Oleh: Djarnawi Hadikusuma
Pangeran Taufik setelah naik tahta, lupalah akan janjinya kepada Jamaluddin Al-Afghani dan kepada rakyatnya. Jamaluddin ditangkap dan dibawa ke pelabuhan di mana telah menanti sebuah kapal Inggris lalu dilayarkan ke India. Ini terjadi dalam bulan Ramadlan 1296 atau 23 Agustus 1879, hanya dua bulan setelah Taufik naik tahta. Demikianlah pekerti Taufik, orang yang telah membantunya disingkirkan dan demikianlah yang sering terjadi dalam percaturan politik sepanjang sejarah.
Tiada terperikan amarah rakyat karena pemimpinnya dikhianati dan disingkirkan itu. Kerusuhan timbul di mana-mana, sedang Taufik yang rupanya lemah itu tidak mampu mengatasi krisis keuangan negerinya. Jumlah tentaranya terpaksa dikurangi dan inilah yang mendorong timbulnya pemberontakan.
Perlawanan Ahmad Arabi
Seorang kolonel Komandan Resimen IV, Ahmad Arabi, seorang putra Mesir asli, mengobarkan pemberontakan. Ia dibantu oleh Ali Fahmi, Komandan Resimen I. Ahmad Arabi anak seorang petani. Murid Jamaluddin, Muhammad Abduh, dan Saad Zaghlul, juga keturunan petani, membantu gerakan itu. Dengan demikian, seluruh petani berdiri di belakang Arabi.
Pada tahun 1881, Arabi dengan pasukannya mengepung istana Taufik yang kemudian meminta pertolongan kepada tentara Inggris. Pada bulan Juni 1882, Arabi menduduki Iskandariyah untuk menanggulangi pendaratan tentara Inggris. Pertempuran berkecamuk dan armada Inggris menembaki kota pelabuhan itu dengan gencar. Pada tanggal 13 September, Jenderal Wolseleymemukul hancur pasukan Arabi di Tall Kabir. Dua hari kemudian Arabi tertangkap lalu diasingkan ke Sailan.
Sejak itu, seluruh Mesir jatuh ke dalam kekuasaan Inggris! Konsul Jenderal Lord Cromer mendampingi Khadewi memerintah negerinya. Pada tanggal 24 September tahun itu juga, Muhammad Abduh ditangkap dan diasingkan ke Bairut. Keduanya guru dan murid telah menjadi orang buangan.
Al-Afghani Bantah Paham Naturalisme
Di India, Jamaluddin Al-Afghani ditempatkan di Heyderabad, tidak boleh ke luar kota. Hatinya sangat masygul berpisah dengan muridnya yang sangat dicintai dan amat khawatir akan nasibnya. Maka, diserahkan nasib muridnya itu ke Tangan Allah dan dia sendiri pun bertambah tawakkal. Waktu-waktunya digunakan untuk beribadah, membaca, dan menulis.
Pada waktu itu, pemerintah Inggris di India sedang berusaha mempengaruhi bangsa India dengan jalan memasukkan peradaban dan kebudayaan Barat. Dengan alasan untuk mencerdaskan rakyat, didirikannya sekolah-sekolah untuk mendidik putra India dengan ilmu-ilmu umum, sejarah, dan Filsafat Barat yang menjurus kepada paham Naturalisme.
Pemuda-pemudanya dikirim belajar ke negeri Inggris atas biaya pemerintah untuk dicetak menjadi pegawai-pegawai atau orang terpelajar yang berpihak kepadanya. Bahaya ini disadari oleh Jamaluddin Al-Afghani, apalagi setelah menerima surat dari Maulvi Muhammad Washil, Guru Besar pada Madrasah Al-Fanun di Heyderabad, yang menyatakan kekhawatirannya karena telah ada beberapa orang pemuda Muslim keluaran sekolah Barat tersebut yang menganjurkan paham Naturalisme yang dengan mudah dapat menjurus kepada paham Anthesime.
Surat itu memberikan dorongan kepadanya untuk menulis sebuah buku dalam bahasa Persia yang isinya menerangkan kebatilan Atheisme dan kebenaran adanya Tuhan. Buku ini beredar dengan cepat dan oleh Muhammad Abduh akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Ar-Raddu ’ala ad-Dabriyyin (Bantahan Terhadap Kaum Atheis).
Jamaluddin Al-Afghani Berdakwah di Heyderabad
Heyderabad sebuah kota yang mayoritas penduduknya orang Islam, bahkan dapat dikatakan kota Islam. Dapat setahun tinggal di sana, maka kenalannya sudah banyak serta sudah mulai meluas, dengan para ulama, guru-guru, pejabat, pemuda, dan mahasiswa. Bahkan, dengan orang umum seperti yang telah dilakukannya di Mesir. Oleh karena itu, semakin lama namanya bertambah cemerlang dan menonjol. Pendapatnya didengar orang, anjurannya diperhatikan.
Kebesaran Jamaluddin terletak pada kemampuanya mengumpulkan dan menyimpulkan kelemahan-kelemahan negara Islam. Yaitu di saat menghadapai bahaya penjajahan Barat dalam segala aspek: militer, strategi, peradaban, dan kebudayaan, serta kekuatan finansial dan solidaritas. Dalam segala hal itu, umat Islam lemah, dipandang dari segi umat dan negaranya. Sumber-sumber minyak yang kaya-raya memanggil negara-negara Barat untuk menguasai seluruh Asia tengah.
Pangkal kelemahan itu terletak pada tertutupnya ajaran Islam yang murni oleh umat Islam sendiri sehingga umat Islam tidak mampu merupakan diri sebagai kekuatan seimbang terhadap kekuatan Barat. Kemudian, dia sendirian berjuang menghadapi bahaya itu dan mencoba mendapat pengikut. Dan perjuangannya itu berhasil dalam arti menginsafkan sebagian umat Islam itu baik di Mesir, India, Iran, dan Turki sendiri, bagaimana mereka dahulu merupakan umat yang jaya dan sekarang lemah terpecah-belah.
Dari Heyderabad ke Eropa
Dia bukan orang yang memusuhi peradaban Barat yang maju itu, yang ditentangnya ialah jika peradaban itu digunakan untuk menindas bangsa Timur dan umat Islam khususnya. Dia mempunyai penilaian positif kepada peradaban itu, terutama bidang ilmu pengetahuan dan teknik. Dan dia anjurkan agar umat Islam, selain mengerti dan memegang teguh ajaran agamanya, juga berjuang mencapai kemajuan ilmu dan teknik, seperti yang telah dilakukan oleh negara Barat, agar umat Islam menjadi kuat.
Nasib umat Islam di dunia terletak pada umat sendiri dan tidak kepada orang lain, yang justru bermaksud menghancurkannya. Maka, umat Islam harus bangun dan bekerja keras untuk mencoba nasibnya, sebagai firman Allah: ”Sungguh Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali setelah kaum itu berjuang untuk memperbaiki nasibnya sendiri.” Firman Allah yang selama berabad-abad tersembunyi itu, sekarang dikobarkan oleh Jamaluddin, melalui segala kesempatan, ceramah, dan kuliah, dalam Kutbah Jumat, dalam percakapan dengan mereka yang menemuinya, dan sebagainya.
Tiga tahun dia berada di Heyderabad, pemerintah Inggris mulai khawatir, jangan-jangan muncul pula seorang Ahmad Arabi di India atau di Heyderabad. Apalagi setelah terjadi banyak pelajar ditarik ke luar oleh orang tuanya dari sekolah-sekolah pemerintah. Maka, diperintahkan kepada Jamaluddin untuk ke luar dari Heyderabad dan pindah ke Kalkuta, di mana penduduknya lebih banyak beragama Hindu.
Jamaluddin tidak dapat menerima perintah itu, maka dimintanya izin untuk pergi ke Eropa atau Inggris saja. Permintaannya diluluskan oleh pemerintah Inggris dengan syarat tidak boleh melewati negara Islam! (Bersambung)
Sumber: buku Aliran Pembaruan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif