Tafsir

Islam Rahmatan lil- ‘Alamin: Tujuan, Visi, Misi, dan Program

6 Mins read

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin (IRLA), sebagai lembaga, menentukan pola kehidupan manusia dengan standar yang jelas dalam Al-Qur’an. Standar ini harus digunakan umat supaya kehidupan islami dalam semua bidang yang mereka perjuangkan sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.

Agar tidak salah jalan sehingga berhasil dalam berjuang, mereka harus menggunakan managemen, terutama managemen strategis yang mengkaji putusan-putusan mendasar untuk mencapai tujuan lembaga. Putusan-putusan mendasar IRLA yang harus mereka gunakan setidaknya meliputi: tujuan, visi, misi, dan program. 

Tujuan Islam Rahmatan lil- ‘Alamin

Tujuan IRLA, sebagaimana telah beberapa kali penulis sampaikan di IBTimes.ID, terdapat dalam al-Anbiya, 21: 107 yang menegaskan bahwa Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam, rahmatan (rahmah) lil ‘alamin. Rahmah ialah riiqqah  taqtadli al-ihsan ila al-marhum, perasaan lembut (cinta)  yang mendorong untuk memberikan kebaikan  nyata kepada yang dikasihi.

Berdasarkan pengertian ini maka Islam diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad untuk  mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk Allah. Kebaikan nyata dalam pengertian yang paling luas adalah hidup baik yang dalam an-Nahl, 16: 97 disebut hayah thayyibah dan hanya dapat diwujudkan dengan amal saleh dan menjadi orang beriman (mukmin).

Dalam tafsir sahabat, hayah thayyibah meliputi 3 kriteria: rezeki halal (Ibn Abbas dalam satu riwayat), qana’ah/kepuasan (Ali bin Abi Thalib) dan kebahagiaan (Ibn Abbas dalam riwayat yang lain).

Tafsir sahabat ini sejalan dengan perolehan iman dan amal shaleh yang  disebutkan dalam   al-Baqarah, 2: 62 dan menjadi kriteria hayah thayyibah yang diajarkan Al-Qur’an:

  1. lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya/ ar-rafahiyyah kulluha);
  2. wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya/as-salamu kulluha); dan
  3. wa la hum yahzanun (bahagia sebahagia-bahagianya/as-sa’adatu kulluha) di dunia dan di akhirat.

Visi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Visi IRLA diisyaratkan dalam Ali Imran, 3: 139 yang menegaskan bahwa kaum Muslimin adalah umat yang tertinggi; dan dalam hadis populer riwayat ad-Daraquthni dari sahabat ‘Aidz bin ‘Amr (juga Umar bin Khathab) yang menegaskan bahwa Islam adalah agama yang unggul dan tidak diungguli (al-Islam ya’lu wa la yu’la ‘alaih).

Berdasarkan ayat dan hadis ini dan dengan memperhatikan tujuan di atas, dapat dirumuskan bahwa visi IRLA adalah, “Terwujudnya umat yang unggul dalam mewujudkan hidup sejahtera sesejahtera-sejahteranya, damai sedamai-damainya dan bahagia sebahagia-bahagianya (hayah thayyibah) bagi semua di dunia dan akhirat.  

Misi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Misi IRLA sudah barang tentu sejalan dengan misi Nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelumnya, yang berulang-ulang ditegaskan dalam Al-Qur’an, sebagai       basyir (mubassyir) dan nadzir (mundzir).

Basyir dibentuk dari bisyarah (busyra) yang berarti kabar yang menggembirakan (Al-Ashfahani, t.t.: 45) dan nadzir dibentuk dari nadzr yang berarti menyampaikan sesuatu dan menganjurkan kewaspadaaan terhadapnya (Ibn Mandhur, 1997: V, 201) seraya menakut-nakuti (Al-Ashfahani, t.t.: 508). Berdasarkan ini misi IRLA adalah memberi kabar gembira dan peringatan dalam masyarakat tentang segala yang harus diwaspai dalam mewujudkan (hayah thayyibah).

Dalam Al-Qur’an ada gambaran tentang angin yang disebut sebagai busyr (kabar gembira) dan mubasysyir (pemberi kabar gembira)dengan manfaatnya yang besar (al-Furqan, 25: 48); ar-Rum, 30: 46 dan 48; Fathir, 35: 9; dan al-Jatsiyah, 45: 5).

Baca Juga  Syafiq Hasyim: Larangan Kata 'Kafir' itu untuk Hilangkan Diskriminasi

Gambaran ini menunjukkan bagaimana misi memberi kabar gembira yang diemban IRLA seharusnya dilaksanakan umat.

***

Pertama, meneduh-sejukkan. Angin meneduh-sejukkan dengan membawa uap air lautan ke udara yangkemudian menjadi awan, yang ketika menggantung di langit bisa meneduhkan orang yang berada di luar ruangan, khususnya jalan; dan dengan berhembus di daratan, ia dapat menyejukkan siapapun yang kegerahan. Adapun IRLA meneduh-sejukkan dengan risalah yang menaungi manusia dengan segala kompleksitas kehidupannya. Dengan risalah ini IRLA membawa pesan-pesan Allah yang memberi inspirasi untuk membangun kehidupan yang baik.

Kedua, menyuburkan. Angin menyuburkan dengan membawa mendung yang turun menjadi hujan dan mengubah tanah yang semula tandus menjadi subur. Adapun IRLA menyuburkan dengan menebarkan ide-ide yang memberi inspirasi dan solusi yang menjadi basis masyarakat membangun sistem kepercayaan, nilai, pengetahuan, lembaga dan artefak untuk mewujudkan kebudayaan yang maju. Ini berarti dia telah mengeluarkan mereka dari gelap menuju ke terang sebagaimana yang ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an. Dengan basis konstruksi itu, umat ketika masih mengikuti Islam yang otentik pada zaman rintisan dan keemasan dapat membangun peradaban besar yang dalam sejarah  dikenal sebagai the myracle of religion.

Ketiga, membuahkan. Angin membuahkan dengan membawa serbuk sari ke tumbuh-tumbuhan tertentu yang telah keluar putiknya sehingga dapat berbuah. IRLA dengan risalahnya membuahkan melalui penyebaran ide-ide yang telah dijadikan basis pembangunan sistem-siestem kebudaayan di atas. Dengan basis itulah dulu bisa lahir orang-orang saleh yang menjadi pewaris bumi dan surga. Di dunia mereka menjadi tokoh-tokoh besar yang berpengaruh dalam sejarah yang sumbangannya diakui dunia. Michael H. Hart telah mensurvei 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia dan menemukan 2 Muslim yang termasuk di dalamnya:  Nabi Muhammad (ranking pertama) dan Khalifah Umar bin Khatab (rankingng ke-52).

Keempat, mengharumkan. Angin mengharumkan dengan membawa bau harum yang ada di satu tempat berpindah ke tempat lain. IRLA dengan risalahnya mengharumkan nama orang-orang beriman. Nama mereka tidak hanya dikenal di kalangan kaum seiman, tapi juga di kalangan umat beragama lain, bahkan sampai mendunia.

Baca Juga  Luthf dan Qahr: Nama-Nama Tuhan dalam Pandangan Jalaluddin Rumi

Program Pembangunan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Sesuai dengan tujuan, visi dan misi IRLA di atas; dan dengan kedudukan manusia sebagai wakil (khalifah) Allah yang harus menyelenggarakan kehidupan di bumi, program IRLA sudah barang tentu adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan ini meliputi seluruh bidang kehidupan, yang penjabarannya dalam Al-Qur’an di antaranya adalah 10 bidang berikut:

Pertama, agama. Agama yang diajarkan Al-Qur’an dan diharapkan menjadi pedoman dalam perilaku keagamaan umat Islam adalah agama dengan landasan, kerangka dan bangunan rahmat. Landasannya berupa keimanan kepada Allah yang inti sifat-Nya adalah rahmat (tauhid rahamutiyah), kepada Nabi Muhammad dan Al-Qur’an yang diutus dan diwahyukan sebagai rahmat.

Kerangka teologisnya adalah: ad-din al-qayyim (agama yang tegak karena memiliki inilai-nilai spiritual, moral dan emansipatoris); ad-din al-khalish (agama murni yang menghindarkan manusia dari degradasi kehidupan) dan din al-haq (agama kebenaran yang menghindarkan manusia dari kerugian –khusr- baik sebagai pribadi, keluarga, komunitas, masyarakat maupun bangsa). Dan bangunan organisasinya adalah Islam kaffah (keberagamaan tri-dimensi, peradaban materiel-spirituil, dan integrasi sosial-politik).

Kedua, negara. Negara yang diajarkan Al-Qur’an dan menjadi pedoman dalam perilaku hidup bernegara adalah: baladan aminan (negara yang aman dan damai), baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negara adil, makmur, memiliki wawasan lingkungan hidup, kejahatan di dalamnya bisa dikendalikan atau diminimalisir) dan al-balad al-amiin (negara yang amanah menjamin hak-hak asasi warga negara).

Ketiga, politik. Politik yang diajarkan Al-Qur’an adalah penyelenggaraan negara yang berdasarkan asas-asas: menjamin hak asasi warga negara (an tu’addul amanat ila ahliha), keadilan (an tahkumu bil ‘adl), kebaikan semua bidang kehidupan (athi’ullah), negara sejahtera (athi’ur rasul), perwakilan (ulil amri) dan asas legalitas (farudduhu ilallah warrasul).

***

Keempat, ekonomi. Ekonomi yang diajarkan Al-Qur’an adalah ekonomi yang makmur (raghadan haitsu syi’tuma); kuat menegakkan semua bidang kehidupan (amwalakum qiyaman); pemerataan dengan ketimpangan seminimal mungkin (li kay la yakuna dulatan bainal aghniya’); tidak boros dalam semua kegiatannya: produksi, distribusi dan konsumsi (wa la tubadzir, innal mubadzirin kanu ikhwanas syayathin); dan tidak mengandung kebatilan (riba, gharar, maisir, kedhaliman, dan paksaan).

Kelima, sosial. Masyarakat yang diajarkan Al-Qur’an dan menjadi pedoman dalam hidup bermasyarakat adalah masyarakat dengan sistem sosial egalitarianisme (kana an-nas ummah wahidah); dengan struktur sosial pluralisme (ja’alnakum syu’uban wa qabaila li ta’arafu); dengan pola interaksi: akomodasi, bukan persaingan dan konflik (an tabarruhum wa tuqsithu ilaihim); dan dengan kejiwaan berjiwa besar (ummatan wasatha); dan kepribadian masyarakat unggul, berada di depan dalam semua kebaikan (fastabiqul khairat).

Keenam, budaya. Budaya yang diajarkankan oleh Al-Qur’an adalah budaya transformatif-progresif, yakni budaya dinamis dengan perubahan yang terus-menerus untuk memperbaiki kualitas kehidupan (innallah la yughayyiru ma bi qaum hatta yughayyiru ma bi anfusihim). Perubahan itu terjadi dalam semua tujuh unsur kebudayaan: peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi.

Baca Juga  Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an (1): Masterpiece Milik Al-Tabataba’i

Ketujuh, hukum. Hukum yang diajarkan Al-Qur’an adalah hukum yang bersendikan keadilan (an tahkumu bil ‘adl) dan kepatutan (al-ma’ruf). Hukum yang adil ini adalah yang tidak bertentangan dengan moral, sehingga hukum itu menjamin persamaan manusia, kebebasan dan kerjasama di antara mereka. Hukum yang demikian bisa hukum agama dan hukum positif.

***

Kedelapan, pendidikan. Pendidikan yang diajarkan Al-Qur’an adalah pendidikan yang dapat mengantarkan peserta didik untuk hidup sejahtera (hayah thayyibah) melalui amal saleh (8 hukum kebaikan: berbadan baik, berjiwa baik, beragama baik, berbudi pekerti baik, berilmu baik, bermasyarakat baik, berekonomi baik dan berlingkungan baik).

Kesembilan, ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diajarkan Al-Qur’an adalah ilmu pengetahuan yang meninggikan derajat (yarfa’illahu all-ladzina amanu minkum walladzina utul ‘ilma derajat). Derajat yang ditinggikan oleh ilmu itu adalah derajat semua bidang kehidupan, masing-masing dengan tingkatan-tingkatannya sendiri, seperti ekonomi dengan tingkatan moda produksi dengan tenaga manusia, tenaga hewan dan tenaga mesin. Di samping itu ilmu tersebut juga membuat pemiliknya mempunyai spiritualitas yang tinggi (innama yakhsyallah min ‘ibadihil ulama’).

Kesepuluh, keluarga. Keluarga yang diajarkan Al-Qur’an adalah keluarga sakinah (li taskunu ilaiha) yang berdasarkan rahmah (cinta aktual) dan mawaddah (cinta potensial). Dalam keluarga demikian, hak dan kewajiban isteri seimbang (wa lahunna mitslul ladzi ‘alaihinna bil ma’ruf) dan hubungan suami-isteri diselenggarakan dengan mu’asyarah bil ma’ruf sehingga tidak ada kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun ekonomi.

Penutup

Dalam Al-Qur’an digariskan bahwa program-program pembangunan IRLA dilaksanakan dengan 4 kebijakan: dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad dan qital (perang).  Jadi keempat kebijakan ini tidak menjadi tujuan pada dirinya sendiri, tapi untuk mewujudkan tujuan, visi, misi dan program-program IRLA di atas dan sudah barang tentu dengan aturan main yang sesuai dengan kesemuanya.

Wallahu a’lam bish shawab.

28 posts

About author
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds