 2 yang imunisasi dan 8 yang tidak. Sebab, jika hanya satu atau dua balita yang tidak terimunisasi (tidak kebal virus), sementara 8 (delapan) yang lainnya terimunisasi sehingga kebal dari penyakit, maka asumsi logisnya: (1) jika dua balita tadi sehat-sehat saja, itu semata-mata karena tertolong oleh 8 balita lain lingkungannya yang sehat-sehat juga; (2) jika dua balita itu sakit, terpapar virus, sangat patut diduga bahwa keduanya mendapatkan virus tersebut dari tempat lain (yang mungkin balita-balitanya lebih banyak, atau bahkan sama sekali, tidak terimunisasi).
Maka, sekali lagi, keberpihakan kita kepada kepentingan bersama adalah sesuatu yang niscaya. Sebaliknya, sikap egois atau mementingkan diri sendiri adalah sesuatu yang cacat secara moral dan ini sangat dikecam oleh Islam. Khusus dalam konteks ini kita bisa mendasarkan argumennya pada sebuah hadits Nabi SAW: “Siapa yang tidak peduli dengan urusan orang Islam, maka ia bukan dianggap sebagai golongan mereka.” (HR al-Thabrani dalam al-Shaghir, hlm. 188 dan Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan, 2/252).
Hadits ini menegaskan pentingnya kepedulian dan solidaritas kepada kemaslahatan umum yang menyangkut kepentingan umat Islam. Kemaslahatan umum atau kepentingan bersama yang dimaksud adalah kesehatan dan keterlindungan anak-anak kita di lingkungan kita dari ancaman penyakit, virus, dan sebagainya. Sehingga, tak ada kata tidak pada suatu program atau kebijakan bersama di bawah instruksi ulul amri (pemerintah) yang akan menjadi wasilah bagi terwujudnya kebaikan bersama itu. Wallahu a’lam.
*) Sabrur Rohim, SAg, MSI, alumnus PMU Syariah dan PPs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, guru ngaji di PP Al-Hikmah Karangmojo Gunungkidul.
Editor: Arif
Apakah Islam mendukung praktik imunisasi? Pertanyaan yang sering muncul ini menjadi penting untuk dipahami. Sementara itu, menarik untuk mengetahui bahwa batang kaktus pakis giwang memiliki khasiat sebagai obat hepatitis. Perpaduan informasi ini membuka pintu diskusi sehat mengenai kesehatan dalam perspektif agama dan pengobatan alami.