Sampai saat ini, perbedatan tentang takdir hidup manusia masih sering terjadi di kalangan umat Islam. Salah satunya dalam konteks masalah pasangan hidup atau jodoh. Masalah ini juga mengundang berbagai macam penafsiran/pendapat dari orang-orang.
Ada yang berpendapat, bahwa jodoh adalah takdir yang tidak dapat diubah, ada juga yang menyatakan bahwa dia adalah takdir sekaligus pilihan hidup. Perbedaan pendapat tidak menjadi masalah, tetapi menyalahkan pendapat orang lain itu yang dilarang. Sehingga dari situlah perbedaan dapat dirasakan sebagai sebuah nikmat dalam hidup.
Lalu, bagaimanakah pandangan Islam tentang jodoh? Benarkah jodoh itu takdir sekaligus pilhan hidup seorang manusia? Mari coba kita simak!
Pandangan Islam Tentang Jodoh
Dalam Islam, dalam segala bentuk apapun yang dilakukan oleh seorang manusia tidak lepas dari ketentuan Allah Swt. Keduanya disebut sebagai qada dan qadar, yang istilah lainnya adalah takdir.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda:
“Dari Umar bahwa Jibril, bertanya kepada Nabi Saw, “apakah itu iman?” Rasulullah Saw, menjawab. “(Iman) adalah kamu percaya Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” (HR. Ahmad)
Hadis di atas menyebutkan, bahwa salah satu bukti keimanan seseorang adalah mempercayai dan meyakini takdir baik dan buruk dalam kehidupan. Takdir Allah meliputi segalanya pada diri manusia. Sebut saja; jenis kelamin, rezeki, jodoh, ajal, dan lain sebagainya. Itu semua sudah menjadi ketentuan-Nya.
Dalam hidup pun begitu, kita sering mendengar kata rezeki. Secara bahasa Arab, rezeki disebut (al-atha) yang berarti pemberian Allah kepada hambanya, baik untuk urusan dunia maupun akhirat.
Segala bentuk sesuatu yang didapatkan dalam hidup manusia adalah rezeki. Seperti kekayaan, kebahagiaan, jabatan, kenikmatan, itu semuanya adalah pemberian dari Allah SWT.
Lalu, bagaimana dengan jodoh? Jodoh tidak jauh beda layaknya rezeki, ia sudah lama menjadi ketentuan Allah SWT yang tertulis di Lauh Mahfuz sana.
Sama seperti rezeki, jodoh juga bisa diperjuangkan dengan usaha, kerja keras, ikhtiar, berdoa, dan dengan cara yang halal.
***
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 26:
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ
Artinya: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
Pada ayat di atas, Allah sudah sangat jelas memberikan ketentuan sekaligus gambaran bagi laki-laki dan perempuan dalam memilih pasangan hidup. Karena ketika jodoh kita sudah ditakdirkan atau ditentukan, bukan berarti kita tidak bisa untuk memilih.
Ayat tersebut menggambarkan, bahwa cerminan jodoh seseorang ada pada perilaku, sikap, dan akhlaknya. Jika dia baik, maka jodoh yang kita dapatkan juga baik, begitupun sebaliknya. Di sinilah manusia punya peran (ikut andil) dalam memilih dan menentukan jodohnya.
Hal ini juga senada dengan perintah Rasulullah yang menyuruh/menasehati kepada umat manusia untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup (jodoh). Sebagaimana sabda Nabi Saw yang berbunyi:
“Perempuan itu dinikahi karena empat faktor; agama, martabat, harta, dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya akan menjadi orang yang rugi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas cukup jelas menerangkan, bahwasannya manusia punya kemampuan untuk bisa memilih jodoh yang ia inginkan dalam hidupnya.
Islam adalah agama yang senantiasa menuntun dan memberikan petunjuk dalam segala urusan umatnya, salah satunya dalam memilih jodoh. Tentu saja dengan petunjuk dari Al-Qur’an dan Hadits.
Jadi, bisa diasumsikan bahwa jodoh juga termasuk bagian dari rezeki yang Allah berikan kepada manusia.
Jodoh Itu Takdir, Tapi Bisa Diikhtiarkan
Persoalan jodoh sudah memang sudah menjadi takdir Ilahi. Coba kita simak dalam sebuah hadis Rasulullah Saw yang berbunyi:
”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas menerangkan sangat jelas, bahwasannya sebelum manusia lahir, jodoh, rezeki, dan kawan-kawannya sudah ditentukan dan dituliskan. Lalu, apakah jodoh tidak bisa diikhtiarkan? Tentu saja bisa.
Kita bisa berusaha, berikhtiar berencana dengan jalan mencari, memilih bahkan menentukan dengan siapa kita menikah. Entah, apakah dia yang selama ini kita perjuangkan dengan segala pengorbanan, ataukah dengan orang lain selain dirinya. Kita tidak akan dapat mengetahuinya, tugas kita hanyalah berusaha, berikhtiar dan berdoa dalam mencapai yang terbaik.
Tentu saja hal ini berawal dari diri kita, bagaimana cara berpikir kita, memahami dan kemudian menerapkannya. Jangan sampai kita berpikiran layaknya golongan-golongan Jabariyah yang sering mempunyai paham; “bahwa segala yang terjadi ini adalah takdir Tuhan, manusia tidak bisa mengubahnya”.
***
Dalam artian berpasrah total, tanpa melakukan usaha apapun. Termasuk dalam hal memilih jodoh ini.
Allah menuntut kita untuk selalu berikhtiar, berusaha, dan berupaya dengan cara yang baik. Namun hasilnya Allah lah yang menentukan. Oleh karena itu, perkara jodoh, rezeki dan ketentuan (takdir) kita tidak berhak menentukan.
Sekali lagi, tugas kita hanya berusaha, bekerja keras, berikhtiar, dan berdoa. Selebihnya Allah yang menentukan.
Islam sudah banyak memberikan gambaran dalam Al-Qur’an dan Hadits tentang bagaimana memilih jodoh yang terbaik. Sehingga dari sini terciptalah sebuah keluarga yang harmoni, penuh cinta kasih, dan penuh keberkahan di dalamnya.
Inilah yang kemudian disebut dengan keluarga yang “Sakinah Madaddah Warahmah”. Mereka yang berhasil membangun keluarga diatas nilai-nilai universal Islam.
Kesimpulan
Persoalan hari ini adalah kita eggan untuk berusaha, berikhtiar, bekerja keras bahkan berdoa kepada Allah SWT. Sehingga timbullah pikiran-pikiran layaknya kaum Jabariyah tadi, bahwa manusia tidak sama sekali punya andil dalam hidupnya.
Akibatnya banyak orang-orang yang kemudian menerima segala perkara yang terjadi dengan begitu saja, tanpa melakukan sebuah usaha apapun.
Ingat, Islam adalah agama yang senantiasa menyeruh umatnya untuk bekerja keras, berikhtiar, ikhlas dan berdoa. Hal ini sebagai upaya mereka untuk mencapai sebuah kebahagian di dunia dan akhirat kelak.
Selain itu, ini sebagai bentuk keseriusan seseorang dalam berumah tangga, karena sesuatu yang diperjuangkan juga pasti dipertahankan.
Mungkin ini bisa saja menjadi salah satu alasan pas bagi mereka yang tidak mau terburu-buru dalam membangun sebuah rumah tangga. Selain dirinya yang belum siap, mungkin juga belum menemukan pasangan ataupun jodoh yang pas dan tepat sesuai keinginannya. Wallahu a’lam.
Editor: Yahya FR