Ibadah

Istri yang Tepat di Zaman Susah

5 Mins read

Dalam kondisi serba susah seperti sekarang kehadiran partner hidup yang tepat sangatlah penting. Namun laki-laki malas belajar dari pengalaman sehingga sering salah pilih. Laki-laki pada umumnya, mencari istri yang cantik, penampilan aduhai, tanpa memperhatikan kepribadiannya. Begitu menikah, hanya seumur jagung, kemudian cerai.

Padahal tujuan menikah bukan hanya untuk hidup sesaat, melainkan jangka panjang. Sehidup semati, kecuali ajal yang memisahkan. Ada perkara ibadah yang harus ditingkatkan ketika berkeluarga. Ada pengasuhan anak yang harus diintensifkan agar kelak menghasilkan generasi handal. Ada karier, profesi, dan kehormatan yang harus dipertahankan. Jika salah memilih pasangan, semua impian tersebut akan ambyar.

Nabi Muhammad saw mengajarkan wanita dinikahi karena empat hal; kecantikannya, keturunannya, hartanya, dan karena agamannya. Dari empat kriteria tadi yang paling utama adalah karena agamanya. Kalau agamanya baik, insya Allah, keluarga akan langgeng dengan baik. Sebenarnya empat kriteria tadi tidak mutlak, ada kriteria lain yang diajarkan Nabi saw. Namun kriteria yang satu ini jarang diperhatikan. Pada zaman susah seperti sekarang, kriteria inilah yang paling tepat. Kriteria seperti apakah itu?

Tipe Istri Seorang Pejuang

Kriteria ini jatuh pada Khadijah ra. Dia adalah istri Nabi saw yang pertama. Hal menarik dari pernikahan antara Khadijah ra dan Muhammad saw, adalah bahwa Khadijah lah yang melamar Muhammad saw terlebih dahulu. 

Khadijah ra adalah saudagar kaya. Dia adalah pengusaha perempuan ternama yang melakukan ekspor dan impor. Untungnya sejarah mencatat, Khadijah ra yang melamar Muhammad saw, jika tidak, mungkin Muhammad saw dianggap sebagai lelaki materialistik, yang menikahi perempuan karena kekayaannya saja.

Keberadaan Khadijah ra tidak tergantikan oleh siapapun di hati Nabi Muhammad saw. Bahkan, Aisyah gadis muda, perawan, dan cantik tidak dapat menggantikan posisi tersebut. Aisyah saja, sempat cemburu dengan Khadijah ra meskipun dia telah meninggal.

Hal itu gara-gara Muhammad saw selalu menyebut nama Khadijah ra di setiap waktu. Aisyah ra akhirnya muak dan mengatakan, “Mengapa engkau selalu menyebut nama wanita tua tersebut, padahal telah ada seorang wanita yang lebih baik menggantikan dia?” Mendengar ucapan ketus tersebut, sontak Nabi Muhammad saw marah. Lalu beliau berkata: “Dia adalah wanita terhormat. Dialah wanita pertama yang beriman kepadaku ketika yang lainnya ragu. Dia adalah wanita membelaku (dengan hartanya), sementara yang lainnya mengingkari. Dialah wanita yang menemakiku di saat susah dan yang memberikanku keturunan, sementara yang lainnya tidak.”

Baca Juga  Istri Tidak Bisa Memberi Keturunan, Bolehkah Diceraikan?
***

Kita tidak akan meneruskan perdebatan, antara Aisyah ra dan Nabi Muhammad saw. Namun, dari perdebatan tersebut memuncul beberapa kategori seorang istri yang diidolakan Nabi saw, yakni sosok istri yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap perjuangan suami. Sosok wanita yang setia menemani suami di kala peliknya kehidupan menerpa. Sosok partner yang rela mengorbankan hartanya untuk tugas berat (profesi) suaminya. Inilah catatan penting dari kepribadian seorang istri yang didambakan seorang suami, di tengah kehidupan yang pelik.

Khadijah ra adalah tipikal istri yang siap diajak susah (berjuang). Kalau mencari pasangan yang siap diajak senang sangat banyak. Asal laki-laki punya uang banyak sangat mudah mendapatkan itu. Namun, mencari istri yang siap diajak rekoso dan meniti kehidupan rumah tangga dari nol, sangatlah sedikit. Banyak istri yang gagal dalam kondisi susah seperti ini. Banyak orang tua yang tidak kuat dan sabar melihat anaknya seperti itu. Alih-alih ingin membantu, malah kehadiran orang tua dan mertua, ikut memperkeruh suasana rumah tangga.

Padahal kesusahan, himpitan hidup yang menghadang, perjuangan yang isinya keluh dan kesah, akan menjadi kisah heroik dan romantis yang akan melanggengkan dan mempertahankan ikatan keluarga di masa yang akan datang.

Belajar pada Ismail

Kisah yang agak mirip dengan Khadijah ra dan Muhammad saw adalah pengalaman hidup Nabi Ismail as. Diceritakan dalam sebuah hadis, bahwa Ibrahim as yang telah lama tidak bertemu anaknya, berkeinginan menjumpai anaknya. Perjalanan jauh akhirnya dia tempuh dari Yerusalem ke Bakkah, nama Mekkah tempoe doeloe.

Setelah sampai di rumah tersebut, ternyata yang menemui adalah istrinya. Kebetulan Ismail as tidak berada di rumah, sedang bekerja membanting tulang. Ibrahim yang sudah tua tidak memperkenalkan diri. Dia menjaga identitas dirinya, lalu bertanya tentang kehidupan rumah tangganya.

Wanita itu kemudian menceritakan segala hal; “Kehidupan rumah tangga kami tidak baik. Penuh kesusahan di sana sini. Nafkah kurang, kebutuhan sehari-hari terkadang tidak terpenuhi.” Semua keburukan dan penderitaan hidup dia ceritakan semua. Setelah mendengar itu, kemudian Ibrahim as berpesan kepada wanita tersebut. “Jika Ismail datang, tolong sampaikan pesan saya. Agar dia segera mengganti galangan pintu rumahnya.”

Baca Juga  Bagaimana Adab Berdzikir dalam Islam?
***

Setelah Ibrahim as pergi, tidak lama kemudian Ismail as datang. Kemudian dia bertanya, “Apakah ada lelaki tua ke sini?” Istrinya kemudian menjawab, “Ada, dan dia berpesan untukmu agar segera mengganti galangan pintu rumahmu.” Mendengar pesan tersebut, Ismail kemudian menceraikan istrinya.

Setelah Ismail as menikah lagi, Ibrahim as kembali mengunjungi anaknya di Bakkah. Sesampainya di rumah, ia ditemui istrinya, sedangkan Ismail tidak berada di rumah. Lalu Ibrahim bertanya kepada istrinya perihal kehidupannya. Lalu sang istri menceritakan segalanya, “Bahwa kami hidup dalam keadaan pas-pasan, namun kami mensyukuri apa yang kami dapat setiap hari. Kami tidak pernah mengeluh, mencela, ataupun mengumpat atas yang kami peroleh.” Mendengar jawaban tersebut kemudian Ibrahim as berpesan. “Jika suamimu datang, tolong sampaikan bahwa dia harus merawat galangan pintu tersebut. Jangan sampai lepas.”

Setelah Ibrahim as pergi, datanglah Ismail as dan bertanya kepada istrinya, “Apakah kamu melihat lelaki tua? Pesan apa yang dia sampaikan.” Kemudian istrinya menjawab, “lelaki tua tadi berpesan, agar kamu menjaga galangan pintu tersebut jangan sampai lepas.” Lalu kemudian Islami as berkata, “galangan pintu tersebut yang dimaksud adalah kamu, sementara lelaki tua tadi ada ayahku, Ibrahim as.”

Tidak Ikut Campur Urusan Keluarga

Salah seorang perempuan yang disayangi Rasulullah adalah Fatimah. Dari Fatimah inilah lahir cucu kesayangannya, Hasan dan Husein. Fatimah dinikahkan pada Ali bin Abi Thalib, salah seorang remaja cerdas pertama yang memeluk Islam. Namun, kehidupan rumah tangga Fatimah bersama Ali tidak seindah yang kita bayangkan. Mereka hidup dalam keterbatasan dan kekurangan.

Diceritakan dalam sejarah, bahwa tangan Fatimah kasar, akibat membantu suaminya bekerja menumbuk gandum dan mempersiapkan air untuk keperluan orang yang ziarah ke Ka’bah. Dua pasangan suami istri ini sering terlelap dalam kelelahan setiap harinya.

Suatu ketika, ketika himpitan ekonomi keluarga semakin tinggi, Ali meminta Fatimah untuk menghadap Rasulullah saw. Sekadar menceritakan kondisi ekonomi keluarga yang sedang susah payah, siapa tahu ayahnya dapat memberikan bantuan, membagi sedikit dari ghanimah yang diterimanya. Namun apa yang terjadi? Fatimah tidak mendapatkan kabar baik sedikit pun. Fatimah pulang dengan tangan hampa.

Baca Juga  Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya: Bagaimana Bentuk dan Cirinya?

Beberapa Pelajaran

Kisah-kisah di atas memberikan pelajaran berharga terhadap suami, istri, dan orang tua (mertua). Sebagai suami hendaknya mencari istri yang siap diajak berjuang. Bukan istri yang siap diajak senang dan hidup enak saja. Roda kehidupan itu berputar, terkadang manusia berada di bawah, dan pada waktunya akan berada di atas. Pada saat berada di bawah seorang suami butuh seorang istri yang kuat. Bukan hanya kuat, melainkan dapat menjadi motivator bagi suaminya agar semangat mengarungi kehidupan.

Bagi istri, jadilah sosok yang selalu menggembirakan, menjadi inspirasi untuk suami dan juga anak-anaknya. Jangan hanya berpangku tangan, menunggu uang, tanpa peduli jerih payah suami mencari nafkah. Ucapkan “terima kasih” terhadap pemberian suami, meskipun istri paham nafkah yang diberikan itu kurang. Mungkin hari ini cuma segitu, tetapi masih ada hari esok, bisa jadi lebih banyak.

Kalau yang ditunjukkan kepada suami hanya keluh-kesah, itu tidak menjawab persoalan. Apalagi sudah beranak-pinak. Dukung suami sepenuhnya. Jadilah mata air (oase) di tengah kering kerontang kehidupan. Jangan menambah air mata ketika tangis menerpa kehidupannya. Berikan motivasi dengan kata-kata yang baik. Doakan selalu agar dia tetap dalam jalan yang halal ketika mencari nafkah. Jangan ada kata berhenti dan lelah melakukan itu.

Semua butuh proses, tidak ada kebahagiaan yang datang tiba-tiba. Dalam hal tersebut harus ada kesabaran. Kalau tidak sabar, semua akan bubar. Apalagi menceritakan penderitaan hidup para orang-tua. Justru hal tersebut malah mengundang petaka baru. Orang-tua sudah susah payah membesarkan kita, jangan tambah lagi susah-payahnya dengan membagi penderitaan kita.Orang tua sering tidak kuat melihat anaknya menderita.

Namun, begitulah Rasulullah saw mengajarkan kepada kita. Jangan terlalu banyak intervensi, biarkan keluarga baru itu tumbuh dengan kemandirian dan menemukan jalannya. Biarkan mereka membuat pondasi rumah tangga dari kesusahan yang dialaminya. Jika mereka tidak pernah merasakan jerih payah membangun hidup, mereka akan gagal dalam membangun kehidupannya besok. Wallahu’alam.

Edior: Azaki Khoirudin
Avatar
30 posts

About author
Dosen Prodi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Ketua MPK PWM DIY, Sekretaris Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Ibadah

Mengapa Kita Tidak Bisa Khusyuk Saat Salat?

3 Mins read
Salat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Di dalam Islam, salat termasuk sebagai rukun Islam yang kedua. Sebab, tanpa terlebih dahulu mengimani…
Ibadah

Empat Tingkatan Orang Mengerjakan Shalat, Kamu yang Mana?

4 Mins read
Salah satu barometer kesalehan seorang hamba dapat dilihat dari shalatnya. Dikatakan oleh para ulama, bahwa shalat itu undangan dari Allah untuk menghadap-Nya….
Ibadah

Sunah Nabi: Hemat Air Sekalipun untuk Ibadah!

3 Mins read
Keutamaan Ibadah Wudu Bagi umat Islam, wudu merupakan bagian dari ibadah harian yang selalu dilakukan terutama ketika akan melaksanakan salat. Menurut syariat,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds