Inspiring

Jahm bin Shafwan: Teolog Jabariyah yang Fenomenal

3 Mins read

Shafwan mempunyai nama lengkap Abu Mahrus Jahm bin Shafwan. Ia berasal dari Khurasan (Persia) yang lahir pada tahun 696 M. Ia seorang teolog Islam yang sangat terkenal pada masa itu. Tokoh ini mempunyai minat bakat dalam ilmu kalam dan filsafat. Ia juga menjadi pendiri dalam paham fatalisme. Pada waktu itu, ia dijatuhi hukuman mati oleh Salm b. Ahwaz pada tahun 745 M. Karena pada waktu itu, ia berusaha melakukan pemberontakan kepada Bani Umayyah mengenai kekuasaan.

Shafwan ialah tokoh yang sangat dikenal sebagai pendiri paham Jabariyah. Paham Jabariyah sangat identik dengan paham Jahmiyah di dalam kalangan Murji’ah. Shafwan juga dikenal sebagai orang yang pandai berpidato dan juga berbicara agar manusia menyeru ke jalan Allah dan berbakti kepada-Nya. Sehingga, banyak sekali orang yang sangat tertarik kepadanya. (Amin, 1996)

Tokoh yang terkenal dalam teologi Jabariyah ini adalah orang yang mendirikan aliran Murji’ah ekstrem. Selain itu, ia juga menjadi pemimpin Bani Roshan yang berasal dari Azd. Ia sangat dikenal sebagai orang yang pandai berbicara. Karena kepandaiannya dalam berbicara, ia diangkat menjadi asisten atau juru tulis oleh al-Harits ibn Sarij al-Tamimi. Tokoh ini mempunyai sebuah gelar Abu Makhroj. (Burhanuddin, 2016)

***

Tokoh ini mempunyai banyak pengikut dari penduduk Khurasan. Ia mengajak penduduk untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan juga mengikuti orang-orang yang shaleh. Pada tahun 128 H, terdapat suatu pemberontakan yang menyebabkan Al-Harits dihukum dan ditawan. Sementara itu, Shafwan tertawan dan kemudian diberikan hukuman mati. Kematiannya ini dianggap sebagai kasus politik, tidak ada hubungan dengan aliran yang disebarkan.

Sebagai penganut paham ini, Shafwan mempunyai sebuah doktrin yang berhubungan dengan teologi. Salah satu doktrin tersebut beranggapan bahwa iman adalah sebuah ma’rifat. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak dapat dilihat dengan panca indra pada waktu di akhirat kelak. Ia juga mengatakan bahwa surga dan neraka tidaklah abadi, yang abadi hanyalah Allah Swt. Karena menurutnya, kedua alam ini akan hilang. Doktrin Shafwan ini mempunyai kesamaan dengan aliran Mu’tazilah. Persaamaan doktrin Shafwan dengan aliran Mu’tazilah diberi nama Jahmites. (Mu’in, 1980)

Baca Juga  Abah Rasyid: Pejuang Kemanusiaan dari Maumere

Memahami Konsep Teologi Jabariyah

Dalam kajian ilmu kalam, terdapat dua aliran yaitu aliran Jabariyah dan aliran Qodariah. Ialah Ja’ad bin Darham, orang yang pertama kali memperkenalkan Jabariyah dan kemudian disebarluaskan Jahm bin Shafwan. Ia mempunyai anggapan bahwa manusia tidak memiliki kekuasan dalam melakukan segala hal. Selain itu, manusia tidak memiliki kehendak, daya, dan pilihan. Bahkan manusia melakukan segala perbuatan atau tingkah lakunya dengan segala keterpaksaan karena tidak adanya pilihan, keinginan, dan juga kekuasaan. (Anwar, 2006)

Kata Jabariyah sendiri berasal dari kata “jabara” yang mempunyai arti memaksa. Secara terminology, Jabariyah ialah sebuah aliran yang mempunyai paham bahwa setiap tingkah laku atau perbuatan manusia itu berasal dari Tuhan. Orang yang pertama kali memperkenalkan aliran ini ialah Ja’ad bin Dirham. Ia menjelaskan bahwa inti dari ajaran  Jabariyah yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an dianggap sebagai makhluk Allah Swt yang tidak dapat disifati. Allah Swt sendiri tidak memiliki sifat yang satu rupa dengan makhluknya. Contoh misalnya: melihat, mendengar, dan berbicara. Manusia dipaksa dalam segala peristiwa.

***

Aliran Jabariyah menganggap bahwasannya setiap perbuatan manusia yang dilakukan itu tidak sepenuhnya berasal dari keinginannya sendiri, melainkan kehendak Sang Maha Kuasa. Maksudnya, dari aliran ini kita dapat memahami bahwa manusia tidak memiliki kebabasan dalam melakukan setiap kegiatannya karena manusia tidak mempunyai kemampuan sendiri.

Aliran ini mempunyai keyakinan bahwa seorang manusia tidak membutuhkan sebuah amalan. Karena dengan hadirnya sebuah dalil yang sudah ada, aliran ini tidak mempercayai adanya sebuah amalan. Jika mereka melakukan sebuah perbuatan yang menyeleweng dari Syariah, maka mereka tidak memiliki pertanggung jawaban atas perbuatan yang sudah dilakukan. Karena setiap perbuatan yang dilakukan itu sudah ditetapkan oleh Tuhan. (Al-Qahtani, 2005)

Baca Juga  Abbas Ibn Firnas: Sang Penerbang Pertama dari Andalusia

Jahm bin Shafwan mengaitkan hal itu dengan sepintas ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu itu menghendakinya.” (Qs. Hud: 108). Ayat ini menjelaskan bahwa keabadian surga dan langit masih ada ketentuan. Padahal, segala sesuatu apapun yang kekal, tidak memerlukan adanya ketentuan atau adanya pengecualian.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep dari paham ini adalah segala perilaku yang dilakukan oleh manusia, semuanya telah diatur dan ditetapkan oleh Allah Swt. Allah sudah menetapkan manusia guna melakukan segala kebajikan dan menetapkan pahala. Allah juga sudah menetapkan manusia untuk berbuat kejelekan dan menetapkan adanya siksaan bagi manusia yang telah melakukan hal buruk. (Nurcholis: 1984)

Editor: Yahya FR

Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds