Inspiring

K.H. Sholeh Darat: Sang Guru Pendiri Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

3 Mins read

Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa beberapa ulama yang berasal dari Pulau Jawa terbilang sangat masyhur, tentang pencapaian keilmuannya dan ramai murid ingin menjadi ulama. Di antaranya adalah Kiai Haji Muhammad Sholeh Darat Semarang.

Kiai Muhammad Sholeh juga sering disebut guru para ulama oleh masyarakat di Indonesia. Ulama besar di abad ke-19 M di tanah Jawa itu adalah seorang guru yang berhasil menciptakan ulama dan tokoh-tokoh terkemuka di Tanah Air.

Contohnya seperti K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan Raden Ajeng Kartini (pahlawan nasional Indonesia). Kyai Muhammad Sholeh dari Semarang, Jawa Tengah, ini juga hidup satu zaman dengan wali Allah besar lainnya. Seperti Syekh Nawawi Al-Bantani dari Banten dan Mbah Kholil Bangkalan dari Madura, timur pulau Jawa.

Biografi Kiai Sholeh Darat, dari Belajar sampai Mengajar

Kiai Muhammad Sholeh, lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada 1235 Hijriah (1820), dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani. Ayahnya, Kiai Umar, merupakan pejuang kemerdekaan dan kepercayaan Pangeran Diponegoro untuk melawan penjajah Belanda di pesisir utara Jawa Tengah. 

K.H. Muhammad Sholeh menghabiskan masa kecil dan remajanya dengan belajar Al-Qur’an dan juga berbagai ilmu agama. Awal-awal beliau belajar pada K.H.. Syahid (ulama besar di Pati, Jawa Tengah), lalu beliau dibawa ayahnya untuk nyantri pada beberapa kiai besar di Semarang.

Seperti K.H. Muhammad Saleh Asnawi Kudus, K.H. Ishaq Damaran, K.H. Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni, K.H. Ahmad Bafaqih Ba’lawi, dan K.H. Abdul Gani Bima. Kiai Haji Umar sangat ingin anaknya menjadi seorang ulama yang berpengetahuan sekaligus berpengalaman.

Lalu, setelah menimba ilmu di Semarang, Kiai Muhammad Sholeh diajak ayahnya ke Singapura, dan beberapa tahun kemudian mereka pergi ke Makkah untuk berhaji. Ayahnya wafat di Makkah dan Kiai Muhammad Sholeh pun memutuskan untuk menetap dan belajar ilmu agama di sana.

Baca Juga  Mahmud Yunus: Tokoh Muhammadiyah Muassis Sistem Pondok Pesantren Berkemajuan

Selama di Tanah Suci, beliau berguru kepada sejumlah ulama terkemuka. Seperti Syekh Muhammad al-Murqi, Syekh Muhammad Sulaeman Hasbullah, Syekh Sayid Muhammad Zein Dahlan, dan lain-lain. Sedangkan teman belajarnya antara lain K.H. Muhammad Nawawi dan K.H. Cholil Bangkalan.

Karena kecerdasan, kealiman, serta kemampuannya, akhirnya Kiai Muhammad Sholeh mendapat kepercayaan dari beberapa gurunya untuk mengajar di Makkah. Beberapa tahun kemudian, beliau kembali ke tanah kelahirannya ke Semarang. 

Setelah sampai di tanah kelahirannya, beliau kemudian mendirikan pesantren di Kawasan Darat, Semarang. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Kiai Muhammad Sholeh Darat. Di sana, beliau banyak melakukan dakwah dan pengajian Al-Qur’an.

Semenjak kedatangannya, pesantren itu berkembang pesat. Di pesantren inilah ulama-ulama seperti Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), Kiai H. Mahfuz Termas yang pakar hadis dan pendiri Pesantren Termas Pacitan, Kiai H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan lain-lain, lahir.

Kartini dan Kelahiran Kitab Tafsir Pertama Berbahasa Jawa

Pada suatu hari juga, pengajian Kiai Muhammad Sholeh yang digelar di Pendepo Kesultanan Demak dihadiri seorang perempuan. Dia adalah Raden Ajeng Kartini, yang saat itu tengah berkunjung ke kediaman pamannya, Ario Hadiningrat, sang Bupati Demak.

Pada saat itu, beliau mengupas makna surah Al-Fatihah. Kartini yang tertarik pada ceramah Kiai Muhammad Sholeh tersebut, dia meminta sang kiai menguraikan makna ayat-ayat tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa.

“Tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya,” kata Kartini, seperti dikutip dalam sebuah catatan kaki buku Sang Pencerah (Akmal Nasery Basral, 2010). Ide Kartini disambut gembira oleh Kiai Muhammad Sholeh.

Tetapi pada saat itu, penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan Al-Qur’an. Dan beliau melanggar perintah itu, beliau pun menerjemahkan Al-Qur’an menggunakan huruf Arab gundul atau tanpa harakat (pegon) yang disusun membentuk kata-kata dalam bahasa Jawa.

Baca Juga  KH. Ahmad Badawi (1): Sosok Ulama Otoritatif

Kitab tafsir dan terjemahan Al-Qur’an ini diberi nama Kitab Faid Ar-Rahman. Kitab ini menjadi kitab tafsir pertama yang berbahasa Jawa. Setelah dicetak, beliau menghadiahkan satu kitab tersebut pada Kartini saat menikah dengan Bupati Rembang, Raden Mas Joyodiningrat.

Saat menerima Al-Qur’an terjemahan bahasa Jawa itu, dengan perasaan senang Kartini mengatakan, “Selama ini surah Al-Fatihah gelap artinya bagi saya. Saya tidak mengerti sedikit pun maknanya. Tetapi sejak hari ini, saya menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kiai (Sholeh Darat) telah menerangkan dalam bahasa Jawa yang saya pahami.” 

Asal Muasal Kalimat “Habis Gelap Terbitlah Terang

Terbantu memahami isi banyak Al-Qur’an, Kartini terpikat pada satu ayat, yaitu “Orang-orang beriman dibimbing Allah dari kegelapan menuju cahaya,” dalam ayat ke-257 surah al-Baqarah. Oleh sastrawan Sanusi Pane, judul buku kumpulan surat Kartini dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht, diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”. 

Sejak itu, Sholeh banyak menulis buku menggunakan tulisan Arab pegon, dan hampir semuanya berbahasa Jawa. Beliau hanya sedikit menulis buku berbahasa Arab, karena ingin tulisannya dapat dipahami dan dicerna dengan baik oleh masyarakat. Beliu adalah ulama pertama yang menulis buku agama berbahasa Jawa, sehingga buku-bukunya sangat digemari masyarakat awam.

Editor: Zahra

Abyan Taqy Boynge
1 posts

About author
Mahasiswa Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta.
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds